Saya terusik dengan sebuah soal di buku PPKn untuk anak SD kelas 1. Bunyi soalnya seperti ini: “Anggota keluarga yang berjenis kelamin laki-laki adalah : a. ibu, b. nenek, c. ayah.” Saya cuma terusik dengan kata ‘jenis kelamin’ yang sekarang sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia yaitu gender. Anak kelas 1 SD, termasuk putri saya pasti akan bertanya-tanya apa itu jenis kelamin yang dalam bahasa Inggris justru sering dipadankan dengan ‘sex’ pada formulir isian. Ya, sulit juga memang kalau soal itu diganti “Anggota keluarga yang seksnya laki-laki adalah ….” Saya mungkin lebih bersetuju soal itu diganti dengan kalimat: “Anggota keluarga laki-laki adalah ….” tanpa menyebut jenis kelamin, gender, atau seks.
Namun, pasti akan menjadi perdebatan bagaimana caranya mengenalkan jenis kelamin kepada anak TK atau anak SD tanpa menyebut ‘kelamin’ tadi. Ini memang soal pengenalan diri dan soal identifikasi diri yang sangat penting pada anak. Apalagi, bahasa Indonesia dalam pemakaian beberapa kata pada mulanya memang tidak mengenal gender seperti halnya bahasa Inggris sehingga diperlukan penjelasan khusus soal siapa yang disebut laki-laki dan siapa yang disebut perempuan dengan ciri-ciri fisiknya.
Karena itu, menarik lagi untuk ‘membongkar’ soal jenis kelamin ini dari sisi bahasa, mumpung Oktober adalah bulan bahasa. Orang menyangka kemudian bahwa jenis kelamin dalam kata bahasa Indonesia dibedakan dengan bunyi /a/ dan bunyi /i/. Hal ini semua gara-gara kata ‘dewa’ dan ‘dewi’ (atau gara-gara Ahmad Dani?). Dewa berasal dari bahasa Sanskerta yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bermakna 1) roh yang diangan-angankan sebagai manusia halus yang berkuasa atas alam dan manusia; 2) kiasan: orang atau sesuatu yang sangat dipuja-puja. Adapun dewi bermakna dewa perempuan dan dalam arti kiasan: perempuan cantik atau jantung hati (contoh Engkaulah dewiku).
Alhasil, termaknailah bahwa dewa itu berjenis kelamin laki-laki dan dewi berjenis kelamin perempuan. Kata dalam bahasa Indonesia yang merefleksikan jenis kelamin hanya ayah, bapak, abang, kakek atau ibu, nenek. Adapun kata seperti anak, kakak, tidak mengandung makna laki-laki atau perempuan, kecuali di daerah Sumatra, kakak selalu dimaknai sebagai orang dewasa perempuan. Kita pun meniru dewa dan dewi tadi pada beberapa kata yang menunjukkan jenis kelamin sebagai analogi:
- saudara – saudari
- putra – putri
- siswa – siswi
- pemuda – pemudi
- pramugara – pramugari.
Namun, tentu tidak semua kata yang berakhiran /a/ itu lelaki dan berakhiran /i/ itu perempuan, contohnya mama dan papi ataupun pipi dan mimi.
Pengaruh bahasa Sanskerta atas jenis kelamin juga terjadi pada beberapa akhiran, seperti man, wan, dan wati meski bentuknya terbatas. Nah, wati itu akhirnya memang merujuk pada perempuan meskipun tidak jelas asal usulnya dari mana sehingga kemudian kita mengenal
- seniman – seniwati
- karyawan – karyawati
- wartawan – wartawati.
Padahal, kata-kata ini seharusnya netral dan merujuk pada laki-laki atau perempuan karena hanya ada Persatuan Wartawan Indonesia yang anggotanya laki-laki dan perempuan. Tentu tidak ada Persatuan Wartawati Indonesia. Begitu pula hanya ada Sekar Telkom yaitu Serikat Karyawan Telkom, tidak ada Serikat Karyawati Telkom.
Karena itu, jangan mengada-ada membuat padanan baru seperti ini
- dermawan – dermawati
- fisikawan – fisikawati
- pustakawan – pustakawati
- rupawan – rupawati
- menawan – menawati.
Berbeda halnya kalau nama seperti Irawan dan ada Irawati meski kita tidak pernah mendengar Gunawan menjadi Gunawati. Tentu analogi tidak dapat sembarang digunakan. Kalau semata untuk humor, bolehlah kita melucu ketika menyebut seorang perempuan yang menderita sariawan menjadi menderita sariawati.
: catatan bahasa bahasi Bambang Trim

Bambang Trim adalah Pendiri Penulis Pro Indonesia (Penprin). Ia telah berpengalaman 30 tahun di dunia penulisan-penerbitan serta telah menulis lebih dari 250 buku (1994–2023). Ia tercatat sebagai perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia. Kini, ia menjadi Ketua Umum Perkumpulan Penulis dan Editor Profesional periode 2022–2026. Bambang Trim aktif di Pusat Perbukuan, Kemendikbudristek sebagai narasumber dan anggota Komite Penilaian Buku Teks.