Barusan ngetweet iseng: Ada apa dengan tinta? Macet menuliskan cinta.
Berkisah soal cinta memang datangnya seolah tak terduga. Namun, pasti ada benih yang ditebar lebih dulu, sadar atau tidak sadar dan bertumbuh. Kadang tumbuh seperti tanaman liar atau kadang tumbuh bagus karena dipupuk terus. Atau layu sebelum berkembang.
Tapi, apa hubungannya tinta dengan cinta? Bagi para pujangga pastilah terhubung dengan “mesra” antara tinta dan cinta.
Sebab cinta bukan tinta maka tetesnya tak membekas tanda. Sebab tinta bukan cinta maka yang tertulis tidak melampaui makna. Maka tinta dan cinta harusnya berpadu memberi tanda dan melampaui makna. — Hai begitulah kata para pujangga.
Tinta memang sejak dahulu kala menjadi penghantar kata-kata yang kadang bermuatan cinta. Ada yang tersampaikan dan ada yang tetap tersimpan. Cinta orangtua pada anaknya; cinta anak pada orangtuanya. Cinta kekasih pada pujaan hatinya. Cinta hamba pada Sang Maha Pencipta.
Kini kita tidak lagi memerlukan tinta karena tergantikan dengan huruf-huruf digital yang muncul seketika. Hanya karena jika kita ingin tetap melihatnya pada kertas, tinta pun berwujud menyatu sebagai “nyawa” dari mesin pencetak. Tercetaklah kata-kata dari tinta dan kadang mengabadikan cinta.
Tinta berjasa mengalirkan kata-kata. Kata-kata tersusun dari olah pikir dan terutama olah rasa maka mampu menghasilkan sesuatu yang berdaya cinta. Karena itu, orang harus berhati-hati dengan kata-kata sebelum mengeksekusinya di ujung tinta. Sebab apa? Kata-kata juga bisa melukai cinta dan pabila sudah tertuliskan dengan tinta, sulit menghapusnya kembali dengan fakta-fakta.
Ada apa dengan tinta?/ Tersendat menuliskan cinta/ Benarkah telah habis kata-kata?/ Rindu pun tak lagi menyiratkan fakta/ Dan kenangan terkepung menyempurnakan derita/ Semua tentang kita/ Tak lagi tertulis pada tinta/ Tersedak dalam cinta/ Terlampaui meninggalkan cita/ Menulislah tanpa tinta.

Bambang Trim adalah Pendiri Penulis Pro Indonesia (Penprin). Ia telah berpengalaman 30 tahun di dunia penulisan-penerbitan serta telah menulis lebih dari 250 buku (1994–2023). Ia tercatat sebagai perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia. Kini, ia menjadi Ketua Umum Perkumpulan Penulis dan Editor Profesional periode 2022–2026. Bambang Trim aktif di Pusat Perbukuan, Kemendikbudristek sebagai narasumber dan anggota Komite Penilaian Buku Teks.