Tulisan ini merupakan satu subbab dari buku BTMB (Buka Tabir Menulis & Menerbitkan Buku) yang segera terbit tulisan dari BT (Bambang Trim).
Anda pernah membaca buku yang sangat populer tentang penulisan buku dan ditulis oleh ahlinya dengan judul Mengarang itu Gampang? Ya, itu karya Arswendo Atmowiloto yang mendobrak pikiran pesimis tentang sulitnya mengarang. Karya serupa juga ditulis oleh Eka Budianta dengan judul Menggebrak Dunia Mengarang. Pertanyaannya: Benarkah mengarang itu gampang?
Potensi mengarang memang ada pada setiap orang dengan menggunakan imajinasi atau daya khayal sekaligus juga menggunakan pengalaman sebagai bahan baku karangan. Potensi ini bisa berkembang dengan stimulus-stimulus tertentu. Tidak percaya? Bayangkan jikalau Anda terlambat masuk sekolah, kuliah, ataupun kantor. Anda akan menghadapi pertanyaan dari guru, dosen, atau atasan mengapa bisa terlambat. Dalam perjalanan, pikiran Anda distimulus oleh rasa takut untuk menyusun sebuah kerangka karangan berupa alasan keterlambatan. Anda akan tenang kalau keterlambatan memang didukung fakta yang logis dan bisa diterima. Namun, Anda tidak akan tenang manakala keterlambatan justru didukung fakta yang memberatkan misalnya bangun kesiangan. Secara sigap kita bisa mengarang-ngarang cerita keterlambatan.
Demikianlah mengarang itu memang gampang. Akan tetapi, coba saja karangan dalam benak Anda itu diubah ke dalam bentuk tulisan. Bagaimana, Anda bisa segera menuliskannya? Karena itu, saya beranggapan menulis itu taktis, bukan gampang, apalagi menulis buku.
Mari kita jejaki mengapa ada yang berpandangan bahwa menulis itu gampang. Mungkin karena penulisnya menggunakan jurus ‘dewa mabuk’ sehingga tidak terlalu sadar dengan apa yang ditulis, baik ide, metode, maupun pengemasannya. Terkadang dengan berbagai metode, seorang penulis yang kadang dengan ‘jam terbang’ rendah dalam menulis dapat mengatakan bahwa menulis itu memang mudah. Tentu sah-sah saja pemikiran demikian sesuai dengan konteks tulisan yang disusun dan mungkin sang penulis memang tidak menemukan jalan berliku yang berarti—sekali menulis, bukunya langsung berjodoh diterbitkan.
Saya boleh dikatakan sudah lama menulis buku yaitu sejak 1994 berupa buku pelajaran pesanan dari seorang agen penerbit seperti yang saya paparkan sebelumnya. Jadi, kalau Anda membaca buku ini pada awal 2010, relatif saya sudah menulis sejak 15 tahun lalu saat usia 22 tahun. Kemudian, di penerbit tempat saya bekerja tahun 1997, saya pun mulai menulis beberapa buku anak spiritual. Akhirnya, sebuah proses panjang saya lalui untuk bisa menulis buku yang dengan kriteria standar dan harapan diminati banyak orang.
Alhamdulillah, kini saya telah menulis lebih dari 100 judul buku. Saya tidak bisa menyebutkan angka spesifik karena dokumentasi yang boleh dibilang tidak rapi. Beberapa portofolio tulisan saya dalam bentuk artikel maupun buku ada yang hilang dan kadang-kadang perlu diingat-ingat kembali.
Nah, ada satu yang saya ingat ketika tejadi euforia reformasi, saya sempat menyusun buku yang didokumentasikan dari berbagai liputan media massa. Saya belajar banyak tentang hal ini dari Idi Subandy Ibrahim–spesialis menulis buku atau menyunting buku dengan cara republishing article. Buku yang saya buat berjudul Para Tokoh di Balik Reformasi: Lokomotif itu Bernama Amien Rais dan Para Tokoh di Balik Reformasi: Merintis Jalan Kritis. Ketika menulis buku ini, saya membaca ratusan artikel dan liputan media, berbagai buku politik dan biografi–sebuah kerja panjang yang melelahkan untuk buku hanya seukuran saku. Buku ini ternyata lumayan laku dan sempat saya jejaki di Google ternyata dikoleksi oleh sebuah perpustakaan di Australia.
Sewaktu kali pertama mendirikan MQ Publishing, saya langsung ngebut dengan gagasan optimalisasi personal brand Aa Gym. Jadilah kemudian buku Aa Gym Apa Adanya: Sebuah Qolbugrafi ( judul Aa Gym Apa Adanya langsung dari Aa Gym dan anak judul Sebuah Qolbugrafi saya yang menyematkannya). Ketika itu, mulailah saya merancang sebuah biografi praktis yang diilhami dari biografi Muhammad Ali. Jadilah kemudian buku tersebut menyodok pasar dengan angka penjualan lebih dari 120 ribu eksemplar sejak kali pertama diterbitkan. Buku ini pun diikuti dengan dua buku lain, yaitu Jagalah Hati: Step by Step Manajemen Qolbu dan Welcome to DT.
Saya memang tidak pernah mengatakan hal sebenarnya bahwa buku Jagalah Hati hampir murni digagas dan ditulis seratus persen oleh saya ditambah gagasan Aa Gym yang sempat tersebar di beberapa buku. Saya coba merancang MQ sebagai sebuah sistem yang bisa dikomunikasikan secara langkah demi langkah. Alhasil, buku tersebut pun laku keras, terutama karena digunakan sebagai buku wajib pelatihan MQ.
Dari pengalaman tersebut saya tidak pernah menemukan kegampangan. Justru yang terjadi bagaimana kita dituntut taktis mengolah ide yang sudah terkail dari samudera gagasan. Gampang itu tidak bisa dilatihkan karena cenderung menjadi sebuah keberuntungan. Namun, taktis itu bisa dilatihkan dan ada metodenya.
Jikalau hendak melatih kemampuan menulis, ingatlah hal-hal taktis. Menulis tidak gampang karena kalau gampang, banyak sebenarnya orang bisa menulis dalam sekali tepuk. Menulis perlu berpikir taktis. Apa yang saya lalui selama tiga tahun ataupun lima belas tahun, tidak perlu Anda lalui pula. Anda tinggal menyerap pengalaman menulis saya atau orang lain sehingga terdapat short-cut (jalan pintas) untuk Anda lalui. Apa yang penting adalah berpikir taktis bagaimana keterampilan menulis bisa dikuasai.
Karena itu, saya pun membuat kerangka taktis menulis yaitu prewriting-writing (drafting & revising)-postwriting (editing & publishing). Dalam menulis buku saya buat kerangka taktis H24H (hanya 24 halaman) sehingga Anda bisa cepat menguasai dan paham; bukan gampang menulis dan selamanya justru tidak bisa menulis.
Tahap awal yang saya pentingkan adalah taktis dalam menstimulus gagasan karena gagasanlah yang menjadi titik tolak kita menulis. Lalu, taktis dalam memetakan gagasan dengan mengambil contoh metode mind mapping dari Tony Buzan. Saya juga mengadopsi teknik hypnotic writing-nya Joe Vitalae sehingga jadilah Anda menstimulus gagasan dengan menggunakan 5 panca indera + intuisi sebagai indera keenam.
Pelatihan menulis hanya sebuah wahana atau kendaraan. Kendaraan tanpa BBM tidak akan melaju. Karena itu, Anda perlu motivasi dari dalam diri dan orang lain sehingga bisa menjadi BBM. Tujuan dan niat menjadi oli (pelumas) yang melancarkan pergerakan mesin gagasan. Akan semakin jelas ketika kendaraan Anda dilengkapi dengan global positioning system (GPS) untuk menunjukkan arah. GPS ini saya berikan dalam bentuk akses dan peta penerbitan buku di Indonesia. Dengan pengalaman mendirikan beberapa penerbit, pernah mendirikan self-publishing, dan juga mengonsultani beberapa penerbit, saya insya Allah bisa berbagi kepada Anda tentang isi perut penerbit tanpa mengira-ngira.
Terakhir, kalau kita berkendaraan dan ingin sukses, kuasai rambu-rambu dan belajarlah pada ahlinya. Adalah penting mendapatkan informasi yang benar soal seluk-beluk penulisan buku karena Anda berharap buku Anda berada pada jalan yang benar bukan sekadar terbit. Rambu-rambu yang penting Anda ketahui adalah sistem akuisisi naskah di penerbit, soal hak cipta atau hak kekayaan intelektual, pengemasan dan produksi buku, serta juga perjanjian penerbitan. Jangan sampai Anda mendapat informasi keliru mengenai penerbit, editor, ataupun agen naskah (literary agent) karena dunia buku memang seolah tersamar.
Jadi, jangan terlalu senang dengan yang gampang. Carilah yang taktis dan praktis agar Anda bisa menemukan jalan pintas untuk menulis. Semoga sukses!

Bambang Trim adalah Pendiri Penulis Pro Indonesia (Penprin). Ia telah berpengalaman 30 tahun di dunia penulisan-penerbitan serta telah menulis lebih dari 250 buku (1994–2023). Ia tercatat sebagai perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia. Kini, ia menjadi Ketua Umum Perkumpulan Penulis dan Editor Profesional periode 2022–2026. Bambang Trim aktif di Pusat Perbukuan, Kemendikbudristek sebagai narasumber dan anggota Komite Penilaian Buku Teks.
wah.. tiada hari tanpa menulis kalau berkunjung ke manistebu nih… hidup taktis dan praktis menulis…
Beginilah kalau tulisan yang didasari oleh pengalaman, lebih berasa gitu. Terimakasih mas, tulisan ini jadi menyemangati saya untuk menulis lebih rajin lagi nih. 🙂
Terima kasih kembali, semoga semakin bergiat menulis dan memublikasikannya. 🙂