Tulisan ini adalah cuplikan kecil dari subbab buku saya berjudul “Taktis Menulis dan Menerbitkan Buku” yang insya Allah terbit pada pertengahan 2010. Tulisan ini menyambung note saya sebelumnya yang mendapat respons banyak teman. Semoga bermanfaat….
Dalam buku How to Start and Run a Writing and Editing Business karya Herman Holtz terdapat sebuah pernyataan yang menghunjam dari seorang Samuel Johnson (pemikir dan penulis yang hidup pada abad ke-18): “Tak seorang pun, selain si bebal, menulis kecuali demi uang.” Dr. Johnson seolah mencerca bahwa hanya orang bebal sajalah yang menulis karena alasan-alasan yang bukan uang. Dr. Johnson juga seolah memvonis bahwa pekerjaan menulis itu sama sekali tidak menarik kecuali karena dorongan finansial. Sebaliknya, bisa jadi kalimat-kalimat tadi dilontarkan sebagai penyemangat agar orang mau menulis karena saat itu memang kehidupan para penulis tidak begitu baik. Atau mungkin juga sebuah ramalan tentang masa depan para penulis yang tidak akan begitu baik jika mereka tidak berusaha mendorong semuanya karena uang.
Ungkapan Samuel Johnson relevan untuk dikemukakan kembali karena pada abad ke-21 ini pun masih banyak orang meragukan profesi penulis sebagai profesi yang mapan. Namun, pada kenyataannya benefit menulis tidaklah selalu diukur dengan uang. Imbalan lain seperti terkereknya nama, reputasi yang diakui, angka kredit poin untuk kenaikan pangkat, atau kepuasan menolong orang membuat perihal imbalan kurang adil secara finansial tidak terlalu dipusingkan. Walaupun demikian, tidak sedikit saya mendengar keluhan banyak penulis soal royalti yang terlalu minim dibandingkan dengan usaha yang mereka keluarkan untuk menulis.
Herman Holtz menyebutkan dalam bukunya (hlm. xii): “Sejak lama, tulis-menulis telah mendapat stempel sebagai profesi berbayaran rendah untuk kebanyakan penulis yang belum ‘mapan’.” Di luar negeri seperti Amerika atau Eropa mungkin sudah terdapat survey akurat untuk masa kini bagaimana kerja penulisan bisa dijadikan sandaran hidup, termasuk kerja menulis buku. Namun, di Indonesia kita tidak bisa mendapatkan data pasti, termasuk juga minimnya riset di dunia perbukuan Indonesia sehingga kita pun tidak mengetahui pasti berapa sebenarnya pertumbuhan minat baca di kalangan masyarakat Indonesia dan bacaan-bacaan seperti apa yang mereka butuhkan. Apa yang terekam adalah sebuah fenomena. Berikut saya sampaikan beberapa fenomena tersebut.
1. Para penulis pemula terus tumbuh dan para penulis buku baru juga makin meramaikan pasar buku di Indonesia.
2. Para penulis beberapa meng-klaim dirinya sebagai penulis profesional atau editor profesional paruh waktu meskipun sebenarnya mereka tidak memahami benar maksud profesionalitas dan tidak menguasai benar secara keilmuan bidang tulis-menulis serta editologi.
3. Para penulis mayoritas bekerja pada pagi hari dan sebagiannya pada malam hari serta umumnya menulis pada waktu senggang. Artinya, banyak yang menulis setelah bergulat dengan kerja harian (sebagai karyawan) dengan waktu sisa.
4. Para penulis tidak memahami benar-benar Undang-Undang Hak Cipta atau implementasi Hak-Hak Kekayaaan Intelektual sehingga kerap gamang dalam berhubungan dengan penerbit atau klien soal hak cipta.
5. Para penulis yang meng-klaim diri profesional justru terkadang tidak bisa menetapkan tarif yang standar terhadap jasa mereka sehingga kerap mereka dibayar di bawah standar pasar penulisan yang berlaku.
Saya sendiri saat ini masih terlibat dalam kegiatan bisnis penerbitan buku sebagai profesional yang dibayar bulanan. Artinya, saya belum bisa mendedikasikan diri sebagai penulis penuh waktu (full time) karena mulai pukul 9.00 hingga 17.00 harus bekerja di kantor untuk mengelola perusahaan. Untuk itu, saya telah menetapkan diri bisa pensiun sebagai pekerja kantoran pada usia di atas 40 tahun dan selanjutnya mendedikasikan diri sepenuhnya sebagai penulis penuh waktu.
Dalam memanfaatkan waktu sisa dan waktu-waktu yang lowong dari pekerjaan kantor, saya masih bisa mengatur pekerjaan menulis pesanan. Artinya, sebagian hidup saya memang ditopang dari kerja penulisan dan umumnya adalah penulisan buku. Seperti juga Herman Holtz, saya ingin menunjukkan kepada Anda bahwa sebenarnya untuk masa kini pekerjaan menulis bukanlah omong kosong untuk mendapatkan keuntungan finansial. Bahkan, Tung Desem Waringin jelas-jelas mengakui bahwa royalti dari menulis buku adalah bukti nyata passive income. Lalu, menulis buku juga bisa menghasilkan faktor kali (faktor kebebasan finansial yang selalu didengung-dengungkan Tung Desem), misalnya mendapatkan panggilan untuk mengisi training/seminar/lokakarya, menjadi konsultan, atau menjadi pengisi kolom tetap di media massa cetak.
Faktor kali ini pun sudah saya dapatkan. Training dan konsultasi pernah saya jalankan untuk mendapatkan imbalan finansial yang sangat layak.
Lalu, apakah mesti di otak seorang penulis melulu soal uang dan uang? Tidak demikian karena tetap ada idealisme sebagai pagar penjaga. Soal uang dikemukakan di sini untuk memberi tahu Anda bahwa pekerjaan menulis benar-benar bisa menjadi money magnet bagi orang-orang yang berdedikasi penuh untuk itu—bukan setengah-setengah seperti yang ditengarai Herman Holtz. Idealisme tidak harus dikebiri karena uang sebab tujuan utama adalah profesionalitas yang menyatukan antara idealisme dan keuntungan finansial hingga kemudian profesi penulis pun bisa mewujudkan kebebasan finansial.
Menulis buku adalah salah satu jalan penulisan yang bisa Anda tempuh untuk mengungkapkan idealisme Anda, aktualisasi diri, dan meraih keuntungan finansial. Namun, dari kata dan kemampuan ‘menulis’ terdapat banyak jalan untuk meraih ketiga hal tadi. Boleh jadi Anda bercita-cita menciptakan sebuah buku how to yang mega best seller atau novel superlaris seperti Laskar Pelangi. Hal itu mungkin berhasil dan bisa jadi memerlukan waktu bertahun-tahun. Dalam masa meraih impian menulis buku inilah Anda pun bisa menggunakan kemampuan menulis untuk kepentingan bisnis atau komersial. Anda kemungkinan atau pasti akhirnya akan menemukan apa yang disebut KEPUASAN KREATIF untuk menceburkan diri di dalam industri kreatif.
Jadi, kesimpulannya dalam buku ini, saya hendak menggedorkan kesadaran Anda bahwa sukses dalam dunia penulisan selain MENULIS BUKU bisa diiringi dengan MENULIS UNTUK BISNIS. Karena itu, saya begitu suka dengan ungkapan Dan Poynter di dalam newsletter-nya: “Writing is not a job; it’s a business!”
:catatan kreativitas Bambang Trim

Bambang Trim adalah Pendiri Penulis Pro Indonesia (Penprin). Ia telah berpengalaman 30 tahun di dunia penulisan-penerbitan serta telah menulis lebih dari 250 buku (1994–2023). Ia tercatat sebagai perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia. Kini, ia menjadi Ketua Umum Perkumpulan Penulis dan Editor Profesional periode 2022–2026. Bambang Trim aktif di Pusat Perbukuan, Kemendikbudristek sebagai narasumber dan anggota Komite Penilaian Buku Teks.