Mengapa Orang Terkenal dan Belum Terkenal Menulis Buku

Manistebu.com | Saat meluncur ide untuk menuliskan esai ini setelah membaca buku terbaru Arif Rahman (Creator.INC) yang saya habiskan sepanjang tiga jam perjalanan kereta Jakarta-Bandung, tiba-tiba yang terlintas adalah sosok Ajip Rosidi dan Nani Widjaja. Dua orang itu adalah sosok pesohor di negeri ini dan pernikahan mereka dalam berita memang sedikit menghebohkan. Cinta tak mengenal usia.

Sosok Ajip Rosidi mewakili sosok populer di dunia sastra dan perbukuan, sedangkan Nani Widjaja mewakili sosok populer di dunia akting. Kedua-duanya adalah maestro di bidang industri kreatif. Yang pertama sudah menulis begitu banyak buku dan yang kedua belum menulis buku (setelah saya googling belum ada informasi). Tapi, karena sudah bersatu dalam cinta, boleh jadi yang pertama akan menulis buku untuk atau tentang yang kedua. Cinta diungkapkan ke dalam buku.

Orang-orang terkenal pada puncak kariernya akan menemukan pertanyaan: Apa setelah ini? Sebuah buku kerap menjadi jawaban di ujung pertanyaan itu. Bukulah yang menjadi perekam atas apa yang mereka perjuangkan dan lakukan dengan perantara kekuatan kata-kata. Orang yang telah mengenal mereka akan semakin memahami mereka melalui buku dan memaklumi bagaimana mereka memperjuangkan kebahagiaan dalam karier atau kehidupannya secara tidak mudah.

Orang-orang yang “belum terkenal” juga sangat berminat menulis buku atau berusaha untuk menulis buku karena buku menjadi jalan bagi mereka untuk dikenal. Namun, tidak semua orang yang belum terkenal menulis buku karena semata ingin populer. Ya contohnya seperti saya ini–meskipun kemudian saya jadi terkenal juga, paling tidak di kalangan orang-orang perbukuan. Hahaha.

Buku itu budaya yang sudah tua seiring dengan ditemukannya tulisan dan media untuk menulis yaitu kertas. Sejak Gutenberg menemukan mesin cetak, buku kemudian dapat diproduksi secara massal. Buku bahkan telah menjadi gengsi berabad-abad sebagai lambang intelektualitas dan kejayaan suatu masa. Para raja zaman dahulu umumnya merekrut para penulis untuk menghasilkan buku-buku, baik tentang ilmu pengetahuan maupun tentang sejarah, terutama sejarah para raja itu yang baik-baik.

Orang terkenal maupun orang belum terkenal sama-sama merasa harus menulis buku karena buku meniscayakan sosok dan segala perjuangan dan pemikiran mereka mencuat ke permukaan serta tetap hidup sepanjang masa. Jadi, salah satu pilihan hidup yang penting bagi seorang manusia adalah apakah ia menulis buku atau tidak menulis buku.

Ketika Orang Terkenal Menulis Buku

Tentulah banyak yang menjadi pertimbangan orang terkenal menulis buku, terutama ketika ia ingin menancapkan eksistensi keterkenalannya. Namun, ada juga karena desakan banyak orang yang ingin mengetahui kisah suksesnya. Para pelatih ataupun motivator sangat berkepentingan dengan penulisan buku karena sangatlah berbeda antara pelatih/motivator yang sudah menulis buku dan yang tidak menulis buku.

Begitupun dari kalangan pengusaha atau profesional, buku itu seperti kartu nama supercanggih bagi mereka. Jika kartu nama itu diklik, muncul berbagai informasi tentang mereka. Itu mungkin kartu nama era kecerdasan buatan; saya kira kelak memang seperti itu. Untuk sekarang, sebuah buku sudah cukup menjadi media supercanggih demi membedah sosok populer di masyarakat.

Kalangan pesohor lain seperti artis telah juga paham tren menulis buku ini. Boleh jadi buku itu berbuah kontroversi sehingga makin melambungkan sosok mereka atau mengejutkan publik seperti terjadi pada autobiografi Krisdayanti ataupun Arnold Schwarzenegger.

Dari kalangan akademisi ada ungkapan terkenal Publish or perish dan All scientists are the same; until one of them writes a book. Pendidik yang tidak menulis buku tentu kalah keren dan kalah angka kredit daripada mereka yang sudah menulis buku.

Ketika Orang Belum Terkenal Menulis Buku

Memang tidak ada larangan menulis buku itu harus terkenal dulu. Justru sebaliknya, jika mau terkenal, ya menulis buku. Kasus orang malah terkenal gara-gara menulis buku sudah banyak terjadi. Karena itu, banyak sekali orang yang beum terkenal ingin menulis buku.

Penerbit pun tidak kaku seperti dulu: Kalau Anda tidak terkenal, ya jangan coba-coba menulis buku. Memangnya Anda siapa? Itu dulu. Sekarang penerbit lebih melihat konten dan kebutuhan pasar. Memang sih latar belakang penulis tetap jadi pertimbangan, tetapi bukan keterkenalannya.

Buku akhirnya bagi orang belum terkenal ibarat skate board yaitu untuk meluncur dan meloncat dengan kecepatan tinggi. Masalahnya memang tidak semua orang belum terkenal ataupun orang terkenal mau dan mampu menulis buku. Di situlah yang namanya ghost writer atau co-writer bakal diperlukan.

Boleh juga cara tradisional bahwa orang yang belum mampu menulis buku harus berlatih menulis buku dahulu. Jika ada renjana (passion), pasti mampu. Apalagi momentum kemajuan teknologi saat ini sangat membantu banyak orang untuk menulis buku.

***

Informasi dari gerbong kereta ekonomi AC menyadarkan saya untuk bergegas dan berkemas, lalu turun di Stasiun Cimahi. Buku Creator.INC membantu lecutan ide saya untuk mengembangkan beberapa impian di industri kreatif perbukuan.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.