Minggu, 30 Juli 2011 menjadi kesan yang lucu dan bermakna bagi saya. Saya sudah berencana dari Solo bertolak ke Jogja, mengantar istri untuk terapi pijat di Kota Gede, tempat seorang teman semasa kuliah bermukim. Di tengah perjalanan masuk kota Klaten, tiba-tiba hp saya berdering dari nomor yang belum dikenal. Segera saya angkat, di ujung telepon sana ternyata seorang teman sekolah semasa SMA di Medan. Ia menyatakan posisinya sudah di Klaten menuju Solo. Segera kebimbangan menyergap saya… Tanggal berapa sekarang?
Ternyata usia memang jadi gara-gara penyebab faktor lupa. Wah, saya lupa hari itu adalah tanggal kesepakatan reuni kecil teman-teman SMA yang berada di wilayah Jogja-Solo-Semarang (Joglosemar) dan saya kebetulan didaulat menjadi tuan rumah. Walaupun demikian, saya cepat menguasai diri karena jarak Solo-Jogja hanya berkisar satu jam perjalanan darat. Segeralah ide itu berkelebat, saya akan balik lagi menggunakan kereta Prambanan Express (Pramex). Tidak terlalu khawatir karena untungnya saya membawa supir dan istri bisa saya tinggalkan di Jogja bersama keluarga teman.
Saya hanya ingat bahwa Pramex berjadwal satu jam sekali. Artinya, saya bisa naik yang pukul 10.30 atau paling tidak 11.00 dan sampai tepat pada saat acara pukul 12.00. Perkiraan saya tidak meleset ketika sampai di stasiun Lempuyangan karena kereta ternyata berangkat pukul 11.45. Ini kali pertama sebenarnya saya menggunakan Pramex.
Pengalaman pertama adalah salah masuk ke gerbong wanita dan diusir oleh seorang ibu. Alhasil, saya telat menguasai tempat duduk di gerbong lain. Koran Kompas di tangan terpaksa dikorbankan selembar untuk alas duduk di lantai di samping pintu kereta otomatis. Wah, nikmat juga, saya sambil mengawasi tingkah laku penumpang dan membaca berita koran, sekali-sekali melirik ke arah bule yang lagi bengong. Ide-ide pun melesak di kepala. Ini mungkin yang sering didengung-dengungkan sebagai hikmah. Kita tidak tahu takdir kita ternyata bukan menikmat Jogja, tapi menikmati perjalanan dengan kereta budget yang ongkosnya cuma Rp9 ribu rupiah ke Solo.
Meski telat menyadari, saya tahu bahwa perjalanan inilah yang saya butuhkan. Perjalanan menstimulus ide-ide dengan menikmati kendaraan dan perjalanan singkat, berbaur dengan rakyat kebanyakan. Saya dapat menarik banyak catatan-catatan di kepala. Catatan tentang orang-orang, catatan tentang perjalanan, catatan tentang perpisahan, catatan tentang harapan….
Hanya 45 menit perjalanan, saya sudah tiba di Stasiun Purwosari yang terkoneksi dengan Jl. Slamet Riyadi. Jemputan sudah datang. Sebuah kelucuan bahwa yang menjemput adalah teman yang datang dari Jogja, bukan saya yang di Solo menjemput dia. Rosianto Hamid, dengan perawakan gede, menyambut saya dan kami bermobil menuju rumah di Colomadu, lalu dilanjutkan ke Banaran Cafe. Satu teman lagi, seorang pendeta dari Semarang, Rahmat Rajagukguk pun datang melengkapi reuni kecil bertiga yang meluncurkan banyak kenangan.
Tidak sia-sia jika kita menangkap setiap peristiwa dan perjalanan dengan makna. Sementara usia dan waktu sudah merayap menuakan kita dan kita tidak punya catatan-catatan penting yang harus dituliskan; itulah sebuah kesedihan. Kawan saya Anto, ternyata seorang staf bidang kemanusiaan untuk PBB. Banyak cerita luar biasa yang dikenangnya di berbagai negara bencana dan endemi penyakit. Saya bilang itu bisa dibukukan dan sangat menarik. Ia menyambut berbinar tawaran itu dan memang entah kapan kami bisa merealisasikannya. Namun, jarak Solo-Jogja cuma sepemakanan tiga mangkuk Indomie, tentulah tidak sulit untuk bersua kembali.
Hampir pukul 17.00, kami bersepakat mengakhiri reuni kecil ini dan bersepakat pula kembali bertemu di Semarang. Kalaulah tidak ada kelupaan soal reuni, tentu saya tidak dapat menikmati ‘surga’ perjalanan dengan Pramex. Perjalanan gagasan.
:: catatan kreativitas Bambang Trim
#komporis-buku-indonesia

Bambang Trim adalah Pendiri Penulis Pro Indonesia (Penprin). Ia telah berpengalaman 30 tahun di dunia penulisan-penerbitan serta telah menulis lebih dari 250 buku (1994–2023). Ia tercatat sebagai perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia. Kini, ia menjadi Ketua Umum Perkumpulan Penulis dan Editor Profesional periode 2022–2026. Bambang Trim aktif di Pusat Perbukuan, Kemendikbudristek sebagai narasumber dan anggota Komite Penilaian Buku Teks.