Ada yang menyebut ‘membaca dan menulis’ seperti dua sahabat karib yang tidak dapat dipisahkan. Seorang penulis yang baik dapat dipastikan juga seorang pembaca yang baik. Sebaliknya, seorang pembaca yang baik berpotensi menjadi penulis yang baik asalkan punya semangat dan ketekunan berlatih.
Nah, ada satu kata kerja lain yang malah menjadi sejoli atau kekasih dari menulis yaitu menyunting. Soal ini mengemuka dalam training “Integrated Editing” pada 14 Mei lalu di Wisma Hijau yang diselenggarakan IKAPI DKI. Daya editing seorang penyunting atau editor mencapai puncaknya manakala ia dapat menulis, mengenali aneka ragam/laras tulisan, dan tentunya mencintai dunia tulis-menulis sampai pada aliran darahnya. Daya menulis seorang penulis juga semakin luar biasa manakala ia mampu melakukan self-editing (penyuntingan mandiri) pada setiap akhir menyelesaikan tulisannya sebelum diterbitkan.
Menulis dan menyunting adalah dua sejoli yang seperti senyawa. Memang pada ujungnya ada ketimpangan manakala sang penulis tak memahami sama sekali editing atau bagaimana editor bekerja. Pun akan sangat kontras perdebatan manakala seorang penyunting pun tak mengetahui bagaimana asal muasal sebuah tulisan berwujud. Mereka akhirnya dihadapkan pada posisi harus mengedepankan saling pengertian. Karena itu, saya mengutip sebuah ungkapan editor senior di luar negeri mendukung cara editor untuk menjalin hubungan semipribadi dengan para penulis. Saling pengertian akan terwujud dengan menggunakan otak kanan; kedewasaan emosi untuk saling mengerti posisi masing-masing.
Menyunting itu memang kata kerja, tetapi juga berfungsi sebagai tools untuk mendeteksi berbagai kesalahan dan kelemahan, lalu berfungsi untuk memperbaiki. Kecepatan dan keakuratan menjadi tuntutan pekerjaan menyunting saat ini. Karena itu, tidak pelak seorang editor maupun penulis yang hendak mempratikkan editing atau penyuntingan secara optimal harus menggunakan segenap potensinya, seperti wawasan, kecerdasan mengoneksi dengan sumber-sumber referensi, kelenturan berbahasa, dan juga pengetahuan dalam bidang spesifik.
Dalam buku saya Taktis Menyunting Buku, persoalan editing ini memang hampir dibongkar habis. Rasa cinta itu yang saya ungkapkan seperti dua sejoli yaitu antara menulis dan menyunting–keduanya tidak terpisahkan. Kalau salah satunya saja yang ditonjolkan, yang lain akan menjadi pincang dan hampa.
Karena itu, jika ingin menjadi penulis berdaya, pelajari bagaimana menyunting tulisan. Jika ingin menjadi editor berdaya, latihlah diri menjadi penulis yang baik atau malah menjurus pada andal. Kedua-duanya adalah keterampilan yang mutlak dapat dikuasai oleh siapa pun dengan catatan punya kecintaan sekaligus hasrat/minat untuk menancapkan eksistensi di dunia penerbitan–apa pun itu apakah dunia penerbitan buku, media massa, maupun penerbitan elektronik.
***
Cara Taktis Menjadi Penulis Plus Penyunting Andal?
Lewat Trim Communication dan Politeknik Media Kreatif, saya berencana menggelar Creative Writing and Editing Training pada 1-2 Juli 2010 bertempat di Kampus Politeknik Media Kreatif, Jl. Srengseng Sawah, Jakarta. Karena ruang terbatas dan demi efektivitas pelatihan, peserta dibatasi hingga 35 orang. Info lengkap pendaftaran dan biaya segera kami sampaikan pada awal Juni 2010.
Training ini lebih gamblang mengungkap teknik mechanical editing, substantive editing, dan piktorial editing sekaligus berbagai teknik penulisan kreatif. Fokus pada penulisan nonfiksi (buku), artikel, feature, dan ilmiah populer.

Bambang Trim adalah Pendiri Penulis Pro Indonesia (Penprin). Ia telah berpengalaman 30 tahun di dunia penulisan-penerbitan serta telah menulis lebih dari 250 buku (1994–2023). Ia tercatat sebagai perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia. Kini, ia menjadi Ketua Umum Perkumpulan Penulis dan Editor Profesional periode 2022–2026. Bambang Trim aktif di Pusat Perbukuan, Kemendikbudristek sebagai narasumber dan anggota Komite Penilaian Buku Teks.
Mas, kalau di Surabaya, di mana saya bisa membeli buku “Taktis Menyunting Buku” ini? Thanks.