Merevolusi Cara Menulis Buku

Lagi-lagi soal menulis buku…. Apa nggak bosen? Wah, menulis buku itu memang tanpa akhir sampai manusia sudah selesai melaksanakan fungsi kekhalifahannya (kepemimpinannya) di dunia ini. Tutup buku!

Karena itu, dunia penulisan buku bukanlah dunia yang akan mengalami penurunan (decline), melainkan akan terus bertumbuh serta berkembang seiring kemajuan pengetahuan serta informasi. Manusia membutuhkan konten yang dibagi oleh manusia lainnya dalam bentuk tulisan dan produk yang bernama buku tidak akan pernah mati–di luar soal kemudian ada digitalisasi.

Dalam pengalaman mulai menulis buku sejak 1994 sampai kini, saya mencoba menemukan upaya-upaya merevolusi cara menulis buku, terutama nonfiksi. Cara paling praktis yang pernah saya terapkan dalam sebuah training semasa di MQS adalah metode H16H dengan menerapkan pola berpikir halaman-halaman buku yang dibagi kelipatan 8 dan 16 meskipun menurut UNESCO bahwa buku itu setidaknya harus mengandung paling sedikit 48 halaman. Metode ini hanya mendorong para peserta mampu memetakan anatomi buku yang standar: preliminaries-text matter-postliminaries. Alhasil, peserta terpacu untuk membuat pemetaan outline dan menyelesaikan buku setebal 16 halaman dalam sehari–meski kemudian berubah menjadi berpuluh-puluh halaman kelipatan 8.

Menulis buku itu utamanya soal ide. Apakah ide kita dapat berterima pada pembaca atau sebelumnya pada penerbit? Ide menjadi panglima yang berada di garis depan medan perang. Ide harus mengandung minat dan ketertarikan tingkat tinggi bagi calon pembaca agar apa yang hendak kita sampaikan tidak sia-sia. Ide kemudian diwujudkan dalam bentuk topik hingga sub-subtopik.

Sampailah soal ide ini kemudian saya mewujudkan sebuah buku berjudul The Art of Stimulating Idea yang membongkar rahasia stimulus ide dan bagaimana ide itu dapat dieksekusi. Namun, memang karena buku itu bukan untuk memberi tahu bagaimana cara teknis menulis buku, dalam soal eksekusi, saya tidak membahas panjang lebar. Padahal, ada sebuah metode eksekusi yang praktis dan revolusioner (bagi saya) yang dapat Anda terapkan untuk segera menulis buku. Metode itu saya sebut TRIM meski memang mirip dengan nama belakang saya dan terkesan narsis, ini hanya sebuah metode ngepas untuk mulai menulis buku. TRIM itu singkatan dari Topik-Riset-Inovasi-Matriks.

TOPIK. Lagi ini soal ide yang dapat dikembangkan dari berbagai bidang kehidupan manusia yang mahaluas ini. Saya membagi topik pada dua bagian besar berdasarkan hasrat manusiawi yaitu topik berbasis WANT (keinginan) seperti jenis hiburan dan hal-hal yang kontroversi, kemudian topik berbasis NEED (kebutuhan) seperti kesehatan, pendidikan, dan keterampilan. Topik-topik ini tentu harus dikuasai sebelum dituliskan dan juga harus diminati agar Anda mampu menikmatinya saat menulis dan terstimulus menemukan hal-hal baru dalam penulisan.

RISET. Riset atau penelitian/pengkajian adalah hal yang menjadi titik lemah umumnya para penulis di Indonesia. Riset termasuk juga benchmarking terhadap buku-buku kompetitor yang mengandung topik sama dengan apa yang hendak dibahas. Semua bahan yang tersedia untuk menulis perlu diuji dengan pengalaman kita maupun pengalaman orang lain, wawancara, percobaan, dan sebagainya. Meriset berbagai sumber-sumber kepustakaan juga perlu, termasuk berita-berita di media massa dan penemuan-penemuan baru sehingga karya buku yang kita hasilkan terkesan mutakhir, tepercaya, dan juga mengandung pencerahan baru. Buku-buku berbasis riset yang sangat baik adalah karya-karya Rhenald Kasali.

INOVASI. Dalam dunia penulisan buku juga perlu dilakukan berbagai inovasi, mulai saat menentukan judul, memilih outline, hingga pada pengembangan gaya penulisan. Tools inovasi itu banyak tersedia untuk penulisan buku, seperti pengayaan (enrichment), materi-materi grafis (foto, ilustrasi, bagan, skema, grafik), dan added value misalnya video-audio book. Penulis harus berpikir kreatif bagaimana karyanya tampil berbeda dari karya lainnya meskipun ide yang diusungnya sangat sederhana.

MATRIKS. Nah, ini adalah soal bagaimana memetakan outline yang kerap saya praktikkan dalam berbagai sesi pelatihan. Syarat utama mampu mengaplikasikan matriks (beberapa orang menyebutnya metode frame work) adalah mengenali berbagai pola atau jenis outline. Saya mencermati pola outline yang sering diterapkan dalam penulisan buku paling tidak ada 3, yaitu 1) pola outline tahapan dengan menyajikan isi secara bertahap (paling mudah mengenalinya seperti outline skripsi); 2) pola outline butiran dengan menyajikan isi secara butiran yang kemudian diikat dalam satu topik besar terdiri atas kumpulan-kumpulan tulisan (artikel, esai, atau feature); 3) pola mix outline tahapan dan butiran.

Saya telah mempraktikkan semua pola tersebut dalam berbagai karya buku yang telah saya tulis. Pola tahapan saya gunakan saat menulis buku Muhammaf saw Effect dan The Art of Stimulating Idea. Pola butiran saya gunakan saat menulis buku 99 Ekspresi Cinta untuk Ananda. Pola mix tahapan-butiran saya aplikasikan pada buku terbaru saya yang terbit akhir tahun ini Menginstall Nyali Baru: Mental Tempe No Way!

Jika dipaparkan dan dilatihkan, dalam sehari metode ini dapat dikuasai meski Anda tetap harus di-coaching terus untuk mengeksekusinya melalui diskusi. Praktik penulisannya sendiri adalah soal lain jika Anda menggunakan metode free writing yaitu menulis bebas terlebih dahulu tanpa memperhatikan soal tata bahasa agar Anda tidak terhambat untuk mengalirkan ide Anda.

Anda dapat mempelajari pola-pola tadi dengan melihat langsung buku-buku yang sudah terbit, terutama buku-buku best seller. Misalnya, buku Percepatan  Rezeki karya Ippho Santosa. Buku ini menggunakan pola mix tahapan-butiran. Pola ini juga digunakan Tung Desem Waringin dalam buku Financial Revolution. Kedua buku ini memang terkesan tidak mendalam karena bahasannya sebagian besar adalah poin-poin. Namun, ternyata pembaca kebanyakan memang menyukai pola poin-poin ini yang menurut mereka lebih gampang dicerna dan kekuatan Ippho adalah memasukkan begitu banyak fakta. Memang sepertinya Ippho memasukkan materi powerpoint training menjadi sebuah buku sehingga betebaranlah butiran-butiran (poin-poin) yang hanya dapat kemudian didalami dengan mengikuti trainingnya Ippho. Kelebihan lain adalah Ippho banyak menciptakan formula, salah satunya adalah Pelangi Ikhtiar.

Formula? Ya, ini juga salah satu rahasia untuk menciptakan buku yang sukses dan menjaga ide Anda menjadi fresh atau beberapa orang menyebutnya orisinal. Mari belajar dari keberhasilan Robert Kiyosaki yang menciptakan formula Cashflow Quadrant. Formula sederhana tentang Employee, Self Employee, Business Owner, Investor. Satu pola ini dapat dikembangkan menjadi sebuah buku. Di dalam buku Menginstall Nyali Baru saya pun membuat formula NYALI sebagai: Niat yang lurus, Yakin sepenuhnya bergantung pada Allah, Arahkan hidup dengan visi dan misi, Libatkan diri dalam sukses orang lain, Ingat mati. Nah, inilah formula yang membuat pembaca lebih mudah mengenali ide-ide Anda. Formula biasanya wajib digunakan oleh para penulis motivator/trainer.

Revolusi Menulis Buku ini yang insya Allah akan saya bagikan dalam sesi training pada awal 2012 di Solo. Anda harus menghimpun kekuatan ide Anda dengan menuliskannya melalui jalan yang benar. Saya menerima banyak naskah sepanjang 2011 dari penulis potensial, tetapi saya banyak belum menemukan penulis yang mampu menerapkan kekuatan TRIM di dalam naskahnya. Terima kasih… 🙂

*catatan ini spesial saya dedikasikan untuk para sahabat yang sedang berjuang menjadi penulis buku mumpuni: Rio Purboyo, Surya Kresnanda, Heri ‘Smile’ Suchaeri, Fachmy Casofa, dr. Dito Anurogo, Dea Tantyo, Ika Mitayani, Sinyo Egie, Tutik Hasanah, dan banyak lagi…

Bambang Trim

#komporis-buku-indonesia 

9 thoughts on “Merevolusi Cara Menulis Buku”

  1. Wah, Ika Mitayani itu sayakah? Terima kasih 🙂 Amin amin amin, semoga lekas terwujud 😀

    Saya dapat banyak ilmu dari buku karya panjenengan 😀

  2. Pak Bambang bagus sekali dalam menulis. Kenapa aku baru tau situs ini 2 hari lalu. Tak sadar asyik kubaca semua artikel di sini. Aku jadi tau segala hal yang berkaitan dengan buku dan semangat menulis.
    Bolehkah aku tau gimana caranya berlangganan situs ini?

    1. Terima kasih Mas Li. Situs ini sudah lama sekali dan memang hanya diketahui para pegiat penulisan-penerbitan. Untuk mendapatkan informasi/notifikasi dari postingan terbaru, silakan ikuti cara yang ada.

      1. Pak Bambang, terima kasih atas balasan anda.
        Saya baru saja membaca artikel Kompas berjudul Indonesia Lemah Ciptakan Budaya Arsip” yg diterbitkan Senin, 18 Juli 2011. Saya ingin tahu opini anda tentang arsip dan perpustakaan di Indonesia.

      2. Pak Bambang, terima kasih atas balasan anda.
        Saya baru saja membaca artikel Kompas berjudul Indonesia Lemah Ciptakan Budaya Arsip” yg diterbitkan Senin, 18 Juli 2011. Saya ingin tahu opini anda tentang arsip dan perpustakaan di Indonesia.

        1. Arsip itu penting dan pengarsipan apa lagi. Dulu ada keterampilan mengkliping koran atau majalah, itu bagian dari bentuk aktivitas pengarsipan. Saya pun melakukannya dulu. Namun, teknologi sudah berkembang sedemikian rupa. Arsip-arsip dari media cetak sudah terekam secara digital sehingga memudahkan kita. Alhasil, kliping tidak lagi populer. Tapi, terkait dengan budaya arsip kita rendah hal itu berhubungan juga dengan budaya membaca dan menulis. Jika budaya membaca dan menulis lemah, pengarsipan tidak akan dianggap penting.

          Soal perpustakaan di Indonesia, beberapa kali saya sempat berkomentar. Sekarang banyak perpustakaan dan TBM, dari yang sederhana sampai yang mewah. Nah, perpustakaan seharusnya tidak sekadar jadi tempat menyimpan buku atau pustaka, tetapi dapat dihidupkan sebagai pusat kegiatan kreatif berbasis buku. Banyak contoh kegiatan yang dapat memopulerkan perpustakaan dan menjadikannya “rumah kedua” bagi para pencinta ilmu dan anak-anak muda.

Leave a Reply to Li Cancel Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.