In Memoriam Mula Harahap: Penjaga Idealisme Perbukuan Bangsa

Berita menjelang siang itu di sebuah wall facebook begitu menyengat hati. Sebuah ucapan selamat jalan tidak biasa kepada seorang tokoh perbukuan Indonesia bernama Mula Harahap tertulis di sana. Ada kata-kata “semoga damai di sisi-Nya.” Saya terhenyak tak percaya.

Saya dan kami di kalangan perbukuan yang lebih muda biasa memanggilnya Bang Mula. Ia sendiri dengan sifat pengayomnya lebih senang kemudian disebut Ompung Mula. Rambut gondrongnya yang memutih menjadi ciri khas penampilannya. Orangnya tinggi besar dan bicara ceplas ceplos dengan logat Medan yang renyah, serenyah tulisannya yang tersebar akhir-akhir ini di facebook–penuh kritikan cerdas dan pedas kepada pemerintah, juga tersirat kegelisahan nyata terhadap perjalanan bangsa ini.

“Apakah benar kita telah kehilangan Bang Mula secepat itu?” Itulah SMS yang saya kirimkan langsung kepada Kang Hikmat Kurnia–seorang penggiat buku yang pada akhir-akhir ini dekat dan bersinergi dengan Bang Mula di Agro Media. Kabar itu diamini Kang Hikmat dengan langsung menelepon saya dan sekejap air mata hendak menetes dari mata saya. Terkenang segenap kebaikan, kebersahajaan, dan dorong Bang Mula kepada saya pribadi serta segenap insan perbukuan Indonesia.

Saya benar-benar tidak menyangka pertemuan terakhir dengan beliau adalah saat saya mengisi acara di Pesta Buku Jakarta yang diselenggarakan Politeknik Negeri Jakarta. Bang Mula duduk di barisan paling depan bersama Ibu Kartini Nurdin (Yayasan Obor). Kehadiran beliau sempat mengusik saya dan saya masih sempat menyapa serta memujinya sebagai salah seorang editor terbaik di Indonesia di depan para hadirin. Dia tampak tertawa sambil berkata, “Ah, ada saja kau, Bang!”.

Selesai acara saya sempat berbincang sejenak dengan beliau. Saya tak menyangka itu pertemuan terakhir secara fisik. Di tangannya khas terselip sebatang rokok. Saya memang mengkhawatirkan soal rokok itu sebagai salah satu penyebab kepergian Bang Mula–meski sudah menjadi takdir yang ditentukan Sang Mahakuasa.

Perjumpaan dan obrolan lebih lama justru terjadi di markas Agro Media. Kami banyak membincangkan soal perkembangan buku akhir-akhir ini. Dan beliau sangat takjub dengan cara berpikir teman-teman penerbit saat ini, terutama dari golongan muda progresif yang unjuk gigi dalam peta perbukuan Indonesia, sebut saja Group Agro Media, Media Pressindo, ataupun Galang Press. Menurut beliau semua ilmu dan logika penerbitan buku yang selama ini dipelajarinya telah dijungkirbalikkan oleh penerbit-penerbit progresif ini.

Saya terkagum-kagum, orang tua yang akrab disebut ompung ini tidak pernah berhenti berpikir mendalam–sejak saya mengenalnya dalam dinamika IKAPI beberapa belas tahun lalu. Ia termasuk salah seorang tokoh perbukuan nasional pertama yang memberi dukungan untuk saya maju lebih jauh ke dalam kancah perbukuan nasional. Ia orang yang jauh-jauh hari memberi dukungan terbentuknya Forum Editor Indonesia, bahkan memberi saya satu dokumen khusus tentang jenjang karier editor.

Di milist semacam pasarbuku@yahoogroups.com, ia termasuk orang yang rajin menyimak tulisan dan pemikiran saya soal perbukuan serta editologi, juga tulisan teman-teman yang lain. Sampai akhirnya beliau meminta saya memberi training tentang editing di IKAPI DKI. Sungguh, Bang Mula salah seorang yang sangat berjasa dalam karier saya di penerbitan buku dan tak dapat saya menyebutkan satu per satu beberapa upayanya yang saya rasakan secara pribadi sangat mendukung saya. Saya banyak belajar dari idealisme yang ditularkannya. Idealisme untuk dapat melahirkan buku-buku berkualitas hasil racikan penuh cinta dan cita terhadap kerja editorial.

Saya menyimak juga jatuh bangun Bang Mula sebagai penerbit. Ia pendiri penerbit Mitra Utama yang sempat melahirkan beberapa buku berkualitas, terutama karya terjemahan. Lalu, beliau mendirikan penerbit Pustaka Tangga yang akhirnya sempat payah dalam operasionalnya. Cita-cita dan semangat Bang Mula tak pernah berhenti dengan masa jatuh bangun ini hingga kemudian saya dengar beliau bersinergi dengan Group Agro Media sehingga kemudian Pustaka Tangga berubah nama menjadi Tangga Pustaka. Beliau didapuk pula untuk memberi training serta bimbingan bagi para editor maupun para penulis muda Agro Media.

Orang seperti Bang Mula saya kira juga akan mengeluarkan 1001 jurus-jurus pamungkasnya untuk menaklukkan naskah-naskah menjadi buku luar biasa. Dan hal tersebut adalah pengalaman langka yang sungguh berharga. Menyesal saya tak sempat menyerap semua ilmu beliau, terutama dalam editing karya-karya terjemahan.

Bang Mula, Sang Penjaga Idealisme Perbukuan Bangsa itu kini telah tiada. Tanpa idealisme yang didasari pengalaman serta ilmu yang mumpuni, mau ke mana industri perbukuan bangsa ini? Kita benar-benar kehilangan ‘penjaga’ itu dan harus belajar untuk menciptakan banyak ‘penjaga’ yaitu orang-orang yang murni memilih ‘jalan buku’ sebagai ‘jalan hidupnya’; orang-orang yang tidak pernah mengeluh soal apa yang digeluti; orang-orang yang menampakkan keceriaan dan semangat begitu berbicara soal buku; dan orang-orang yang tetap bersahaja dalam dinamika industri buku.

Saya turut berduka cita… duka cita mendalam. Namun, saya berbangga hati dapat mengenal tokoh nasional bernama Mula Harahap! Selamat jalan, Bang, semoga lurus jalanmu ke surga.

:: catatan dukacita Bambang Trim

Praktisi Perbukuan Indonesia

General Manager for General Book PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri

3 thoughts on “In Memoriam Mula Harahap: Penjaga Idealisme Perbukuan Bangsa”

  1. Urun doa,

    baru tahu kalo penulis catatan kecil nan menarik yang selalu senang saya baca di sebuah milis ini ternyata sudah berpulang 😐

    Selamat jalan, Pak Mula.

Leave a Reply to Abak Cancel Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.