Bagaimana Mendapatkan ISBN

ISBN masih menjadi pertanyaan penting ketika saya memberikan materi tentang penulisan buku akademis. Para akademisi selalu menanyakan bagaimana mengurus ISBN dan apakah ISBN itu dapat digunakan berkali-kali. Karena itu, tampaknya perlu juga saya sampaikan kembali perihal ISBN dalam tulisan berikut ini.

IMG_20140615_161808

Di kalangan akademisi, karya buku menjadi sesuatu yang didamba karena menghasilkan angka kredit kenaikan pangkat sangat tinggi–terutama mereka yang berstatus PNS. Namun, tidak sembarang buku bisa diterbitkan dan memperoleh angka kredit. Buku itu haruslah memenuhi standar anatomi buku, mengandung konten text matter lebih dari 49 halaman (standar Unesco), dan buku diterbitkan secara resmi. Resminya buku terbit ditandai dengan adanya ISBN atau International Standar Book Number. Bahkan, kemudian ada persyaratan tambahan harus diterbitkan penerbit anggota Ikapi.

ISBN kini menjadi sesuatu yang tidak mudah diperoleh manakala Perpusnas memberlakukan aturan ketat bagi pengajuan ISBN. Jika dahulu para self-publisher alias penerbit mandiri bisa dengan mudah memperoleh nomor ISBN tanpa harus berbadan hukum/berbadan usaha, kini mereka harus melengkapi persyaratan utama, yaitu berbadan hukum atau berbadan usaha resmi yang menunjukkan mereka memang serius menerbitkan buku.

Mungkin Perpusnas gerah dengan banyak tudingan kala itu bahwa ISBN berbau bisnis karena berbayar, padahal dari negeri pusatnya (Jerman), ISBN dikeluarkan secara gratis. Karena itu, ISBN pun digratiskan untuk mendapatkannya, tetapi syarat diperketat.

Di sisi lain, memang terjadi fenomena ISBN itu kemudian dibisniskan lagi oleh penerbit-penerbit kepada para penulis, terutama akademisi yang kepepet harus menulis buku–ada yang dihargai Rp500 ribu satu ISBN. Bahkan, bukan penerbit yang punya, melainkan pencetak (percetakan). Orang Indonesia pada umumnya tidak dapat membedakan penerbit dan pencetak. Jadi, siapa yang mencetak di sana maka mendapat gratis nomor ISBN.

Fenomena lain seperti sebuah info yang saya terima beberapa waktu lalu bahwa kerap penerbitan universitas (university press) juga menjadi lembaga “pemberi ISBN” kepada para dosen yang membutuhkan. Hal yang aneh bahwa setelah ISBN didapat, penulis malah mengelola dan mencetaknya sendiri dengan nama penerbit lain. Jadi, hanya meminjam ISBN-nya dan lebih fatal mengganti nama penerbitnya.

Ini memang tindakan orang yang tidak paham buku, termasuk untuk apa ISBN itu. ISBN adalah nomor khas penerbitan yang mencirikan dari negara mana buku itu berasal dan dari penerbit mana secara khas. Jadi, tentulah nomor ISBN tidak dapat dialihkan dari penerbit satu ke penerbit yang lain. ISBN pun tidak ada sangkut pautnya dengan kualitas buku. Itu hanya nomor standar untuk mempermudah arus distribusi buku antarnegara.

Jadi, yang bisa mendapatkan nomor ISBN adalah penerbit atau lembaga nonpenerbit yang beraktivitas juga menerbitkan buku–bukan perseorangan. Penerbit dan lembaga ini harus menjadi anggota ISBN Internasional dan mengikuti prosedur bagaimana sebuah ISBN dapat diajukan. Kini, pemberian nomor ISBN telah dilakukan secara daring ‘online‘ oleh Perpusnas sehingga hanya memerlukan hitungan jam saja untuk mendapatkannya. Anda bisa membuka tautan berikut: http://isbn.pnri.go.id/

ISBN

Ya, sekali lagi, mari kita letakkan ISBN pada fungsi sebenarnya yaitu sebagai deretan angka dan kode batang yang berfungsi membantu distribusi buku secara komputerisasi. ISBN tidak ada hubungannya dengan kualitas karya buku tersebut.

4 thoughts on “Bagaimana Mendapatkan ISBN”

  1. mari kita letakkan ISBN pada fungsi sebenarnya yaitu sebagai deretan angka dan kode batang yang berfungsi membantu distribusi buku secara komputerisasi.

    jadi kesimpulannya, ISBN hanyalah sebaris kode dalam bentuk barcode, sama seperti barcode dlm produk2 di mal/supermarket. Betul begitu, pak Bambang?

    Oiya, untuk penerbit baru yg ingin mendaftar, apakah bisa juga lewat daring/online? Jika benar, sangat membantu sekali. Terima kasih.

    1. Ya betul. Penerbit baru bisa mendaftar via online dengan mempersiapkan fotokopi akta perusahaan, formulir pendaftaran yang sudah diisi, termasuk juga halaman-halaman prelims buku.

  2. Oiya. Selain mempermudah distribusi/administrasi buku secara komputerisasi, ISBN ternyata juga punya efek samping. Buku jadi terlihat lebih keren, profesional. Mudah diterima di jaringan buku besar/nasional. Buku tanpa ISBN serasa kurang lengkap. Bagaimana menurut pak Bambang?

    1. Ya memang kode batang (barcode) sudah menyatu dalam keseharian kita. Sebenarnya, penerbit juga bisa membuat kode semacam itu seperti yang dilakukan Gramedia. Gramedia menggunakan kode batang internal untuk buku-bukunya.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.