Memang banyak pernak pernik mendirikan sebuah penerbit buku. Berikut ini adalah tulisan ketiga dari tajuk “Bagaimana Mendirikan Penerbit Buku”. Dua hal yang dibahas adalah memberi nama penerbit dan menetapkan haluan penerbitan.
Memberi Nama Penerbit
Apalah artinya sebuah nama? Demikian ungkapan populer dari Shakespeare. Namun, tetaplah dalam mendirikan sebuah penerbit, Anda harus memberi nama yang tepat. Di dunia Barat lazim penerbit yang didirikan menggunakan nama pendirinya, seperti John Wiley and Son atau Simon and Schuster. Di Indonesia menggunakan nama diri untuk penerbit memang tidak lazim. Kalaupun ada hanya menggunakan singkatan nama seperti Penerbit Effhar yang merupakan singkatan nama pendirinya Effendi Harahap ataupun saya menggunakan nama penerbit TrimKom yang diambil dari nama belakang saya, Trimansyah.
Ada kosakata yang kerap digunakan penerbit Indonesia untuk memberi nama, seperti pustaka, aksara, grafika, ilmu, pena, dan media yang memang akrab dengan dunia buku. Anda dapat menggunakan gabungan kata (frasa) terdiri atas dua atau tiga kata untuk memberi nama penerbit Anda. Berikut contoh alternatif nama penerbit:
- Pustaka Ananda
- Titian Aksara
- Mitra Grafika Sejati
- Poros Ilmu
- Akar Pena
- Dwi Media Selaras
Tentu prinsip pemberian nama penerbit adalah mudah diingat, khas, dan tentunya menggambarkan karakter dan nilai-nilai yang dibangun penerbit Anda. Ceklah nama yang akan Anda berikan untuk menghindarkan kemiripan nama dengan penerbit lainnya. Pertimbangkan juga untuk membuat nama penerbit menjadi akronim ataupun singkatan yang pas dan baik untuk didengar. Contoh kalau Anda memilih nama “Mitra Sejati Grafika”, singkatan dapat disebut orang Penerbit MSG. Unik, tetapi terasa juga kurang pas karena MSG sudah populer sebagai bahan penyedap masakan. Contoh lain juga jangan sampai Anda memberi nama penerbit “Pustaka Suluh Kata” yang nantinya malah disingkat menjadi Penerbit PSK sehingga berkonotasi kurang baik.
Kaitan dengan akronim dan penyingkatan ini karena dunia perbukuan sudah sangat lazim menggunakannya seperti menyebut Penerbit GPU untuk Gramedia Pustaka Utama atau BP untuk Balai Pustaka. Untuk itu, tetap pertimbangkan pemilihan nama jika nantinya penyebutan disingkat.
Selain nama, tentu yang tidak kalah penting adalah desain logo penerbit buku. Logo harus eye catching dan menunjukkan karakter penerbit buku.
Menetapkan Haluan Penerbit
Haluan atau bidang yang Anda pilih untuk usaha penerbitan adalah penting sesuai dengan minat dan kompetensi yang Anda miliki ataupun Anda merasa mampu merekrut tim yang memiliki kekhususan di bidang tersebut. Haluan juga seperti sebuah jalan penerbitan yang hendak Anda tempuh dan Anda sudah mengetahui benar apa konsekuensi yang timbul dari pilihan Anda tersebut.
Coba Anda cermati contoh haluan penerbitan berikut ini.
Tabel 3.4 Contoh Haluan Penerbitan dan Konsekuensi
Haluan Penerbitan |
Konsekuensi |
Menerbitkan buku ajar atau buku teks | Perlu kompetensi dalam bidang pendidikan, perlu editor ahli atau pembaca ahli, memiliki jaringan di sekolah-sekolah ataupun perguruan tinggi, memiliki jaringan di guru-guru atau dosen-dosen, perlu menguasai informasi tentang kurikulum, dsb. |
Menerbitkan buku religi | Perlu kompetensi di bidang keagamaan, perlu editor ahli, perlu jaringan di komunitas-komunitas keagamaan dan rumah ibadah, perlu jaringan rohaniwan (ustadz, kiai, pendeta, dsb.), dsb. |
Menerbitkan buku anak | Perlu kompetensi di bidang anak-anak, menguasai tren dan kecenderungan buku anak, menyiapkan tim kreatif editor-ilustrator-desainer buku anak, menyiapkan riset kebutuhan dan minat anak terhadap buku, memiliki jaringan komunitas orangtua dan guru-guru (TK-SD), memiliki jaringan komunitas penulis buku anak, dsb. |
Haluan juga terkait dengan idealisme penerbitan yang hendak Anda jalankan. Usaha penerbitan buku memang selalu dikaitkan dengan idealisme yaitu mencerdaskan (kehidupan) bangsa.
Walaupun demikian, ada kecenderungan beberapa penerbit tidak menetapkan haluan seperti ini dan mengarahkan usaha penerbitannya pada segala jenis buku. Faktor ini memang terkait dengan upaya memanfaatkan peluang. Saat terjadi booming buku anak maka penerbit pun mengubah haluan penerbitannya ke buku anak; saat terjadi booming buku religi maka penerbit juga ikut menerbitkan buku religi; dan saat terjadi booming buku motivasi maka sang penerbit pun banting stir ke buku-buku motivasi. Salahkah? Tentu bukan soal benar salah, tetapi dalam soal branding atau ciri dari penerbit tersebut maka masyarakat pembaca pun bingung dengan kecenderungan penerbitan sang penerbit.
Boleh jadi penerbit seperti itu menetapkan haluan penerbitnya sebagai penerbit buku umum saja. Pengertian ‘umum’ ini menjadi segala buku dapat diterbitkan. Namun, ketika kita menilik kompetensi, sebenarnya sang penerbit tidak memiliki tim dengan kompetensi ‘segala bisa’ seperti yang diharapkan. Ilustrasinya bahwa tidak semua editor buku ajar tiba-tiba dapat diminta untuk mengedit buku anak atau novel. Begitupun seorang layouter ataupun desainer buku ajar tiba-tiba diminta untuk mengonsep desain buku anak. Jika hal ini dipaksakan, akan terjadi penurunan kualitas produk karena tim yang menangani tidak memiliki kompetensi pada haluan yang diubah oleh penerbit.
Haluan memang dapat dikatakan juga sebagai positioning penerbit. Kembali pada paparan Thomas Woll sebenarnya Anda dapat memosisikan diri sebagai penerbit apa pun asalkan Anda memiliki ide atau konsep buku untuk dikembangkan. Walaupun demikian, haluan spesifik (niche) malah dapat menolong Anda untuk berkonsentrasi pada awal-awal menerbitkan buku.
Kecenderungan memanfaatkan peluang dengan memasuki haluan lain yang dapat dipahami adalah melakukan ekstensifikasi usaha penerbitan dengan mendirikan lini penerbitan atau dalam terminologi penerbitan disebut imprint. Imprint baru dapat diwujudkan dalam bentuk merek (brand) baru, bahkan tim kerja yang baru. Perihal imprint ini akan dibahas pada subbab selanjutnya.
Dikutip dariApa & Bagaimana Menerbitkan Bukukarya Bambang Trim
© 2012 oleh Ikatan Penerbit Indonesia

Bambang Trim adalah Pendiri Penulis Pro Indonesia (Penprin). Ia telah berpengalaman 30 tahun di dunia penulisan-penerbitan serta telah menulis lebih dari 250 buku (1994–2023). Ia tercatat sebagai perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia. Kini, ia menjadi Ketua Umum Perkumpulan Penulis dan Editor Profesional periode 2022–2026. Bambang Trim aktif di Pusat Perbukuan, Kemendikbudristek sebagai narasumber dan anggota Komite Penilaian Buku Teks.
Pak Bambang yth, saya ingin tanya pak:
1) apakah nama penerbit itu (a) harus sama dengan nama badan usahanya; (b) cukup mengandung salah satu kata dari nama badan usaha; atau (c) boleh lain sama sekali/tidak berkaitan dengan nama badan usahanya?
2) Masih terkait dengan pertanyaan pertama. Apakah dua atau lebih penerbit bisa menginduk pada satu badan usaha yang sama? Ataukah satu penerbit satu badan usaha?
3) Apakah buku “Apa & Bagaimana Menerbitkan Buku” masih tersedia?
Terima kasih.
pertanyaan saya idem 🙂