Manistebu.com | Saya ingat program training penulisan beberapa tahun lalu yang saya gagas dengan tajuk H16H. Dalam dua hari, saya “memaksa” peserta training penulisan buku untuk dapat menghasilkan draf buku setebal hanya 16 halaman (H16) dengan pelatihan intensif 16 jam (dua hari). Hasilnya 90% peserta dapat didorong, distimulus, dan “dipaksa” menulis buku. Metode ini terus saya kembangkan kemudian menjadi H24H, terutama dalam penulisan buku anak.
Secara teori menulis buku tampak sulit. Namun, saya menemukan metode matriks untuk mengurai gagasan penulisan, memperhatikan beberapa aspek, serta memperhitungkan anatomi buku. Alhasil, menulis buku dapat dilakukan dengan taktis.
Baru liburan kemarin kembali saya memanfaatkan keterampilan matriks ini untuk menggagas sekaligus menulis 2 judul buku anak. Seorang teman datang hari Kamis sebelumnya bercerita hendak mendirikan penerbit. Ia membutuhkan naskah-naskah buku anak ekonomis dengan proyeksi setebal 24 halaman. Naskah yang diinginkan kategori fiksi. Saya dapat menangkap keinginannya.
Jumat saat Idul Adha dimulai stimulus ide dengan merenung, membaca, berjalan melihat-lihat pemotongan hewan kurban, wisata dengan anak-istri, hingga diperoleh beberapa ide penulisan. Sabtu adalah saat eksekusi atau penulis biasanya menyebut proses kreatif put idea down on paper. Hingga saya seperti mengalami ‘trance‘ saat menulis–alias tidak dapat diberhentikan.
Pagi hari lebih kurang tiga jam setelah sebelumnya mematrikskan gagasan, saya dapat menyelesaikan satu naskah cerita anak berlatar kerajaan dan keajaiban seorang princess. Naskahnya cuma 24 halaman dengan format picture book. Karena itu, saya harus mengendalikan beberapa alur dengan minimalisasi pendeskripsian setting karena akan terbantu oleh gambar dan stimulus imajinasi anak.
Malam hari saya lanjutkan menulis naskah kedua bersetting masih kerajaan dan suasana kota serta rimba. Naskah kedua beralur agak rumit hingga memerlukan alokasi 36 halaman. Sambil menulis saya pun membayangkan desain ilustrasi yang akan dibuat untuk menghidupkan cerita.
Dua naskah ini untuk anak prasekolah dan SD kelas rendah. Utamanya mengarah pada pembaca sasaran anak wanita karena menceritakan dunia putri-putri. Ahad pagi, saya mulai mengedit naskah-naskah sekali jadi tersebut untuk memperbaiki alur, penokohan/perwatakan, juga bahasa yang kurang pas untuk anak-anak. Dua hari memang cukup untuk berproses kreatif menulis buku anak.
Bagaimana saya menuliskan cerita-cerita itu? Saya mengutip apa yang dikatakan Tom Clancy: “Saya menulis seperti Anda membacanya!” Artinya, saya dan Tom Clancy tidak pernah tahu pada awalnya bagaimana jalan cerita atau akhir cerita. Semua mengalir begitu saja mengikuti benak yang terbuka, lalu imajinasi yang mengembara. Syaratnya, saya harus melarut dalam cerita–memang mustahil bisa dapat dihentikan dengan gangguan-gangguan karena akan membuyarkan lamunan.
Beberapa kali princess kecil saya yang baru berusia jalan lima tahun, Valya, memasuki ruang kerja saya. Ia selalu tahu kalau saya sedang serius bekerja menulis. Dengan lucunya berkali-kali ia bertanya: “Papa lagi buat cerita princess untuk aku?” Lalu, masuk lagi: “Sudah jadi ceritanya, Pa?” Pertanyaan-pertanyaan kecilnya bukan gangguan bagi saya, malah mendorong penataan alur dan penyelesaian cerita dengan gemilang (dalam versi saya).
Buku anak adalah lahan prospektif untuk berkembang ke depan. Memasuki satu dasawarsa milenium ini, anak-anak makin tumbuh dengan kecerdasan mencengangkan dan keinginan serta kebutuhan yang tidak terbayangkan sama sekali. Memang kemudian di kepala kita bersinar begitu banyak lampu ide asal kita mau melarutkan diri atau menceburi kehidupan anak dengan lebih saksama. Buku-buku akan menjadi “makanan: mereka. Tokoh-tokoh cerita akan menjadi “kenangan” mereka ataupun wahana untuk mengidentifikasi diri.
Tim Disney mengetahui hal ini sejak berpuluh-puluh tahun lalu sehingga membentuk Divisi Imagineering. Mereka terus menciptakan tokoh identifikasi bagi anak dan terus mengembangkan cerita tokoh-tokoh tersebut. Alih-alih sebagai sarana pendidikan dan hiburan, mereka menciptakannya sebagai bisnis yang menguntungkan.
Anak-anak itu memang takkan pernah berhenti mencari apa yang mereka senangi di mana pun dan kapan pun. Ketika di sebuah restoran mereka melihat buku dengan tampilan sekali tebak bahwa itu adalah buku anak-anak, mereka pasti menghampiri. Kadang-kadang naluri mereka begitu kuat mengenali apa pun yang dibuatkan untuk mereka.
Karena itu, peran penulis buku anak-anak menjadi sangat penting dan dibutuhkan sampai kapan pun. Para penulis buku itu adalah sahabat sesungguhnya bagi anak-anak untuk menghibur dan mendidik mereka lewat cerita, banyolan, edukasi berselimut hiburan, dan fantasi masa depan. Tidak dapat dikesampingkan juga peran ilustrator buku anak yang selalu menjadi mitra penulis untuk menghidupkan cerita (di luar negeri jamak terjadi seorang ilustrator adalah sekaligus penulis buku anak).
Hanya 24 halaman; saya menulis seperti Anda membacanya. Sebuah misteri penulisan yang harus Anda gali sendiri dan latihkan dengan tiga hal: love, passion, and skill. Semoga Anda berjaya!

Bambang Trim adalah Pendiri Penulis Pro Indonesia (Penprin). Ia telah berpengalaman 30 tahun di dunia penulisan-penerbitan serta telah menulis lebih dari 250 buku (1994–2023). Ia tercatat sebagai perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia. Kini, ia menjadi Ketua Umum Perkumpulan Penulis dan Editor Profesional periode 2022–2026. Bambang Trim aktif di Pusat Perbukuan, Kemendikbudristek sebagai narasumber dan anggota Komite Penilaian Buku Teks.