Seolah menasihati diri sendiri, mulai ada wanti-wanti dalam diri saya untuk tidak memosisikan diri sebagai orang yang paling tahu, lalu bla-bla-bla saya mulai membuat tulisan tentang kesalahan para pemula dalam menulis atau dalam apa pun.
Namanya juga orang yang baru mulai menulis, tentu konsep try and error berlaku. Kalaupun ia kemudian tahu apa kesalahannya, biarkan berlaku secara alami atau kalau memang ia bersungguh-sungguh, biarkan ia mencari seorang mentor untuk menunjukkan kesalahan demi kesalahan yang dilakukannya. Atau mungkin lebih tepat bukan kesalahan, melainkan kelemahan-kelemahan atau kealpaan yang dilakukannya.

Karena itu, saya mewanti-wanti diri saat ini untuk tidak membuat tulisan bertajuk 3, 5, 7, 11, 13, sampai dengan 101 kesalahan yang dilakukan para penulis pemula atau pemula-pemula lainnya. Ya, karena saya bukan pula seorang mentor yang luput dari kesalahan “para pemula” itu. Bukan pula mentang-mentang saya sudah menulis puluhan hingga ratusan buku, lalu saya berhak menyalah-nyalahkan para pemula yang sedang bereksperimen menemukan gaya penulisannya.
Saya lebih senang dengan cara berdialog untuk menunjukkan titik lemah dari kacamata sepengalaman saya–sebagai penulis dan tentunya juga sebagai editor. Lalu, berdiskusi bersama bagaimana kelemahan itu bisa dieliminasi. Nah, dialog yang efektif tentu di dalam event-event, seperti seminar, lokakarya, ataupun kursus yang saya isi.
Kalaupun ada yang mendorong saya untuk menulis tentang kesalahan-kesalahan, saya malah akan menjudulinya: “5 Kesalahan Penulis Pemula yang Tidak Perlu Anda Ketahui” dengan embel-embel disklaimer: “Tidak Perlu Dibaca Karena Menggoyahkan Semangat”.
Biarlah saya berempati sebagai penulis pemula meskipun mereka mengatakan: “Aku ya rapopo ….” Tapi ya memang kalau ada yang menulis model kesalahan begini, tentu ia pun boleh dipastikan sudah pernah melakukan kesalahan tersebut. Gara-gara kebanyakan salah maka ia pun menuliskan kesalahan-kesalahannya sebagai ide dasar penulisan. Karena itu, segudang kesalahan itu boleh jadi akan menjadi ide brilian: membuat buku pintar tentang aneka kesalahan.
- Buku Pintar 101 Kesalahan dalam Dunia Keperawatan
- Buku Pintar 101 Kesalahan dalam Dunia Otomotif
- Buku Pintar 101 Kesalahan dalam Pengasuhan Anak
- Buku Pintar 101 Kesalahan … dan seterusnya
He-he-he bagaimanapun menyadari kesalahan sebenarnya adalah dorongan untuk melakukan sesuatu yang benar dan lebih baik. Tanpa ada kesalahan, orang tidak akan menemukan kebenaran. Jadi, mungkin itulah mengapa ada tulisan yang membeberkan kesalahan-kesalahan itu. Namun, tetap saja penulisnya memang seolah menjadi yang paling tahu dan bisa menjadi “dokter” penyembuh penyakit kesalahan itu.
Masbuloh … masalah buat loh? Ya nggak juga. Wong saya baru saja membeberkan “5 Kesalahan Penulis Pemula dalam Menulis Cerita Hantu” di atas. Tapi itu hanya joke karena saya sebenarnya tidak pernah menulis cerita hantu. Oh, pernah hanya sekali, di buku Alkisah terbitan Bunaya, sebuah cerpen misteri. Jadi itulah modal saya, baru sekali menulis cerpen misteri maka saya bisa menunjukkan kepada Anda kesalahan para penulis pemula dalam membuat cerita hantu. Gubrak! 🙂
Hak cipta © Bambang Trim 2014.

Bambang Trim adalah Pendiri Penulis Pro Indonesia (Penprin). Ia telah berpengalaman 30 tahun di dunia penulisan-penerbitan serta telah menulis lebih dari 250 buku (1994–2023). Ia tercatat sebagai perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia. Kini, ia menjadi Ketua Umum Perkumpulan Penulis dan Editor Profesional periode 2022–2026. Bambang Trim aktif di Pusat Perbukuan, Kemendikbudristek sebagai narasumber dan anggota Komite Penilaian Buku Teks.