Dinamika “Kolam Susu” Perbukuan

“Bukan lautan, hanya kolam susu; kail dan jala cukup menghidupimu….”–lantunan tak terlupakan dari Koes Plus mengomentari betapa kayanya negeri ini hingga: “… tongkat kayu dan batu jadi tanaman….”

Negeri ini pun kaya dengan gagasan dan kreativitas meski hanya pada ‘kolam susu’ dunia penerbitan buku. Kolam yang belum berubah menjadi lautan karena masih kecilnya konsumsi buku di negeri ini–minat baca naik, tetapi daya beli tak kuat. Namun, kolam susu ini sudah sangat menghidupi para penggiatnya yang tetap konsisten: penulis, editor, desainer, pemasar buku, ilustrator, percetakan, dan juga penerbit. Inilah yang disebut-sebut industri kreatif penerbitan buku dengan lahan garapan tampaknya baru sebatas ‘kolam susu’, tetapi bergerak dinamis.

Saya mengalami dinamika ini sepanjang Juni 2010 hingga awal Juli 2010. Sebelum milad saya tanggal 29 Juni, sekelompok mahasiswa dari Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Aceh mengundang saya untuk memberi training seharian soal menulis buku. Training dikuti seratusan mahasiswa dan dosen serta berlangsung penuh semangat meski saya sendiri hampir kehilangan energi. Dari sana saya dapat menangkap semangat menulis dan menerbitkan buku dari luar Jawa.

Hari berikutnya tanggal 29 Juni, saya didaulat mempresentasikan hasil penelitian dan pengkajian terhadap standar kompetensi penerbitan. Bersama Zalzulifa sesama peneliti dan dosen di PoliMedia, lalu ada senior perbukuan Pak Frans M. Parera dan beberapa tokoh lain, saya membuka wacana perlunya standar kompetensi menjadi standar profesi hingga membuka program pendidikan tinggi perbukuan setingkat S1 dan S2. Industri kreatif dunia penerbitan dan perbukuan harus dihidupkan oleh orang-orang yang punya kapabilitas dan kredibilitas secara akademik maupun pengalaman. Dan ini perlu diwujudkan segera agar kita punya ‘taring’ minimal di Asia Tenggara.

Pada awal Juli tanggal 5, saya pun menerima undangan dari mahasiswa PNJ prodi penerbitan untuk mengisi acara di arena Pesta Buku Jakarta, Senayan. Saya harus bicara sendiri dengan tajuk Dunia Penerbitan untuk Mahasiswa. Tajuknya memang terlalu luas dan sedikit membingungkan. Namun, berbekal presentasi awal soal standar kompetensi, saya pun bicara soal masa depan industri buku ini kepada para mahasiswa. Di deretan pengunjung tampak Ibu Kartini Nurdin dari IKAPI Pusat, Pak Fauzi dari PNJ dan Bu Ade, serta seorang senior perbukuan juga, Bang Mula Harahap.

Setengah jam sebelumnya, saya sempat mampir ke ESQ Center. Tokoh ESQ, Bapak Ary Ginanjar, berkenan mengundang saya untuk lagi-lagi bicara soal penerbitan buku. Arga Publishing punya potensi dikembangkan, termasuk gagasan dari Pak Ary sendiri serta para alumni ESQ. Saya mengamini potensi ini dan betapa pengalaman dahulu mengoptimalkan brand MQ yang diusung Aa Gym sangat efektif melalui penerbitan buku.

Penerbitan buku tidak bisa dipandang sebelah mata sebagai sekadar lini bisnis, tetapi juga sebenarnya memiliki kekuatan luar biasa untuk menguatkan personal branding (brand as a person) dan brand image. Buku punya kekuatan intelektualitas dan mempengaruhi tanpa terbatas ruang serta waktu. Karena itu, buku dan sang tokoh sendiri tidak dapat dipisahkan karena ibarat senyawa yang membawa dampak iqra (membaca) menembus masa.

Saya memang senang ‘bermain-main’ dengan tantangan di ‘kolam susu’ perbukuan ini. Jika melihat beberapa tokoh melejit dan mengusung sebuah konsep, pikiran saya langsung tertuju apa yang bisa dikreasikan dari pemikiran tokoh tersebut ke dalam buku–bagaimana content dan context buku itu bisa dikembangkan (development editing) sehingga benar-benar powerful digunakan untuk berdakwah ataupun mengajarkan sesuatu.

Bagi saya mengarungi ‘kolam susu’ perbukuan tetaplah dengan semangat jihad di jalan pena. Mungkin riak gelombangnya terasa kecil dan kolam susu itu tidak memperlihatkan kebeningan masa depan; namun sekecil apa pun riak itu tetap dapat berubah menjadi gelombang raksasa yang tumpah ke mana-mana. Sekeruh apa pun sebuah kolam, orang takkan bisa menerka kedalaman makna yang terkandung. Ini memang baru ‘kolam susu’ perbukuan, belum berubah menjadi ‘lautan’ perbukuan.

***

Dalam jihad di jalan pena, saya menikmati dinamika mencipta atau berproses kreatif mengusung tema-tema, baik content maupun context baru dalam dunia perbukuan. Saya pun senang mengamati perilaku pasar perbukuan nasional meskipun saya bukan orang yang ahli untuk itu. Namun, dinamika ini menarik ibarat magnet.

Kemarin di arena Pesta Buku Jakarta yang tampak lengang, saya tak sempat menikmati ‘kolam susu’ tersebut. Bersama anak istri, saya hanya sempat masuk ke booth Salamadani dan berbincang sejenak dengan teman-teman di sana. Lalu, saya masuk ke ruang lain mengitari beberapa booth. Seperti yang sudah ditengarai, banyak sekali judul buku, beberapanya mengambil konsep Me Too: Kaya Judul, Miskin Gagasan. Belum ada terobosan pada 2010 yang berarti, pasar buku sedang turun. Pameran buku pun kalah kekuatan magnetnya dibandingkan Sirkus dan PRJ.

Tapi ini benar-benar ‘kolam susu’ yang masih berpotensi menjadi lautan. Meskipun terlihat suasana lengang, tetap ada harapan perubahan karena kita cukup bersiap dengan jala atau kail. Kita masih bisa hidup dengan dinamika ‘kolam susu’ perbukuan dengan pasar yang masih terus tumbuh dan kreativitas yang naik turun, tetapi konsisten bertumbuh dan berkembang.

Semoga ‘kail dan jala’ perbukuan cukup menghidupimu para penggiat perbukuan dengan dinamika yang tak pernah mati. Selamat memasuki bulan Ramadhan (keberkahan untuk penerbit Islam) dan menjelang September-Oktober, masa-masa menyusun business plan dan marketing plan perbukuan.

:catatan kreativitas Bambang Trim

Praktisi Perbukuan Indonesia

CEO Dixigraf Publishing Service 022-5206640

http://www.dixigraf.com

4 thoughts on “Dinamika “Kolam Susu” Perbukuan”

  1. mas Bambang, aku ada 10 tema “ceruk pasar” yang belum dilirik orang. Buku ini bisa jadi rujukan guru (pengawal) proses Industrialisasi Berbasis SMK. kasihan guru2, mereka spt telor kura-kura yang menetas tapi segera jadi makanan predator karena tak dikawal, padahal ini proyek yang membutuhkan recorporate culture, termasuk guru-gurunya.
    kalau Jenengan minat, judul2 itu kusimpan di blog ku bursaNASKAHBUKU.blogspot.com. Wassalam wrwb

  2. oya, buku ini dah selesai sekitar 50 persen. Menulis butuh totalitas, paling tidak begitu tipeku. Akibatnya dapurku asapnya menipis. aku butuh mitra yang mau mengheadging pembiayaan penulisannya. Jenengan banyak mitra kan. Syukur kalau mitra ini juga punya “bahan” pengalaman lapangan mengajar dan obsesi yang sama, saya bersedia menjadikannya sebagai penulis pertama atau kedua. yang penting aku tidak “jual pikiran” seperti kata sampean. Nek wong Yogya luwih butuh “jenang” timbang “jeneng” meski pun kata sampean jeneng mudah mendatangkan jenang hehehe.

Leave a Reply to herin Cancel Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.