Apa yang Anda pikirkan tentang cara berbisnis orang Tionghoa? Sungguh menarik untuk ditiru jika Anda berada di jalur bisnis. Bahkan, saya sendiri terpengaruh banyak soal cara bisnis etnis ini karena dari TK-SD saya habiskan dalam kelas-kelas bersama teman-teman yang Tionghoa di SD F. Tandean, Tebingtinggi Deli. Hampir semua teman saya itu, bapak atau orangtuanya adalah pemilik bisnis.
Pengalaman itu membawa saya pada sebuah studi perbandingan kecil-kecilan sehingga pada 1997, saya sempat membuat feature tentang perbandingan ‘pedagang pribumi’ dan ‘pedagang Tionghoa’. Tulisan tersebut dimuat di Tabloid “Peluang”. Lalu, pada buku saya yang terakhir Kids on Business, soal belajar bisnis dari etnis Tionghoa ini saya munculkan kembali.
Beberapa tahun lalu, saya pun sempat berkenalan di Kuala Lumpur dengan seorang Tionghoa Muslim warganegara Malaysia, Ann Wan Seng, yang sempat menulis buku Rahasia Bisnis Orang Cina (diterjemahkan dalam versi Indonesia oleh Penerbit Hikmah). Bersama beliau saya sempat bertukar pikiran.
Lalu, terakhir saya diberi kesempatan Pak Jo (Johanes Ariffin Wijaya) untuk memberi testimoni bukunya yang berjudul Rahasia Kaya dan Sukses Pebisnis Tionghoa. Rasanya seperti memutar kembali film masa SD dan juga beberapa kali berinteraksi dengan Pebisnis Tionghoa. Dan baru kemarin saya menemukan kejadian yang pas untuk menulis note ini.
***
Singgah sejenak di Braga City Walk untuk makan siang, saya bersama istri dan anak saya, Valya, lalu masuk ke dalam mall yang tidak terlalu besar itu. Sebelum eskalator, ada penjual aneka sandal anak serta dewasa. Kami menghampiri dan terpikir untuk membelikan sandal karet yang praktis serta murah meriah untuk anak kami.
“Berapa harganya, Mbak?” tanya istri saya sambil membawa sepasang sandal karet berwarna hijau.
“Yang itu Rp20.0000!”
Rupanya putri kami ingin sandal berwarna pink dengan corak lain. Maka kami ambil dan coba pakaikan pada kakinya: Pas!
“Yang ini saja, Mbak!” ujar istri saya.
“Oh, kalau yang itu harganya beda, Bu,” timpal sang penjual.
“Berapa Mbak?”
“Yang itu Rp25.000!”
“Lho, kenapa beda? Kan sama saja, hanya beda warna.”
“Gak tahu ya, Bu. Dari sananya memang begitu.”
Hehehe, mbak penjual sepatu itu memang orang pribumi. Saya tersenyum kecut: berbeda harga, tapi tak tahu mengapa. Ya itu dia bedanya dengan orang Tionghoa. Orang Tionghoa jika ditanya spesifikasi sebuah produk akan menjelaskan panjang lebar, lengkap dengan kelebihan atau kelemahan sebuah produk. Perbedaan harga tentu juga menunjukkan perbedaan kualitas ataupun kuantitas (banyak atau ukuran besar-kecil). Namun, sang pelayan tadi dengan enteng mengucap ia tidak tahu dan itu dari sononya emang begitu. Weleh-weleh….
Ini saya sebut model bisnis ‘gak tahu’, sekadar menjualkan barang. Ada pembeli ya syukur, gak ada ya tunggu aja. Kalau ada pembeli yang terlalu ‘rewel’ bertanya, lebih baik pasang wajah jutek agar mereka ‘tahu sopan santun’ sedikit dalam bertanya. Hehehe.
Barang-barang produk Tionghoa (China) makin membanjir di mall-mall ataupun pasar tradisional. Sebagian besar dari penjualnya memang tidak tahu apakah barang tersebut berkualitas baik, mengandung bahaya, ataupun punya kelebihan dan kekurangan. Kita hanya menjadi perantara jual dan yang digjaya menggelontorkannya memang bangsa China dengan segala daya tarik yang diusungnya, seperti bentuk, harga murah, maupun produk kreatif yang tidak terpikir oleh kita.
Lha, makanya penting sekali membaca buku Pak Jo tadi. Saya masih menunggu kirimannya untuk dapat menuliskan resensi lengkap. Buku terbitan Penerbit Andi ini konon sudah tersebar di banyak toko dan mari kita coba buat berbagai perbandingan antara ‘bisnis gak tahu’ dan ‘bisnis banyak tahu’, lalu jangan sampai pula kita mempraktikkan ‘bisnis sok tahu’.
Selamat berakhir pekan.

Bambang Trim adalah Pendiri Penulis Pro Indonesia (Penprin). Ia telah berpengalaman 30 tahun di dunia penulisan-penerbitan serta telah menulis lebih dari 250 buku (1994–2023). Ia tercatat sebagai perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia. Kini, ia menjadi Ketua Umum Perkumpulan Penulis dan Editor Profesional periode 2022–2026. Bambang Trim aktif di Pusat Perbukuan, Kemendikbudristek sebagai narasumber dan anggota Komite Penilaian Buku Teks.
Luar biasa pak, salam antusias pak.
Salam antusias pangkat 3, Pak! 🙂
terimakasih,atas informasi anda