Manistebu.com | Pernah membaca versi terjemahan Chicken Soup for the Writer’s Soul yang ditulis bertiga Jack Canfield, Mark Victor Hansen, dan Bud Gardner? Penulis kesatu dan kedua sudah kita kenal lewat seri Chicken Soup mereka. Adapun penulis ketiga, Bud Gardner, terkenal sebagai penulis yang berkonsentrasi pada penulisan bisnis. Ia juga sempat menjadi pengasuh acara TV “Menulis untuk Publikasi”. Wow, ada ya acara TV seperti ini.

Bud ini pernah mengambil alih program menulis untuk publikasi di American River College, Sacramento, California sejak 1977 dan memiliki murid-murid yang akhirnya menjadi writerpreneur serta mencatatkan penghasilan $3.000.000 dari tulisan mereka yang bahkan memiliki 500 juta pembaca di seluruh dunia. Wow, lagi!
Bersama 24 muridnya yang paling sukses, Bud menulis buku motivasi berjudul Menulis untuk $1.000.000: Mengubah Impian Anda Menjadi Dolar. Buku ini diterbitkan Carol O’Hara’s Cat* Tale Press dan mencetak hits di California Utara. Oleh The American Society of Journalists and Authors (ASJA)–sebuah organisasi penulis yang paling berpengaruh dan bergengsi di Amerika–, Bud diberi penghargaan dan dinobatkan sebagai guru menulis paling membangkitkan ilham di Amerika. Wow, sekali lagi!
Nah, saya kembali pada buku CSfWS tadi yang menyajikan sejumlah kisah tentang para penulis yang berjuang agar karyanya diterbitkan. Lihat saja kisah Barbara Jeane Fisher yang menuliskan bahwa dalam hidupnya ia punya tiga impian: ia ingin punya keluarga besar, memperoleh gelar di perguruan tinggi, dan menjadi seorang penulis yang (karyanya) diterbitkan. Ia menyatakan yang pertama itu paling mudah.
Singkat cerita, setelah menjalani kehidupan berumah tangga Barbara didiagnosis menderita multiple sclerosis karena ia sempat mengalami kebutaan. Ia pun diberi tahu dokter, hidupnya takkan lama lagi. Seorang mantan gurunya memberi dorongan agar ia menulis buku. Tidak sampai di situ, Barbara yang harus diopname juga diberi tahu bahwa ia menderita penyakit lupus.
Barbara berjuang menghadapi komplikasi penyakitnya untuk menuntaskan dua impian, yaitu lulus kuliah dan menulis. Ia berhasil lulus kuliah dengan susah payah mengandalkan kelas privat dan lulus tahun 1996 dengan predikat summa cum laude di bidang penulisan kreatif. Lalu, ia begitu gembira ketika diminta menjadi pembimbing laboratorium menulis di kampusnya untuk membantu para murid yang kesulitan dengan tugas menulis. Deraan penyakit lupus yang makin melemahkannya tak memupuskan semangatnya untuk menulis novel roman yang mengungkap juga kehidupannya bersama lupus. Novel itu terbit Maret 1999 dengan judul yang sangat impresif: The Stolent Moments.
Pada ujung cerita Barbara, kita boleh menitikkan air mata. Sebelum tiada ia kembali punya tiga keinginan. Ia ingin dapat mengajar satu kelas lagi, menulis satu buku lagi, dan memperoleh satu saja ciuman dari setiap cucu-cucunya yang mungil.
***
Amanat dari tulisan-tulisan di buku tersebut bahwa ada harga yang harus dibayar pada setiap impian, termasuk menulis buku. Dan itu terkadang memang tidaklah murah.
Saya beberapa kali menerima pesan singkat bahwa seseorang ingin menulis buku tentang kisah hidupnya, tetapi ia tidak mampu menulis dengan baik. Lalu, saya menawarkannya untuk ikut kelas menulis agar mendapatkan pembimbingan. Mungkin dengan alasan jauh atau biaya yang dalam pandangannya mahal, ia menanyakan opsi lain seperti ghost writing.
Tentu saya harus mengatakan sesuatu yang juga lebih mahal kepadanya bahwa ghost writing dapat dilakukan dengan bayaran seharga minimal untuk saat ini adalah Rp250.000 per halaman, belum termasuk akomodasi/transportasi penulis jika diperlukan wawancara. Pesan saya itu tidak dibalas dan ini sudah beberapa kali terjadi.
Apa yang tersirat? Bahwa seseorang yang berjuang hendak menulis dan ingin tulisan itu dipublikasikan kerap kali kurang menghargai kerja penulisan itu sendiri. Ini bukan semata soal uang, tetapi soal sebuah impian yang diraih dan akan memberikan suatu “tanda” yang lebih dari sekadar uang. Karena itu, menyuruh orang lain untuk membantu penulisan itu memang tidak murah, harganya berjuta-juta, bahkan hingga ratusan juta rupiah. Jadi, membayar orang untuk melakukan ghost writing atau co-writing lazim dilakukan oleh mereka yang mampu membayar, apakah itu pejabat, pengusaha, atau sebuah lembaga/organisasi.
Bagaimana dengan kolaborasi penulisan atau menulis bersama? Soal ini tentu dapat dinegosiasikan dalam bentuk pembagian royalti antara Anda sebagai author (pengarang) dan writer (penulis) apabila buku diterbitkan. Namun, jangan pernah menawarkan kolaborasi untuk menuliskan kisah hidup Anda jika Anda bukanlah seorang tokoh atau seseorang yang punya kisah hidup begitu dramatis dan mencengangkan. Semua orang punya kisah hidupnya sendiri-sendiri, tetapi tidak semua kisah hidup itu dapat dinikmati oleh kebanyakan orang. Karena itu, pengolahan kisah hidup agar menjadi dramatik selalu dilakukan lewat novel. Namun, menulis novel itu tidak lazim menggunakan jasa ghost writer, kecuali novel berbasis kisah hidup atau kerap disebut autobiography novel.
Jadi, seberapa besar Anda menghargai impian Anda untuk menulis dan diterbitkan? Anda harus berjuang untuk itu, termasuk dengan berlatih sendiri dan terus berlatih jika memang Anda tidak mampu untuk membayar seorang mentor. Namun, adanya mentor atau tutor sangatlah disarankan agar arah impian Anda lebih menjadi nyata.
Kami di Institut Penulis Indonesia selalu siap mewujudkan impian banyak orang untuk mau dan mampu menulis dengan berbagai program pelatihan khusus, bahkan kami juga membuka kelas privat menulis yang dapat diikuti perseorangan.

Bambang Trim adalah Pendiri Penulis Pro Indonesia (Penprin). Ia telah berpengalaman 30 tahun di dunia penulisan-penerbitan serta telah menulis lebih dari 250 buku (1994–2023). Ia tercatat sebagai perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia. Kini, ia menjadi Ketua Umum Perkumpulan Penulis dan Editor Profesional periode 2022–2026. Bambang Trim aktif di Pusat Perbukuan, Kemendikbudristek sebagai narasumber dan anggota Komite Penilaian Buku Teks.