Untuk kali kesekian saya melatihkan keterampilan editing bagi para editor yang bekerja di lembaga-lembaga pemerintah, khususnya pusdiklat. Pekerjaan editing memang menjadi bagian dari tugas untuk mengelola sebuah pusdiklat karena di sana juga dihasilkan bahan-bahan terbitan, seperti modul, buku ajar, atau buku teks. Para widyaiswara yang menjadi tutor diwajibkan untuk menyusun modul pembelajaran.
Event kemarin saya isi secara in-house untuk Pusdiklatwas BPKP di Hotel Salak Bogor. Ada delapan editor yang mengikuti sesi pelatihan selama 2 hari tersebut. Saya menyajikan materi mulai
- pengenalan bilik editorial;
- pengenalan profesi editor;
- pengenalan tugas dan fungsi seorang editor;
- penerapan EYD dan kaidah kebahasaan;
- penilaian naskah;
- penyuntingan naskah mekanik (mechanical editing);
- penyuntingan naskah dengan komputer (on-screen editing);
- penyuntingan naskah substantif (substantive editing);
- perhatian terhadap hak cipta dan plagiarisme.
Pada kenyataannya memang 99% editor di Indonesia yang menyelami pekerjaan sebagai editor sebenarnya belumlah mendapatkan pengetahuan sekaligus pemahaman yang memadai soal teknis editing itu sendiri–kalau tidak mau menyebutkan seperti “mendadak (jadi) editor”. Bahkan, keadaan ini semakin menyulitkan jika editor juga bukan seorang penulis dan tidak mengenali seluk-beluk tulisan. Karena itu, saya kira pelatihan editing memang perlu digiatkan, terutama di lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan yang menghasilkan modul, buku ajar, dan buku teks.
Editing juga tidak dapat dipahami secara sempit sebagai pekerjaan yang hanya memperbaiki ejaan atau bahasa, tetapi lebih luas daripada itu. Dalam buku terbaru yang sedang proses penggarapan, saya menyajikan 101 masalah dalam penyuntingan naskah dan bagaimana solusi menyuntingnya.
Persoalan yang mengemuka juga persoalan gaya selingkung dan bagaimana lembaga-lembaga semacam pusdiklat memang sudah seyogianya memiliki buku panduan gaya selingkung. Panduan ini akan menjadi acuan bersama dan memudahkan proses editing yang melibatkan penulis/pengarang, editor, layouter, serta desainer. Saya sendiri sudah membantu penyeliaan penyusunan buku panduan gaya selingkung untuk LIPI Press, Pusat Pengembangan Multimedia (P2M2) UT atau Penerbit UT, dan yang paling mutakhir diminta untuk membantu penyusunan buku gaya selingkung penulisan kedinasan di lingkungan PTPN XII.
Pengalaman-pengalaman membuat standardisasi penyuntingan dan penerbitan ini pula yang coba saya bagikan kepada para peserta pelatihan yang umumnya menjadi editor secara autodidak. Sungguh lahirnya banyak editor di Indonesia akan turut berperan memajukan literasi di Indonesia. Memang tidak perlu terlalu jauh mengharapkan ada pendidikan formal tingkat S1-S3 tentang publishing science. Cukuplah pelatihan-pelatihan atau kursus-kursus selama 2-3 hari digencarkan untuk menciptakan para editor baru yang mendadak jadi editor. []
©2013 oleh Bambang Trim
catatan pagi berseri….

Bambang Trim adalah Pendiri Penulis Pro Indonesia (Penprin). Ia telah berpengalaman 30 tahun di dunia penulisan-penerbitan serta telah menulis lebih dari 250 buku (1994–2023). Ia tercatat sebagai perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia. Kini, ia menjadi Ketua Umum Perkumpulan Penulis dan Editor Profesional periode 2022–2026. Bambang Trim aktif di Pusat Perbukuan, Kemendikbudristek sebagai narasumber dan anggota Komite Penilaian Buku Teks.