Apa yang kerap Anda lakukan sebelum tidur? Saya amati putri saya. Karena ada televisi di dalam kamar, terkadang ia minta diputarkan film kesukaannya sebelum tidur. Kadang dia memboyong spidol ataupun crayon dan mulai mewarnai sebelum tidur. Kadang ia mengambil bolpoin yang suka saya letakkan di atas meja, lalu diam-diam masuk ke ruang kerja untuk mengambil beberapa lembar kertas HVS–mulailah dia menggambar sebelum tidur. Kali lain ia minta didongengkan oleh istri saya hingga terbetik tawa manakala ia mulai mengoreksi plot cerita kalau-kalau kita salah berkisah. Anak saya sedang menginstall imajinasi sebelum masuk ke alam lelap maka saya dan istri mesti berhati-hati dengan segala sesuatu yang masuk di otaknya dalam kondisi alpha dan theta.
Saya sendiri dengan kebiasaan mengundang kantuk adalah membawa beberapa buku ke kasur. Saya pilih buku yang menarik untuk menstimulus otak saya, biasanya buku yang baru dibeli dan belum terjamah. Inilah ‘kekuatan’ yang perlu saya bagikan bagaimana masa-masa mendapatkan gelombang alpha–daya kerja otak pada gelombang pada 9-13 Hz dalam keadaan rileks.
Buku-buku itu menjadi stimulus penjentik ilham, bahkan pembangun imajinasi (seperti halnya novel Ayat-Ayat Cinta sebagai novel pembangun jiwa, :)) Hebatnya, kalau ternyata memori baca itu terbawa pada gelombang delta (1-3 Hz) hingga ke alam mimpi–kadang-kadang menjadi gagasan cerdas pada pagi hari.
Sebelum tidur petuah orangtua kita dahulu adalah cuci kaki dan cuci tangan, jangan lupa gosok gigi. Amanat membersihkan diri agar tiada kuman bersimaharajalela manakala kita dalam gelombang kesadaran rendah dan istirahat panjang. Lalu, orang-orangtua kita pun melantunkan lagu ‘nina bobo’ yang legendaris itu atau membacakan dongeng sebelum tidur. Lagu dan kisah itu cukup efektif dibenamkan pada gelombang alpha hingga masuk menjadi mimpi indah bagi anak-anak atau menimbulkan satu kesan yang tersimpan di alam bawah sadar. Dongeng yang baik membuat mereka menjadi baik; dongeng yang keliru membuat mereka juga menjadi pribadi yang keliru kelak.
Kembali soal membaca dan menulis sebelum tidur–membawa buku-buku atau notebook ke atas kasur, benarkah begitu powerful untuk mengundang ilham? Sepertinya memang begitu mengingat banyak hal yang saya cari jawabannya lewat bacaan dan menulis sebelum tidur. Maka saya akan memilih betul bacaan yang dibawa ke atas kasur, semacam “Outliers” dan “Blink” karya Malcolm Gladwell atau buku-buku lain yang benar-benar mengundang rasa ingin tahu saya.
Ada kalanya saya kerjakan editing naskah juga di atas kasur. Buku menarik karya Syamsuddin Haesy bertajuk “Indigostar” saya tuntaskan editing akhirnya sebelum tidur. Pun buku tebal “Api Sejarah” karya Mansur Suryanegara saya pelototi sebelum naik cetak menjelang tidur. Terkadang dari aktivitas ini saya mendapatkan ‘mata baru’ yang kerap saya sebut ilham untuk mengembangkan buku tersebut atau buku-buku lainnya. Selain buku, saya juga membawa majalah ataupun katalog buku dari penerbit lain (dalam dan luar negeri) untuk menstimulus gagasan baru.
He-he-he saya hendak meniru Thomas Alva Edison, si penemu legendaris yang kerap mengapit kaleng pada kedua lututnya. Manakala kaleng jatuh karena beliau masuk kondisi delta maka denting kaleng membangunkannya dan terjadilah sebuah ide penciptaan. Buku-buku yang saya baca ibarat kaleng yang saya jepit, kemudian lama-lama bacaan itu mengundang kantuk, lalu saya pun tertidur dengan mimpi asyik: pengembangan content dan context buku tersebut! Makanya selepas shalat subuh, buru-buru komputer dinyalakan untuk menuliskan ide-ide yang terekam dalam benak selepas tidur. Hasilnya bisa ajaib, lebih dari sepuluh ide penulisan dapat terdata.
Ini kekuatan ‘sebelum tidur’ dan dapat lebih optimal manakala dilakukan tidak terlalu larut dan tidak pula diikuti kelelahan yang sangat. Jika sepertiga malam terbangun, kaum Muslim punya kesempatan memasuki zona tetha, meditasi lewat tahajud berada dalam kondisi luar biasa tenteram mengadu kepada Tuhan. Kalau yang ini kita sebut “The Power of Bangun Malam”.
:catatan kreativitas Bambang Trim

Bambang Trim adalah Pendiri Penulis Pro Indonesia (Penprin). Ia telah berpengalaman 30 tahun di dunia penulisan-penerbitan serta telah menulis lebih dari 250 buku (1994–2023). Ia tercatat sebagai perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia. Kini, ia menjadi Ketua Umum Perkumpulan Penulis dan Editor Profesional periode 2022–2026. Bambang Trim aktif di Pusat Perbukuan, Kemendikbudristek sebagai narasumber dan anggota Komite Penilaian Buku Teks.
Tulisan yang menggugah semangat… Terima kasih…
Saya juga kerap menulis tengah malam sebelum tidur.
Suatu trobosan yang sangat amazing dan super
terima kasih… seringkali menulis menemukan titik jemu, berharap tulisan ini membantu besar
Terima kasih, tetap semangat.