Entengnya Bilang Best Seller

Buku best seller? Apa yang tersirat di benak Anda? Anda mungkin akan berpikir tentang buku-buku yang menarik perhatian masyarakat Indonesia kini atau juga tentang buku yang penjualannya luar biasa. Pada saat tulisan ini dibuat maka yang tercatat sebagai buku-buku best seller versi Gramedia online:

  1. Cara Cerdas Berkebun Emas karya Rulli Kusnandar, Trans Media Pustaka;
  2. Kamus Inggris-Indonesia karya Echols, Gramedia;
  3. 13 Wasiat Terlarang! Dahsyat dengan Otak Kanan karya Ippho Santosa, Elexmedia;
  4. 7 Keajaiban Rezeki karya Ippho Santosa, Elexmedia;
  5. Muhammad sebagai Pedagang karya Ippho Santosa, Elexmedia;
  6. Marketing is Bullsit karya Ippho Santosa, Elexmedia;
  7. Buku Pintar Menguasai Microsoft Office 2007 karya Shenia Anand, Trans Media Pustaka;
  8. Poconggg juga Pocong karya Poconggg, Bukune;
  9. Kamus Inggris-Indonesia Indonesia-Inggris, karya Kimberly, Kawah Media Pustaka;
  10. Essential Managers: Communicate Clearly karya Robert Heller, Dian Rakyat.

Mari kita bongkar sedikit soal best seller ini bahwa kata best seller disematkan untuk buku-buku yang mengalami kepopuleran dan penjualan luar biasa sehingga ditempatkan dalam daftar buku-buku terlaris. Seperti halnya di AS, salah satu daftar buku terlaris yang sangat bergengsi dan diakui adalah yang dikeluarkan oleh The New York Times Best Seller List. Selain itu, ada pula daftar yang dikeluarkan majalah perbukuan bergengsi seperti Publisher Weekly yang terbit di Inggris. Pada Desember 2011 yang bertengger di posisi nomor satu Daftar Best Seller NYT adalah buku STEVE JOBS, karya Walter Isaacson (Simon & Schuster).

Tentu predikat best seller ini menjadi dambaan para penulis, sekaligus tentunya para penerbit. Best seller meniscayakan marjin keuntungan yang luar biasa bagi penerbit dan royalti yang menggiurkan bagi penulis. Selain itu, terdapat keuntungan tambahan berupa naiknya brand image penerbit dan juga naiknya juga nama penulis sehingga ia dapat menikmati kepopulerannya serta pendapatan sampingan.

Fakta Best Seller

Dalam dunia penerbitan sendiri selalu dipertanyakan kriteria best seller ini. Saya sempat membuat formula cetakan pertama (first print run) dan penjualan buku dengan mengacu pada ukuran T-Shirt.

Standar (S)

3.500 eksemplar

Medium (M)

7.000 eksemplar

Laris (L)

15.000 eksemplar

X-tra Laris (XL)

35.000 eksemplar

Pada prediksi penjualan standar maupun medium dapat dilakukan dalam satu kali cetakan pertama. Namun, pada prediksi penjualan laris dan ekstra laris dapat dilakukan dalam 2-3 kali cetak ulang atau lebih. Karena itu, pengertian sebuah buku sangat (ekstra) laris (fast moving) apabila dalam rentang penjualan setahun mengalami cetak ulang lebih dari 2 kali dalam versi saya atau sekurang-kurangnya melebihi angka 30.000 eksemplar atau setara dengan 625 eksemplar per minggu.

Tentu berbeda dengan standar ataupun fakta yang terjadi pada ranking best seller di NYT. Sebuah buku ranking 1 seperti biograf Steve Jobs dapat mencapai angka penjualan lebih dari 50.000 eksemplar, bahkan mungkin sampai ratusan ribu eksemplar atau satu juta eksemplar dalam periode penjualan tertentu. Data dari Wikipedia menyebutkan bahwa penerbit di Inggris menetapkan angka best seller untuk buku hardcover (penerbitan Eropa dan Amerika lazim menerbitkan buku dalam dua versi: hardcover dan paperback) yaitu  4.000 sampai 25.000 eksemplar per minggu. Ingat, per minggu!

Best seller sebenarnya menjadi target bagi penerbit-penerbit mayor disebabkan mereka membutuhkan pendapatan yang tinggi (high return) karena terkadang besarnya overhead yang harus ditanggung. Karena itu, penerbit-penerbit buku pelajaran di Indonesia sudah terlalu biasa dengan angka penjualan per judul buku pelajaran di atas 50.000 eksemplar dalam setahun. Alhasil, ketika mereka memasuki wilayah buku umum, terkaget-kaget dengan penjualan hanya 3.000 eksemplar per tahun dan kadang masih menyisakan stock atau retur.

Perkiraan menunjukkan dari sekitar 200.000 judul buku baru setiap tahun di AS, kurang dari 1% yang mampu menjadi buku best seller. Penerbit-penerbit mayor mendominasi kriteria ini. Di Indonesia kita dapat menyebutkan bahwa buku best seller (buku umum) umumnya disumbang oleh Group Gramedia, Group Agro Media, Group Mizan, Group Erlangga, Group Penebar Swadaya. Sisanya penerbit menengah, seperti Ufuk Press, Serambi, Dastan, Republika, Sygma, GIP, dan beberapa yang lain.

Kecil sekali kemungkinan penerbit kecil mampu bertengger di posisi best seller walaupun faktanya ada seperti Penerbit Jabal yang mampu menempatkan bukunya Agar Selalu Ditolong Allah di kategori best seller atau Penerbit Pinus dengan bukunya Rahasia Kecerdasan Yahudi.

Pemain utama dunia penerbitan seperti grup penerbit besar tadi sangat mewarnai best seller Indonesia. Di belakang mereka berperan para penulis, agen sastra, editor akuisisi, editor pengembang, dan tentunya media (termasuk social media). Pada daftar buku terlaris versi Gramedia Online dapat Anda lihat bagaimana Elexmedia (Group Gramedia) memengaruhi daftar buku terlaris, termasuk penulisnya Ippho Santosa yang menempatkan lebih dari 3 bukunya dalam daftar tersebut.

Manipulasi Best Seller

Sebuah cara memanipulasi buku ke dalam daftar best seller pernah dilakukan pada 1995 oleh penulis buku The Discipline of Market Leaders. Sang penulis diduga membeli sendiri bukunya sebanyak 10.000 eksemplar dalam pesanan-pesanan kecil di toko-toko buku yang penjualannya dilaporkan kepada Bookscan.

Aksi ini didorong oleh pengaruh sampingan (istilah Tung Desem dalam bukunya adalah faktor kali) apabila nama Anda tercatat sebagai best selling author, seperti undangan seminar/ceramah/training, konsultasi, bahkan juga event-event entertainment. Karena itu, aksi ini dianggap sebagai investasi. Buku tersebut langsung melonjak ke urutan #8 pada daftar buku best seller dan bertahan selama 15 minggu, bahkan berada di puncak #1 pada daftar Business Week.

Cara ini tentu ilegal dan cenderung kurang beretiket jika Anda memanipulasi best seller dengan cara membelinya sendiri. Misalnya, di Indonesia Anda dapat menjadikan targetnya adalah Gramedia Matraman. Gramedia Matraman memiliki posisi strategis sebagai acuan Gramedia di seluruh Indonesia dalam memantau pergerakan best seller. Untuk itu, Anda dapat menyuruh beberapa orang menggunakan uang Anda sendiri untuk membeli buku-buku hasil karya Anda. Jika Gramedia mencatat penjualan Anda dalam satu minggu bisa mencapai 50 eksemplar dan berturut-turut terjadi selama sebulan, saya jamin buku Anda akan berpindah ke rak best seller. Lalu, tersebarlah berita bahwa buku Anda adalah buku laris maka terjadi permintaan buku tersebut di Gramedia-Gramedia lainnya.

Ada lagi yang sungguh aneh terjadi di Indonesia untuk memanipulasi best seller dan ini sempat terjadi. Sebuah buku yang baru saja terbit pada cetakan pertama langsung dilabeli dengan best seller. Mungkin saja ada buku yang telah menjadi best seller sebelum diterbitkan secara resmi, misalnya lewat self-publishing, tetapi ini kasus yang jarang terjadi dan harus dibuktikan dulu dengan data penjualan. Ya kalau mau dibilang bercanda, mungkin penerbitnya berprasangka baik dan sudah berniat bahwa bukunya akan best seller sehingga dilabeli best seller (insya Allah). Namun, jelas ini adalah kebohongan kepada publik.

Entengnya Bilang Best Seller

Kata best seller untuk buku di Indonesia itu memang seperti enteng sekali diucapkan di lidah. Padahal, pada praktiknya hanya mungkin 5%, bahkan kurang dari total buku yang diterbitkan setahun oleh penerbit dapat menjadi best seller apabila kita memegang kriteria penjualan 30.000 eksemplar dalam setahun. Sisanya lebih dari 90% bisa jadi hanya menyentuh penjualan normal 3.000 dalam setahun, bahkan kurang dari itu sehinga dicap slow moving.

Ingat bahwa dalam skala ekonomi pencetakan 3.000 eksemplar jika berhasil terjual 2.000 eksemplar, penerbit itu baru BEP dan marjin keuntungannya terdapat pada 1.000 eksemplar selanjutnya. Karena itu, penerbit sangat mendambakan cetak ulang disebabkan pada cetak ulang komponen biaya hpp (editorial, desain, dsb) sudah tidak ada dan marjin yang diperoleh bisa lebih besar lagi.

Best seller juga harus mengandung pengertian berlaku secara nasional, bukan lokal. Jangan sampai penulis merasa dirinya sudah menjadi penulis best seller hanya karena bukunya sudah bertengger di rak best seller di salah satu toko buku besar, misalnya di daerah Bintaro. Seperti halnya pemilu, wajar jika Anda menang di daerah pemilihan di mana Anda tinggal. Namun, kemenangan Anda di sana belum tentu mencerminkan Anda menang pemilu secara keseluruhan atau mutlak.

Best seller harus mengandung makna serentak terjadi di beberapa toko buku, di beberapa kota, dan diulas di beberapa media massa lokal maupun nasional dalam periode tertentu. Hal paling mudah adalah konfirmasi penerbit sendiri bahwa buku Anda sudah menembus angka penjualan lebih dari 30.000 atau 50.000 eksemplar sepanjang tahun, lalu Anda menerima royalti dengan angka menggiurkan. Selanjutnya, Anda pun diundang tampil di sana-sini meski Anda tidak pernah mengunggah film Anda di youtube–semua berkat buku yang dibaca begitu banyak orang.

Saya sendiri kadang-kadang tidak terlalu berani mengklaim bahwa saya adalah penulis best seller dan saya akan mengadakan training bagaimana membuat buku best seller. Best seller itu banyak faktor yang memengaruhi, termasuk faktor keberuntungan (lucky).

Beberapa buku saya yang sempat mencetak hit penjualan karena dicetak ulang lebih dari satu kali adalah Seri Tanya Jawab Anak Muslim (ada 4 judul yang dicetak lebih dari 20.000 eksemplar), Menggagas Buku, Menginstall Nyali, Magnet Muhammad saw., Menjadi Usahawan Sehebat Muhammad saw. (diterbitkan di Malaysia dan cetak ulang 2 kali). Selain itu, saya memang pernah membantu penulisan buku best seller nasional terjual lebih dari 130.000 eksemplar yaitu buku Aa Gym Apa Adanya: Sebuah Qolbugrafi serta pasangannya terjual lebih dari 50.000 eksemplar, Jagalah Hati. Namun, dua buku ini mengandung faktor Aa Gym sebagai tokoh terpopuler saat itu sehingga jauh-jauh hari sudah dapat diperdiksi akan best seller.

Walaupun demikian, saya tidak menafikan bahwa best seller adalah sebuah usaha (effort) yang dilakukan bersama-sama oleh penulis dan penerbit serta dibantu faktor eksternal pembaca (komunitas), klub buku, serta tentunya media. Sebuah buku yang diniatkan best seller dapat didesain jauh-jauh hari dengan melakukan riset kebutuhan atau keinginan yang terjadi pada masyarakat (tren dan kecenderungan). Terkadang di sini intuisi, baik itu penulis maupun penerbit berperan penting.

Intinya kita memang tidak boleh terlalu enteng mengklaim sebuah buku atau seorang penulis itu berhak menyandang label best seller dan best selling author. Di sebuah negeri antah berantah bahkan terjadi sesuatu yang lebih naif lagi. Seorang penulis mengadakan training penulisan buku-buku best seller atau menulis buku bagaimana membuat buku best seller, padahal dirinya sendiri tidak pernah menghasilkan buku best seller dalam pengertian sebenarnya–hanya berupa klaim yang tidak dibuktikan dengan angka-angka.

***

Catatan ini memberi impresi bahwa best seller itu adalah sebuah usaha dan jalan panjang. Bagi penerbit apabila Anda menjadi penulis buku-buku laris (bukan sangat laris/best seller) sudahlah cukup menempatkan diri Anda sangat istimewa. Artinya, Anda dapat menyumbang pendapatan pada penerbit minus sisa stock akhir tahun (terjual normal 3.000-5.000 eksemplar) setahun. Maka jadilah penulis yang insaf dan penerbit yang juga insaf–best seller harus menjadi salah satu goal dalam hidup yang dicapai dengan perencanaan matang.

27 thoughts on “Entengnya Bilang Best Seller”

  1. Akhirnya mendarat dengan manis di blog manis ini. Cocok sekali namanya manistebu, seperti tebu yang mengandung saripati yang manis dan berkalori tinggi 🙂

    Saya mau komentar apa ya? *garuk-garuk*
    Yang jelas, membaca artikel ini membuat saya berpikir lagi bahwa dunia penerbitan buku itu dunia yang cukup keras ya, apalagi dengan minat baca rakyat Indonesia yang masih rendah. Sebuah buku pasti memerlukan effort yang luar biasa untuk menjadi best seller.
    Tapi yang pasti tetap menjanjikan bagi mereka yang serius mendalaminya. Buktinya, banyak penulis yang menjadi terkenal dan kaya dengan menulis buku.

  2. Klaim ‘best seller’ pada akhirnya kembali ke soal niat. Ada yang membajak istilah ini untuk memasarkan bukunya, bahkan dengan menggandeng MURI.

    Buku ‘best seller’ kalau saya amati, itu manifestasi dari kejujuran dan kerja keras serta nir-motif terkenal. Rendah hati untuk menuju puncak tampaknya jauh lebih krusial ketimbang mengikuti training menulis buku best seller, ya Pak Bambang.

  3. Muhammad Jaban Nur

    Menarik,
    Saya menyimpulkan, untuk menulis buku yang best seller, tidak perlu direncanakan, akan tetapi akan terwujud ketika, buku itu kita keluarkan, intinya taat aturan dan perjanjian.

    1. Direncanakan harus dengan mempertimbangkan banyak hal, termasuk pembaca sasaran. Tetap ada ikhtiar untuk mengeset sebuah buku menjadi laris. Salam. 🙂

  4. Pingback: Bukan Sekadar Best Seller | Manistebu

  5. Terlepas dari akal-mengakali, buku sangat laris sedikit banyak berpulang pada keikhlasan dan kejujuran penulisnya. Memang banyak faktor, seperti yang diutarakan Pak Bambang, namun saya memandang tidak melulu aspek “rupiah” yang menjadi patokannya. Umumnya begitu, iya, benar, tetapi faktor “berkah” akan jauh lebih langgeng di hati penulis. Ingat, “berkah” tidak identik dengan “dakwah” yang menuju penerbit buku Islam, semoga tidak ada yang salah paham. Tak ayal lagi, manfaat bersifat universal, jadi buku biasa pun selama tidak nyeleneh isinya dan berdaya guna bagi bangsa pasti mendapat “berkah”. Aspek ilahiah mungkin perlu dimasukkan, mengingat sikut-menyikut dan tipu-menipu dalam klaim BEST SELLER ada, dan ini fakta.

    1. Data yang mana, ya? Kalau tentang best seller, Anda dapat membaca Publisher Weekly. Saya juga menggunakan buku Publishing for Profit karya Thomas Woll; Self-Publishing Manual karya Dan Poynter dan lain-lain.

  6. Terima kasih Pak Bambang atas artikelnya. Saya ingin jadi Penulis yang berkah agar kelak buku saya sebagai ladang amal kelak diakhirat. Aamiin

    1. Amin … bagus saja. Semua penulis umumnya mengharapkan keberkahan dari setiap tulisannya. Namun, kita juga akan sia-sia menulis jika tidak ada yang mau membacanya. Jadi, amal yang tersebar berkorelasi terhadap seberapa besar pengaruh buku terhadap pembacanya. Pengaruh juga semakin baik jika dapat meluas.

Leave a Reply to Joshua Partogi Cancel Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.