Ide sebuah penemuan, bukan pencarian. Karena itu, ide adalah hal termahal bagi seorang penulis. Mereka yang memiliki ide segar berjuluk author atau orang yang memiliki otoritas terhadap gagasannya.
Di mana Anda bisa bertemu ide? Sebagai sesuatu yang berharga, apakah Anda memerlukan biaya untuk bisa bersua ide?
Ya, dalam beberapa hal saya kerap “belanja ide” dengan mengeluarkan biaya. Namun, biaya itu biasanya dikeluarkan untuk sesuatu di luar usaha menemukan ide.
Beberapa contoh belanja ide yang saya lakukan sebagai berikut.
Menonton Film. Kegiatan ini jelas berbayar jika dilakukan di bioskop dan setiap film yang ditonton memang dapat menstimulus ide menulis saya. Alih-alih menikmati film, otak saya pun bekerja untuk menemukan ide yang dapat dituliskan.
Membeli Buku. Membeli buku adalah kegiatan rutin yang saya lakukan jika berkesempatan ke toko buku atau pameran buku. Setiap buku yang saya beli umumnya saya gunakan untuk memancing ide lain. Jadi, beli buku ibarat investasi yang nantinya akan mencapai titik impas jika saya menulis lagi.
Mengikuti Seminar/Lokakarya/Pelatihan. Ini juga jelas kegiatan berbayar dan sayang untuk dilewatkan begitu saja tanpa menjadi tulisan. Paling tidak saya bisa menuliskan jalannya acara, menuliskan tentang pemateri/tutornya, menuliskan ide-ide lain yang berkelebat saat pemateri memaparkan gagasannya. Ya, sering tulisan saya lahir dari acara-acara seperti ini.
Melakukan Perjalanan. Favorit saya memang plesiran ke tempat-tempat menarik meskipun sebagian plesiran saya dibayar orang lain yang mengundang atau mengontrak saya untuk suatu pekerjaan. Namun, jelas perjalanan seperti ini berbayar dan terkadang tidak murah. Puluhan kali saya melakukan perjalanan ke luar negeri serta berkeliling kota di Nusantara dan semua itu saya usahakan menjadi tulisan.
Menikmati Kuliner. Soal yang satu ini jangan ditanya. Setiap makan, pastilah pikiran saya bekerja menemukan ide-ide, termasuk ide tulisan tentang kuliner. Paling tidak kuliner membuat pancaindra saya bekerja semua: pelihatan, penciuman, pendengaran, dan jelas perasa.
Itu sebagian kegiatan saya dalam belanja ide yang mengeluarkan biaya. Lalu, bagaimana belanja ide tanpa biaya? Salah satu yang jelas bisa dilakukan adalah dengan membaca, termasuk membaca situasi di mana pun kita berada.
Jadi, blusukan itu juga salah satu upaya memancing ide. Tempat favorit saya untuk blusukan adalah pasar tradisional. Di sana saya bisa menemukan banyak tipikal orang, melihat-lihat barang yang didagangkan, mendengarkan celoteh penjual atau pembeli, mencium aneka bau, dan merasakan atmosfer kehidupan.
Ke mana pun saya pergi pasti membawa catatan kecil. Namun, kini saya terbantu dengan fitur di smartphone. Saya mulai terbiasa menuliskan ide kini di aplikasi semacam Evernote. Di sanalah ide-ide saya terikat dan kelak akan saya eksekusi menjadi tulisan pada waktu yang tepat. 🙂

Bambang Trim adalah Pendiri Penulis Pro Indonesia (Penprin). Ia telah berpengalaman 30 tahun di dunia penulisan-penerbitan serta telah menulis lebih dari 250 buku (1994–2023). Ia tercatat sebagai perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia. Kini, ia menjadi Ketua Umum Perkumpulan Penulis dan Editor Profesional periode 2022–2026. Bambang Trim aktif di Pusat Perbukuan, Kemendikbudristek sebagai narasumber dan anggota Komite Penilaian Buku Teks.