Dalam momen B4Beduk (bagaimana buat buku bagus dan bedah buku) Ramadhan ini saya sempat mengingatkan kembali rekan-rekan penulis soal berpikir luas terhadap karya bukunya. Apabila ia bekerja sama dengan sebuah penerbit atau pihak lain, ia harus mencemati betul teks perjanjian penerbitan. Di sebalik sebuah karya buku ada yang disebut karya turunan (derivatif) dan itulah mengapa saya menyebutnya sebagai konten berharga.
Dahulu mungkin orang tidak terlalu berpikir jauh soal karya turunan ini, namun perkembangan teknologi informasi dan digital membuat sebuah buku dapat mengandung kekuatan konten yang lain. Apa yang terkandung di dalam sebuah buku sebagai karya turunan beberapanya dapat saya rinci berikut ini:
- karya menjadi bentuk lain dalam format digital, seperti e-book atau multimedia book;
- karya menjadi film ataupun sinetron;
- karakter karya digunakan untuk membuat produk merchandise, seperti T-Shirt, mainan, atau stationary;
- karya menjadi games atau permainan interaktif;
- karya menjadi konten digital untuk mengisi fitur-fitur di produk, seperti hp ataupun tablet;
- karya menjadi sebuah lagu;
- karya menjadi konten training, bahkan dibuat e-learning.
Penulis masa kini atau masa depan memang sudah harus berpikir lebih luas bahwa karya yang digagasnya adalah sebuah konten. Artinya, bukunya dapat beranak pinak menjadi karya lain. Nah, di sinilah ‘jebakan copyright’ dapat berlaku pada perjanjian penulisan.
Adakah klausul tentang eksploitasi hak cipta terkait dengan produk derivatif ini? Berhati-hatilah ketika Anda melakukan transaksi dalam format flat fee (outright) yaitu pengalihan hak cipta kepada orang lain atau penerbit atau siapa pun. Jika Anda menyerahkan hak cipta seutuhnya, baik tanpa batas waktu tertentu maupun dengan batas waktu, artinya Anda juga menyerahkan hak eksploitasi derivatifnya. Untuk hal ini, Anda sudah tidak berhak meminta kompensasi apa pun dari sebuah karya cipta Anda yang dibuat dalam bentuk lain. Anda bisa menangis bombay kalau hal ini terjadi.
Berbeda halnya kalau yang Anda alihkan atau jual putus adalah hak cipta khusus buku saja. Artinya, penerbit ataupun pihak lain yang ingin mengeksploitasi karya ke bentuk lain harus membayar lagi kepada Anda, baik secara putus maupun royalti. Inilah mengapa Anda itu harus melek betul soal hak kekayaan intelektual yang juga disebut intangible asset bagi seorang penulis. Jangan sembarangan melakukan transaksi jual putus naskah, tanpa dibatasi aspek derivatifnya.
Anda akan sadar mengapa saya sempat menyinggung soal audisi penulis yang kini marak. Pihak penyelenggara sering dengan entengnya menyatakan naskah lomba yang masuk akan menjadi milik penyelenggara. Padahal, di dalam naskah itu meskipun sebuah cerpen sudah terkandung daya sebuah konten. Cerpen atau feature Anda bisa dibuat menjadi novel. Cerpen Anda bisa mengilhami pembuatan sebuah film, sinetron, ataupun FTV. Cerpen Anda bisa menjadi lagu. Nah, siapa yang untung, siapa yang buntung? Anda mungkin tidak akan menyadari sebelum terjadi pada diri Anda sendiri bagaimana seseorang bisa menghasilkan banyak uang dari eksploitasi hak cipta berikut hak derivatif ini.

Antologi atau kumpulan tulisan itu ibarat kumpulan konten yang bisa dieksploitasi kapan pun dan dengan bentuk apa pun. Kalau Anda tidak berpikir sejauh itu, ya memang ikhlaskan saja karya-karya itu dimiliki orang lain dan kelak dapat diakui sebagai karya mereka ketika diubah ke bentuk lain. Hak moral Anda sebagai pencipta bisa dihilangkan begitu saja.
Jangan berpikir buku ya buku karena karya Anda itu bisa tidak berwujud buku. Saya ilustrasikan saja karya Angry Bird. Karya ini awalnya berbentuk game. Di dalam game itu ada berbagai karakter bird dan pig. Alih-alih dimaksudkan sebagai game, karakternya malah melambung dan kini ‘dijual’ untuk produk derivatif buku cerita, buku aktivitas, buku tulis, alat tulis, tas, baju, mainan, dan sebagainya. Dari sebuah karakter Angry Bird bisa diciptakan ratusan buku anak dan semuanya terkena kewajiban royalti serta advance fee di depan. Nilainya ratusan juta untuk eksploitasi selama 2-3 tahun. Bayangkan.
Game itu pun memunculkan kreativitas lain sehingga meluncurkan juga game Angry Pig.  Ini membuktikan sebuah karya itu adalah konten yang jika diperas akan melahirkan karya-karya lain. Kalau Anda menganggap sepele, suatu saat akan gigit jari ketika karya Anda ternyata melambung sebagai karya lain tanpa dapat kompensasi sepeser pun.
Berpikirlah buku ya konten. Selamat berkarya. []
©2012 oleh Bambang Trim
Ba(ha)sa Basi Bambang Trim

Bambang Trim adalah Pendiri Penulis Pro Indonesia (Penprin). Ia telah berpengalaman 30 tahun di dunia penulisan-penerbitan serta telah menulis lebih dari 250 buku (1994–2023). Ia tercatat sebagai perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia. Kini, ia menjadi Ketua Umum Perkumpulan Penulis dan Editor Profesional periode 2022–2026. Bambang Trim aktif di Pusat Perbukuan, Kemendikbudristek sebagai narasumber dan anggota Komite Penilaian Buku Teks.
Woow, sebuah penjelasan yang sangat mencerdaskan. Sepertinya banyak penulis yang belum memahaminya. Terimakasih atas informasi yang sangat berharga ini.
Terima kasih Pak, semoga bisa menjadi informasi untuk para penulis.
kesasar di blog ini. 😀 senang sekali bisa membaca postingan2 dari ahli industri buku 😀 tidak pernah terpikir sampai segitu jauhnya. ternyata menulis memang luarbiasa yaa..
Kesasar membawa nikmat 🙂 hehehe baca tulisan lainnya, masih banyak kejutan 🙂
Keren… Bener-bener mencerahkan ^_^, ternyata banyak yang belum saya ketahui.
Hehehe semoga bermanfaat… baca yang lain ya.
Subhanallah. Kalau saja ada 10 orang kayak Pak Bambang di negeri ini, mungkin dunia perbukuan di Indonesia akan lebih cepat maju 100 kali lipatnya. 😀
Benar-benar terasa manfaat tulisan-tulisan di blog ini, tertutama bagi saya yang masih “mencari jati diri” ini.
Aamiin… terima kasih Mas 🙂 semoga bersua jati dirinya… 🙂
yah, kesadaran hak cipta di Indonesia masih rendah. di dunia kepenulisan, banyak dari kita yang menjadi korban. tapi lebih banyak lagi yang menjadi pelaku.