Mengapa Saya Tidak Bisa Kaya dari Royalti? (#3)

Masih berlanjut soal royalti.

Coba kita perhatikan tabel royalti berikut ini.

Persentase

Harga Buku

Oplag

Royalti

10%

30.000

3.000

Rp9.000.000

10%

40.000

3.000

Rp12.000.000

10%

50.000

3.000

Rp15.000.000

 

Faktor yang memengaruhi besar royalti:

  • Persentase yaitu negosiasi perlu Anda lakukan mulai 7, 8, 9, 10%. Ada penerbit yang memberlakukan royalti progresif. Royalti Anda akan bertambah 1% jika memasuki cetakan kedua, dan seterusnya sampai ke angka 10% atau 12%.
  • Harga jual buku yaitu makin tinggi harga, tentu nilai royalti makin besar. Namun, harganya harus mempertimbangkan daya beli pembaca sasaran dan harga kompetitor. Tidak masalah jika pembaca lebih melihat sisi benefit dibandingkan fisik bukunya. Begitupun dengan kompetitor dapat Anda imbangi dengan menghadirkan diferensiasi serta added value yang tentunya dapat dibicarakan dengan penerbit.
  • Oplag yaitu jika penerbit mencetak untuk cetakan pertama 3.000 atau kurang, berarti penerbit memang konservatif atau berhati-hati dengan pemasaran buku Anda. Namun, jika penerbit berani mencetak cetakan I 5.000 eksemplar atau lebih, berarti mereka optimis dengan buku Anda. Besarnya royalti sangat bergantung pada oplag buku dan nantinya tentu tingkat keterjualan buku.

Faktor akhir yang sangat memengaruhi besarnya royalti yang diterima:

  • Integritas dan profesionalitas penerbit dalam arti penerbit benar-benar jujur membayarkan atau melaporkan hasil penjualan sehingga penulis benar-benar menerima royalti seperti yang terjadi sesungguhnya.
  • Strategi pemasaran optimal dalam arti penerbit benar-benar mengoptimalkan pemasaran buku tanpa adanya diskriminasi dengan buku lain secara proporsional, sesuai dengan target penerbit, meliputi promosi dan penjualan. Kecepatan juga berpengaruh di sini. Buku yang sudah siap cetak, tetapi baru terdistribusikan dua bulan kemudian tentu akan sangat merugikan penulis yang menerima royalti secara flat dalam waktu tertentu.
  • Proaktifnya penulis dalam arti penulis ikut membantu memasarkan buku, baik itu dalam hal berpromosi di media sosial ataupun internet, maupun ikut melakukan penjualan langsung.
  • Distribusi buku dalam arti pendistribusian buku tepat waktu dan persebaran buku (spreading) juga tepat sasaran. Jangan sampai sebuah buku masuk ke toko buku yang tidak tepat ataupun masuk ke daerah yang masyarakatnya sudah dipastikan tidak tertarik dengan buku tersebut. Terkadang ada bagian pemasaran penerbit yang mengejar target spreading (penyebaran) dengan melakukan ‘penjualan kamuflase’ yaitu seolah-olah buku terjual, padahal cuma selling in dengan sistem titip jual (konsinyasi) di beberapa toko buku. Pada waktunya karena dibiarkan, buku itu akan diretur besar-besaran. Dalam hal ini juga sangat berpengaruh faktor kontrol yang dilakukan tim pemasaran terhadap persebaran buku, seperti kontrol display buku, kontrol stok, dan sebagainya. Pada kenyataannya ada buku yang sudah terjual di sebuah toko, tetapi setahun lebih tidak ditagih-tagih sehingga pada ujungnya merugikan penerbit sendiri dan penulis.

Kasus-kasus royalti tidak terbayar, terlambat, ataupun nilainya sangat kecil (tidak seperti yang dibayangkan penulis) dapat terjadi bukan melulu soal integritas penerbit, melainkan juga soal teknis di bagian marketing maupun bagian keuangan. Tim marketing akan sangat berhubungan dengan tim keuangan penerbit. Merekalah yang banyak tahu tentang bagaimana pergerakan sebuah buku. Namun, umumnya penulis akan bertanya soal royalti kepada editor—sosok yang paling dikenalnya di penerbit. Adapun editor terkadang tidak dapat mengakses data penjualan, apalagi data keuangan. Nah, dalam kasus ini sering menyangkut hal teknis pelaporan yang lamban, data yang tidak akurat, kesalahan input besaran royalti atau nama penulis, kesalahan input data sesuai dengan MOU (ada kemungkinan penulis mendapat pembayaran lagi meskipun sudah menerima DP), dan berbagai kasus teknis lainnya.

Karena itu, memang disarankan jika penerbit belum siap menjalankan sistem royalti, sebaiknya tidak usah memaksakan diri karena akan berakibat fatal dalam hubungan dengan penulis. Pada zaman media sosial seperti ini, memang penulis sudah saling ‘berkicau’ soal penerbit yang menurut mereka pantas masuk ‘daftar hitam’—walaupun penerbit juga punya alasan untuk menempatkan beberapa penulis ke dalam ‘daftar hitam’ milik mereka.

Demikianlah perihal royalti yang saya bagi dalam tiga tulisan ini saking panjangnya kalau mau dibahas–malah mungkin bisa diseminarkan sehari penuh. Intinya, semua hal terkait royalti sangat kompleks yang melibatkan faktor penerbit, termasuk penulis sendiri. Semoga Anda kemudian tahu mengapa Anda tidak bisa kaya dari royalti buku.

 

©2012 oleh Bambang Trim

Komporis Buku Indonesia

 

 

6 thoughts on “Mengapa Saya Tidak Bisa Kaya dari Royalti? (#3)”

  1. rumit dan memberatkan penulis ya, pak? ini yg menyebabkan saya tulis, print dan jual sendiri buku saya 🙂

    trims, sudah berbagi kerumitan menjadi penerbit.

  2. Wow, terimakasih untuk tulisannya pak, saya membaca dari part 1 hingga selesai. Bisa tau banyak tentang seluk beluk proses penerbitan.

    Saat ini saya juga menerbitkan eBook dan buku cetak secara self publish di blog sendiri, mendengar pemaparan dari bapak, kayaknya penghasilan dari blog (iklan) lebih menjanjikan daripada jadi penulis, dengan asumsi buku hanya sekali terbit (3000 buku).

    Namun saya juga ingin mencoba mengajukan ke penerbit, lebih karena ingin mengekspresikan diri… :).

    1. Ya, banyak celah lain dalam menulis yang bisa menghasilkan uang, tidak melulu terfokus pada royalti penerbit. Bagaimanapun saya juga masih menerbitkan buku via penerbit sebagai media eksistensi sehingga karya kita lebih dikenal luas. Tapi kini saya menulis buku dengan sangat selektif.

  3. Pingback: Untukmu - BNGPY: OBROLAN RINGAN DALAM BENTUK TULISAN

Leave a Reply to Untukmu - BNGPY: OBROLAN RINGAN DALAM BENTUK TULISAN Cancel Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.