Manistebu.com | Politik pecah belah (sering juga dieja secara keliru “devide”) adalah politik populer yang dijalankan kompeni Belanda. Tidak dimungkiri Belanda sudah membaca watak orang Indonesia yang mudah dipecah belah. Ini sebuah “karakter” warisan masa lalu yang mungkin masih terbawa sampai sekarang. Kompeni memang dianggap sebagai “aktor intelektual” di balik terpecah belahnya orang Indonesia yang di satu sisi melahirkan para pahlawan prakemerdekaan.
Entah mengapa dan siapa kali pertama memulakan tiba-tiba muncul istilah “AKTOR INTELEKTUAL” yang ditengarai ada setelah pecah kekacauan reformasi menjelang tumbangnya Orba—sepertinya memang kalangan jurnalis. Boleh jadi “aktor intelektual” ini disamakan dengan kompeni yang sifatnya memang memecah belah dengan licik. Namun, terjadi pergeseran makna “intelektual” yang tadinya berkonotasi baik menjadi berkonotasi buruk.
Menurut catatan K. Bartens di Kompas 1 Mei 2000, penggunaan istilah “aktor intelektual” ini sudah salah kaprah. Alih-alih menyebut actor intellectualis, dalam bahasa asalnya (Latin) ejaan yang benar adalah auctor intellectualis. Jadi, mestinya auctor bukan actor. Auctor ini juga menjadi akar kata author (pengarang, penggagas ide) dalam bahasa Inggris.
Pada Vademecum: Kamus Saku Latin-Indonesia karya R.S. Hardjapamekas (Grafiti, 1995), saya menemukan lema auctor deliciti dengan makna pelaku tindak pidana. Adapun lema auctor intellectualis bermakna otak (suatu tindak pidana).
Alhasil, yang tepat sebenarnya sebutan auktor intelektual, tetapi kata “auktor” tak tercantum di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dan seolah-olah orang sudah mafhum dengan kata “aktor” yang sama saja dengan pemeran (drama, film, dsb.), lalu karena dianggap cerdas menjadi “aktor intelektual”—pengatur peran.
Auktor intelektual memang terkait dengan makna negatif sebagaimana tercantum pada Vademecum karya R.S. Hardjapamekas. Tokoh yang dikaitkan dengan otak tindak pidana.
Koran Kompas (kalau tidak salah), saya baca beberapa hari lalu sudah menggunakan kata auctor intellectualis ini. Tentu dengan maksud meluruskan yang sudah telanjur salah kaprah dalam berbahasa Indonesia. Namun, tampaknya sulit buat kita “meluruskan” sejarah bahwa watak bangsa kita memang mudah dipecah belah. Karena itu, yang terpecah belah pun sibuk mencari kambing hitam. Di sisi lain, dicari juga sang auctor intellectualis tadi yang mungkin bisa disamakan dengan serigala hitam yang lebih hebat dari sang kambing hitam.
Siapa auctor intellectualis di balik rusuh lapas Tanjung Gusta? Siapa auctor intellectualis di balik kenaikan harga-harga pangan luar biasa ini? Siapa auctor intellectualis di balik …? Sungguh, saya prihatin.[]

Bambang Trim adalah Pendiri Penulis Pro Indonesia (Penprin). Ia telah berpengalaman 30 tahun di dunia penulisan-penerbitan serta telah menulis lebih dari 250 buku (1994–2023). Ia tercatat sebagai perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia. Kini, ia menjadi Ketua Umum Perkumpulan Penulis dan Editor Profesional periode 2022–2026. Bambang Trim aktif di Pusat Perbukuan, Kemendikbudristek sebagai narasumber dan anggota Komite Penilaian Buku Teks.