Ketika menulis catatan ini, intro lagu lawas You All I Need dari kelompok White Lion mengalun. Lagu yang sempat menjadi favorit masa-masa kuliah. Lagu yang dimulai dengan syair: I know that she’s waiting….
Sebuah lagu dapat menstimulus gagasan. Maka saya tuliskan catatan dengan judul: “saya tahu mereka menunggu”… bukan ‘dia’ karena kini saya sudah berkeluarga–dalam keluarga kecil dan keluarga besar sebuah perusahaan. Mereka yang menunggu saya adalah anak dan istri; ayah-ibu. Mereka menunggu saya setiap kali berangkat kerja dan dalam beberapa bulan ini mulai pulang lewat dari jam 7 malam. Mereka menunggu hari-hari libur bersama saya. Mereka menunggu harapan-harapan mereka tentang hidup dapat ditunaikan oleh saya.
Ayah-ibu yang saya panggil sejak kecil dengan sebutan papa-mama, juga menunggu buah kesuksesannya mendidik saya. Mereka menunggu terus kesuksesan saya dari setiap tahun yang beranjak. Mereka menunggu pula berita sukses cucunya (sehat, cerdas, dan berakhlak).
Kita semua sedang menunggu. Menunggu di sebuah stasiun dengan putaran waktu dan masalah. Kita menunggu untuk menuju dunia akhirat yang kekal. Karena menunggu, sebenarnya kita punya harapan bertemu.
Saya tahu mereka menunggu dengan harap. Karena itu, saya tidak ingin menistakan diri tanpa karya bermakna. Saya tahu mereka menunggu dengan antusias, terutama si kecil yang selalu berbinar. Karena itu, saya tidak ingin mencampakkan diri dalam maksiat dan mencederai janji. Saya tahu mereka menunggu….
***
Lagu kedua masuk intro salah satu karya D’Masiv yang saya anggap terbaik: Jangan Menyerah. Dalam beberapa hari ini saya melakukan konseling dengan para staf/karyawan penerbitan untuk memulihkan semangat, antusias, dan juga harapan mereka. Saya tahu mereka juga sedang menunggu… menunggu untuk mendapatkan kesempatan maju dan berkarya.
Saya pun sedang menunggu… menunggu sebuah masa untuk mengoptimalkan semua usaha. Saya menunggu buku-buku saya selanjutnya terbit…. Saya menunggu kembali kesempatan berbagi kepada siapa pun. Saya menunggu seorang atau lebih beberapa orang murid untuk dikader menjadi penulis dan editor hebat. Saya menantikan kesempatan itu.
Apa yang penting dalam menunggu? Sebuah noktah kesabaran. Saya harus menitipkan kesabaran kepada mereka yang menunggu. Saatnya pasti tiba… jangan menyerah. Sabar aktif tetap bergerak dalam kemenungguan.
***
Intro ketiga dimulai dengan lagu Beyonce: If I were a Boy. Lagu yang mengingatkan tentang perasaan. Menunggu paling tidak kita bermain-main dengan perasaan dan dalam permainan perasaan, sangat mungkin ada yang terluka meski kadang bukan disengaja.
Untuk semua yang terluka: maka saya menghaturkan maaf…. Saya tahu kalian menunggu.
Terima kasih untuk sabar menunggu dan luka yang menjadi ujian saya untuk segera diobati. 🙂
***
Lagu keempat ditutup dengan intro: Kau Datang dari Trie Utami (Krakatau). Petikan gitar Donny Suhendra, cabikan bass Pra B Dharma, tingkahan keyboard Dwiki Darmawan dan Indra Lesmana, serta hentakan drum Gilang Ramadhan. Itulah harapan dari sesuatu yang ditunggu: KAU DATANG.
Saya tahu mereka menunggu. Jangan main-main dengan mereka yang menunggu, Mbang. Astaghfirullah, subhanallah, alhamdulillah.
:catatan refleksi
Bambang Trim

Bambang Trim adalah Pendiri Penulis Pro Indonesia (Penprin). Ia telah berpengalaman 30 tahun di dunia penulisan-penerbitan serta telah menulis lebih dari 250 buku (1994–2023). Ia tercatat sebagai perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia. Kini, ia menjadi Ketua Umum Perkumpulan Penulis dan Editor Profesional periode 2022–2026. Bambang Trim aktif di Pusat Perbukuan, Kemendikbudristek sebagai narasumber dan anggota Komite Penilaian Buku Teks.