Siapa Mohammad Sjafei? Sulit mengenali pada zaman kini karena beliau lahir lebih dari seabad lalu, tepatnya 31 Oktober 1893. Jika disebutkan INS Kayutanam, sayup-sayup generasi yang kini masuk paruh baya masih mengingatnya. Itulah sekolah yang terletak di Padang, Sumatra Barat dan merupakan almamater sejumlah tokoh nasional seperti Moh. Hatta dan AA Navis. Beliau termasuk pribadi multitalenta. Selain mengenyam pendidkan guru di Belanda, beliau juga mengikuti sejumlah kelas keterampilan, seperti musik, kerajinan tangan, hingga mengarang.
Siapa nyana kemudian konsep pendidikan yang ditawarkan oleh Angku Sjafei (sapaan akrab beliau) ternyata mirip dengan konsep pendidikan yang dikembangkan Singapura, Cina, dan Jepang kini. Kita mungkin akan terkaget-kaget membaca buku beliau yang sempat diterbitkan kali pertama tahun 1953 oleh penerbit Belanda JB Wolters berjudul ARAH AKTIF. Buku ini berisi butiran-butiran pemikiran sekaligus praktik pengajaran anak-anak di Sekolah Dasar (dahulu disebut sekolah rendah).
Anda akan melihat kecerdasan beliau saat memberi makna pada kata ‘pendidikan’ dan ‘pengajaran’. Maksud kedua kata itu dijabarkan dalam satu kalimat singkat: “Untuk membawa si anak kepada kesempurnaan lahir dan batin.” Pendidikan memiliki makna luas dibandingkan pengajaran yang kerap disandingkan dengan ruang-ruang kelas. Namun, keduanya perlu berjalan beriringan.
Ada yang menarik dalam buku ARAH AKTIF, Angku Sjafei mementingkan pelajaran keterampilan. Beliau berpendapat bahwa tangan-tangan mungil anak yang terus bekerja aktif itulah yang akan mendorong kecerdasan mereka. Anak-anak itu dibawa pada keterampilan mengolah tanah liat, menggunting, serta merobek kertas.
Mungkin ada yang bertanya, apa yang dimaksud dengan ‘arah’ pada buku tersebut? Beliau memang berkonsentrasi pada kepentingan pendidikan dua arah. Arah pertama adalah anak-anak usia 0-8 tahun karena pada usia inilah terdapat penyempurnaan pertumbuhan tiap-tiap bagian tubuh sehingga juga mempengaruhi kejiwaan anak. Arah kedua adalah upaya mendudukkan pendidikan dasar sebagai pendidikan utama mengingat (pada masa itu) banyak orang tidak melanjutkan lagi pendidikan setelah lulus sekolah rendah.
Boleh kita termangu-mangu dengan pemikiran Angku Sjafei seperti halnya membaca biografi Totto Chan. Bagaimana tidak? Angku Sjafei mementingkan pengajaran yang mengisi jiwa. Misalnya, mengajarkan matematika di luar ruang kelas (di taman), lalu sambil bernyanyi. Beliau menentang pengajaran yang menurutnya mematikan kreativitas dan kejiwaan siswa hanya dengan mendengarkan guru mengoceh di dalam kelas.
Lalu, apakah buku ARAH AKTIF itu masih dapat kita temukan? Inilah upaya pertama yang dilakukan oleh Yayasan Jembatan Pekerti yang dimotori Bapak Ichsan Fauzie. Adalah Ibu Dewi Utama Fayzah sebagai penasihat yang juga penggiat pendidikan bertemu dengan salah seorang anak Angku Sjafei, Elvira. Bak berburu harta karun, dari arsip-arsip usang Angku Sjafei diperolehlah satu buku berjudul ARAH AKTIF yang tebalnya kurang dari 100 halaman dengan cetakan sangat sederhana. Saat berdiskusi di lingkungan Yayasan, tampaklah benar apa yang dipikirkan dan diperjuangkan Angku Sjafei dalam dunia pendidikan serta pengajaran patutlah dihidupkan kembali.
Gayung bersambut…. Panigoro Foundation di bawah pimpinan Bapak Dedi Panigoro siap menyokong penerbitan buku ini. Penggarapan profesional diserahkan kepada Penerbit Tiga Serangkai–penerbit buku edukasi legendaris yang sudah berdiri lebih dari setengah abad. Maka jadilah edisi baru buku ARAH AKTIF seperti berikut ini.
Buku ARAH AKTIF sebagai warisan pendidikan dasar yang sangat kaya ini rencananya diluncurkan di Solo dalam rangkaian peringatan Hari Guru Nasional pada akhir November 2010. Kota Solo dipiih sebagai tempat yang juga sempat didiami oleh Angku Sjafei juga sebagai tempat lahirnya penerbit Tiga Serangkai yang didirkan juga oleh dua orang guru kreatif: H. Abdullah Marzuki dan Hj. Siti Aminah.
Wahai para guru dan pendidik, coba kita buka kembali dan resapi buku karya Angku Sjafei ini untuk menemukan butiran pemikiran brilian aktif-kreatif. Bahwa kita sebenarnya sudah memiliki dasar pemikiran pendidikan luar biasa yang kini justru diterapkan negara-negara maju. Lalu, mengapa kita mengambil langkah yang keliru?
::catatan kreativitas Bambang Trim
Praktisi Perbukuan Indonesia
Penulis 100+ Buku

Bambang Trim adalah Pendiri Penulis Pro Indonesia (Penprin). Ia telah berpengalaman 30 tahun di dunia penulisan-penerbitan serta telah menulis lebih dari 250 buku (1994–2023). Ia tercatat sebagai perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia. Kini, ia menjadi Ketua Umum Perkumpulan Penulis dan Editor Profesional periode 2022–2026. Bambang Trim aktif di Pusat Perbukuan, Kemendikbudristek sebagai narasumber dan anggota Komite Penilaian Buku Teks.
Semoga menginspirasi dan membangkitkan semangat
Tampaknya bertambah lagi satu buku yang harus saya baca. 🙂
buku ini masih terbit ga yah? saya membutuhkan untuk skripsi
Terbitnya sudah lama. Silakan cari ke penerbitnya, Tiga Serangkai.