Definisi Buku

Ada satu perkembangan menarik satu dasawarsa setelah milenium baru ini dalam dunia buku yaitu munculnya penerbit buku elektronik. Biasanya penerbitan buku elektronik merupakan ekspansi usaha dari penerbitan buku tradisional (paper book) yang dijalankan penerbit mapan. Namun, akses informasi yang semakin mudah serta teknologi yang semakin maju membuat beberapa orang pun berpikiran membuka usaha penerbitan buku elektronik atau buku digital ini tanpa memulainya dari penerbitan buku kertas.

Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) yang berdiri sejak 1950 ini pun mendapatkan pertanyaan: bisakah sebuah penerbit buku elektronik menjadi anggota? Di sinilah kemudian mengemuka soal definisi apa itu buku.

Pada banyak insitusi di Indonesia, termasuk Ikapi hampir semua menggunakan definisi Unesco pada tahun 1964 sebagai berikut.

Definisi Unesco: A book is a non-periodical printed publication of at least 49 pages, exclusive of the cover pages, published in the country and made available to the public. (Buku adalah publikasi tercetak tidak berkala dengan ketebalan lebih dari 49 halaman, memiliki kover  yang khas, diterbitkan suatu negara dan tersedia untuk publik. Sumber: Recommendation concerning the International Standardization of Statistics Relating to Book Production and Periodicals, 19 November 1964). Belakangan Unesco menambahkan satu syarat lagi yaitu dicetak sekurang-kurangnya 50 eksemplar serta disebarkan kepada publik.

Definisi lebih sederhana lagi ditetapkan US Postal Service: buku adalah publikasi berjilid memiliki 24 atau lebih halaman, setidaknya 22 di antaranya dicetak dan mengandung bahan bacaan utama, dengan iklan terbatas hanya untuk promosi buku. Definisinya lebih ringkas dalam soal halaman dan menyatakan boleh ada iklan, tetapi iklan tentang buku juga.

Nah, di dalam draft RUU Sistem Perbukuan yang saya baca sempat didefinisikan seperti ini: “Buku adalah karya tulis dan/atau karya gambar yang dihimpun, berkulit, dan diterbitkan secara tidak berkala, yang berbentuk cetakan dan/atau virtual.” Kata virtual tersebut tampaknya mengacu pada penerbitan buku elektronik.

Ada yang tidak terakomodasi dalam definisi Unesco yang dibuat sekitar 48 tahun lalu itu bahwa buku-buku anak yang berhalaman kadang kurang dari 49 halaman malah tidak bisa disebut buku. Buku anak umumnya berhalaman 24 atau 32 halaman (buku selalu kelipatan 8 dan 16), terutama buku anak bergambar (picture book). Jadi, definisi yang ditetapkan US Postal Service tampaknya lebih akomodatif dengan hanya 24 halaman atau lebih.

Saya kemudian mengusulkan definisi buku yang lebih fleksibel kepada Ikapi: Buku adalah publikasi tidak berkala dalam bentuk tercetak dan terjilid atau dalam bentuk elektronik, memiliki kover, dengan ketebalan isi 24 halaman atau lebih, diproduksi sekurang-kurangnya sebanyak 100 eksemplar dan disebarkan kepada publik.

Definisi baru ini setidaknya meluaskan bentuk buku yang juga mencakup buku elektronik, kemudian juga menetapkan bahwa buku anak pun termasuk ke dalam jenis buku meskipun hanya berhalaman 24 atau kurang dari 49 halaman. Selain itu, adanya syarat untuk dicetak sekurang-kurangnya 100 eksemplar saat ini dapat terpenuhi dengan sistem cetak print-on-demand (POD) serta ada dorongan untuk memublikasikannya secara terbatas ataupun secara luas.[]

2 thoughts on “Definisi Buku”

  1. Dan hasilnya usul itu diterima nggak, pak? Entah kenapa saya pesimis dan berpikir bahwa kemungkinan IKAPI nggak akan tanggap dengan definisi yang inovatif itu. Yah, karakter perusahaan pemerintah, biasaaaa… 🙁

Leave a Reply to Wahyu Awaludin Cancel Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.