Parlindungan Marpaung sewaktu itu memang trainer yang tidak sepopuler nama besar lainnya pada permulaan2000-an. Saya mengenal beliau dalam sesi training di Penerbit Grafindo Media Pratama. Kesamaan asal dari tanah Sumatra membuat saya dan beliau cepat akrab, di samping juga saya banyak berkonsultasi dan menimba ilmu soal karier dan manajemen kepadanya. Beliau juga rutin tampil dalam talkshow bisnis setiap Rabu pagi di Radio K-Lite FM. Paling tidak publik bisnis Bandung sudah akrab dengan suaranya yang khas serta selalu menghadirkan seorang bintang tamu dari kalangan pebisnis.
Kedekatan ini saya bawa sampai hijrahnya saya ke MQS Publishing. Sebuah lini bisnis MQ Corporation yang bergerak di bidang penerbitan buku. Sifat komporis saya telah ada sejak dulu hingga saya pun mengompori seorang Parlindungan Marpaung untuk menulis buku motivasi. Beliau menyanggupi dengan cara mengumpulkan serpihan-serpihan cerita motivasi, baik yang sudah sering didengar publik, maupun hasil kreasi maupun modifikasinya sendiri dengan tokoh favoritnya Badrun.
Buku itu akhirnya terbit pada April 2005 dengan tajuk yang kami sepakati antara editor dan penulis yaitu Setengah Isi Setengah Kosong. Lalu, kami pun mengontruksi konsep desain format buku tersebut serta bersetuju dengan gambar gelas yang berisi air berwarna biru–buku ini memang menjadi bernuansa biru. Tidak tanggung-tanggung buku ini pun kami usahakan dikatapengantari Aa Gym. Lalu, dicetaklah pertama 5.000 eksemplar.
Di luar dugaan, buku ini sontak mendapat perhatian publik pembaca Indonesia. Komentar dan pujian lewat SMS mengarus ke hp Pak Parlin ini. Pun training yang diselenggarakannya di beberapa perusahaan menjadikan buku ini sebagai favorit gimmick. Sampai-sampai para santri dan ustadz di Daarut Tauhiid banyak yang terpengaruh dengan buku ini dan menjadikan beberapa isinya sebagai materi dakwah. Pak Parlin pun sempat didaulat tampil di depan santri meskipun beliau seorang non-Muslim. Suasana Pesantren Daarut Tauhiid yang memang inklusif tetaplah mengapresiasi kehadiran Pak Parlin seperti juga kehadiran seorang Tung Desem Waringin ataupun Andrie Wongso.
Jujur kami tidak menduga efek buku ini sedemikian besar. Awalnya buku ini memang diposisikan untuk pembaca sasaran para karyawan, bahkan hingga level manajemen menengah. Namun, buku ini justru direspons lebih banyak oleh para karyawan level rendah, bahkan buruh, termasuk para TKI di luar negeri. Â Padahal, buku ini bertebal lebih dari 300 halaman. Namun, memang konsepnya dibuat dengan format butiran-butiran berupa kisah-kisah pendek, perenungan, dan berbagai hal tentang manajemen yang banyak terjadi di sekeliling kita, termasuk soal keluarga.
Kini, pada Juli 2011, buku ini membukukan cetakan ke-30 dengan lebih dari 100.000 eksemplar terjual. Saat saya hengkang dari MQS pada 2009, sudah tercatat penjualan buku  ini mencapai angka 70.000 eksemplar. Lalu, penerbit PTS yang sudah lama menjalin kerja sama dengan MQS pun tidak melewatkan mengakuisisi buku ini dan terbit dalam edisi Malaysia. Parlindungan Marpaung kemudian pun akrab dengan publik Malaysia dan bukunya pun mengalami cetak ulang di Malaysia.
Berbeda dengan di Indonesia, buku di Malaysia dicetak dalam format besar dan warna bernuansa hijau. Buku edisi Malaysia ini bahkan sudah mengalami cetak ulang dan masuk kategori penjualan laris. Artinya, pesan yang disampaikan Parlindungan Marpaung kepada para peniti karier di Indonesia juga dapat berterima di Malaysia.
Pelajaran berharga dari buku SISKO ini–begitu kami menyebutnya di MQS, pertama adalah kepercayaan diri sang penulis sendiri untuk menyelesaikan bukunya dan memilih kisah, lalu juga menceritakan kembali kisah yang sudah entah berapa kali disampaikan oleh para motivator. Kedua, aktivitas penulis sendiri yang mau berbagi dari mulai perusahaan kelas kakap hingga perusahaan kecil, sampai pun dengan senang hati menjawab semua SMS yang masuk ke hpnya. Sikap ini membuat beliau akrab dengan para pembacanya dan cepat mendapat simpati.
Beliau juga orang yang menetapkan goal dalam hidupnya. Bagaimana kemudian buku SISKO mengantarkannya melakukan lawatan ke berbagai negara untuk menuntaskan salah satu goal menjadi pembicara di luar negeri.
Apa yang disampaikan oleh Parlindungan Marpaung dalam bukunya ringan-ringan saja. SISKO juga tidak terlalu di-blow up dengan promosi yang gempita, apalagi pada masa itu belum ada social media seperti saat ini. Namun, SISKO sendiri dibaca oleh Aa Gym dan juga diberi apresiasi. Ada juga sebenarnya sesama motivator/trainer yang menganggap SISKO buku ‘biasa’ saja, tetapi fakta membuktikan bahwa buku itulah yang disukai publik dan diinginkan publik pembaca.
Seperti halnya dalam kasus buku Ippho Santosa yaitu 7 Keajaiban Rezeki dan Percepatan Rezeki. Â Pembaca yang jeli akan melihat kesamaan antara kedua buku itu, lalu juga pembaca yang merasa kefasihannya sudah lumayan akan menganggap buku tersebut biasa saja dengan mengumpulkan berbagai literatur. Namun, buku itu masuk dalam jajaran buku laris. Buku itu disukai pembaca Indonesia, terutama mereka yang tetap memimpikan kemakmuran, memerlukan motivasi yang membumi. Di sinilah sebagai penulis atau editor kita perlu mencermati mengapa sebuah karya dapat diapresiasi oleh publik pembaca sedemikian rupa meskipun tampak biasa.
Memang ada yang mengaitkannya dengan faktor promosi, terutama word of mouth. Dalam bagian itu ada pembaca yang sekadar ikut-ikutan membeli agar dibilang tetap ‘gaul’, ada yang terpaksa membeli karena merasa tidak enak kalau tidak membeli, atau alasan lainnya yang tidak berhubungan dengan minat membaca. Namun, pembaca kategori lain-lain ini dapat dikelompokkan dan akan terlihat angka pembaca dengan minat tinggi untuk mendalami karya tersebut lebih besar. Artinya, sang penulis nyata-nyata menerima feed back dari para pembacanya, lalu juga semakin menciptakan banyak pengikut dan penganut ‘paham’ yang sama.
Terus terang sebagai editor, saya ingin menemukan kembali “Parlindungan-Parlindungan” lain. Muncul sebagai motivator dan trainer yang bersahaja, lalu melejit lewat karya yang juga tidak terlalu banyak gembar gembor atau bahasa promosi. Pak Parlin hanya menyebut dirinya The Inspiring Trainer. Seorang new comer dalam dunia penulisan buku yang langsung menghentak. Angka lebih dari 100.000 eksemplar dan 30 kali cetak ulang adalah angka luar biasa bagi sebuah kasus penerbitan buku di Indonesia.
Sabtu-Minggu pada 17-18 Desember 2011, rencana training “Book Writing Revolution” konon panitia menerima permintaan pendaftaran melebihi kuota 20 orang. Akhirnya, kami meluaskan kesempatan menjadi 30 orang untuk berlatih menulis buku nonfiksi. Ada trainer, motivator, dokter, dosen, dan banyak profesi lainnya yang menjadi peserta. Semua saya rasa punya satu keinginan yang kuat juga bagaimana mereka dapat menulis buku sekuat Setengah Isi Setengah Kosong. Fenomena SISKO ini akan saya jadikan studi kasus pada training menulis buku tersebut.
Jika besar keinginan menjadi penulis buku yang sukses, belajarlah melihat, merasa, dan mencerna buku-buku best seller, terutama buku-buku lokal. Lihatlah apa yang pembaca awam tidak melihatnya. Karena itu, Anda perlu mengenali buku lebih daripada pembaca awam mengenali buku.
:: catatan kreativitas Bambang Trim
komporis-buku-Indonesia

Bambang Trim adalah Pendiri Penulis Pro Indonesia (Penprin). Ia telah berpengalaman 30 tahun di dunia penulisan-penerbitan serta telah menulis lebih dari 250 buku (1994–2023). Ia tercatat sebagai perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia. Kini, ia menjadi Ketua Umum Perkumpulan Penulis dan Editor Profesional periode 2022–2026. Bambang Trim aktif di Pusat Perbukuan, Kemendikbudristek sebagai narasumber dan anggota Komite Penilaian Buku Teks.
Quota bertambah….hasyeeekkkk mas, bisa bertemu banyak ‘seleb’ dan menimba ilmu kepada mereka ^_^
Terima kasih pak Bambang, saya sangat terhormat dan terharu membaca tulisan bapak di blog ini. Karena jasa pak Bambanglah, buku ini bisa melejit. Titip pesan untuk rekan-rekan penulis, segera membalas, merespon sms yang datang kepada kita penulis. Saya berusaha membuat sesuatu yang unik, yakni mencantumkan no. HP saya dan alamat email, serta merespon puluhan bahkan ratusan sms yang masuk setiap hari setelah membaca buku saya., rata-rata konsultasi, sharing, atau sekedar curhat. Bahkan ketika saya berkunjung ke suatu kota, saya berusaha menjumpai pembaca yang pernah meng-sms saya yang saya tahu punya masalah besar dan kami konseling gratis dan dia sangat senang. Buku ini “biasa”bagi sebagian besar orang, namun kedekatan pembaca dengan saya melalui sms, dan email, menjadikan buku ini luar biasa. Terima kasih mas Bambang, saya punya keyakinan, jika Sang Khalik berkenan memakai buku yang kita tulis untuk memuliakan namaNYA dan membuat kebaikan kepada sesama, pasti DIA akan meridhoi penerbitan buku tersebut. Horas
Dalam membaca buku yang biasa saya lakukan adalah, pertama melihat penulisnya, yang kedua melihat isi, dan yang ketiga berdampak tidak untuk diri pribadi saya.
Karena dasar itulah yang menjadikan saya susah menulis
Susah menulis menurut saya bukan karena itu. Tidak ada buku yang sempurna demikian pula si pembuatnya. Masalahnya apa tujuan kita menulis dan pentingkah menulis itu untuk kita?
Keren pak bukunya, cuma sayang buku yang saya punya dah ilang padahal belum kelar baca.:(
Masih ada saya kira dijual versi barunya atau juga di toko online.
Untuk buku second nya apakah masih banyak ya di pasaran?