Dalam laporan penjualan TB Gramedia 2013 disebutkan bahwa buku religi menempati posisi kedua setelah buku anak. Total penjualan buku religi 3,7 juta eksemplar dengan kontribusi 2.843 judul buku. Tentulah buku religi yang dimaksud adalah dominan buku Islam.
Buku religi (Islam) memang masih bergigi merajai berbagai penjualan buku, terutama pada saat-saat bulan Ramadan seperti ini. Kebangkitan kreativitas dan tema buku Islam memang terus bertahan sejak dimulai pada tahun 1980-an dengan kemunculan Mizan dan Gema Insani Press sebagai penerbit buku progresif pada awal kemunculannya.
Saya sempat membahas bahwa tema buku religi Islam memang tidak akan pernah kering karena Islam sendiri menyediakan mata air tema yang luar biasa untuk diturunkan menjadi sebuah wacana dalam buku. Coba lihat saja buku anak Islam yang kini mengusung tema beragam. Jadi, jika buku anak menempati posisi nomor satu dalam penjualan di TB Gramedia yaitu 10,9 juta dengan 4.701 judul di antaranya tentu termasuk buku anak Islam.
Kasus epigon juga terlihat pada buku-buku religi yang sukses. Contoh yang terhangat adalah buku tentang anak-anak dan orangtua penghafal al-Quran yang pada awal tahun 2012 dimulai pada penerbitan buku karya Salafuddin AS berjudul Balita Pun Hafal Quran yang diterbitkan Tinta Medina. Saya ikut membidani buku ini dan selepas saya keluar dari Grup Tiga Serangkai, buku ini pun terbit dan mendapat respons luar biasa dari para pembaca. Penulisnya pun mendapatkan undangan bedah buku di mana-mana. Ternyata tema tentang para penghafal Quran ini juga menarik minat banyak kaum Muslim.
Tahun-tahun ke depan tentu buku religi masih akan memberikan kejutan, terutama dari tema seputar ibadah, muamalah, sirah (sejarah), dan juga tema-tema kontemporer seperti parenting Islami, pendidikan Islami, dan pengembangan diri. Para penulis buku religi pun akan banyak ke depan yang unjuk gigi tentu dengan ilmu dan pengalaman religius yang dimilikinya. Memang salah satu faktor yang menyebabkan belum banyak para penulis (baca: da’i) baru muncul dengan kekuatan penanya disebabkan oleh kelemahan dalam dakwah menggunakan kalam itu sendiri.
Satu hal lagi tentu yang diperlukan adalah kreativitas dalam menggarap tema-tema yang sudah sering dibukukan. Ustad Aid al-Qarni (penulis buku La Tahzan) pernah berpesan dalam bukunya bahwa sebaiknya para penulis Islam tidak menulis buku yang sudah ditulis oleh orang lain. Namun, untuk memunculkan orisinalitas gagasan penulisan buku religi memang tidak mudah meskipun Islam menyediakan mata air gagasan yang luar biasa deras. Alhasil, yang diperlukan sekali lagi adalah kreativitas penggarapan tema lama menjadi terasa baru atau lebih mudah untuk dipahami pembaca.[]

Bambang Trim adalah Pendiri Penulis Pro Indonesia (Penprin). Ia telah berpengalaman 30 tahun di dunia penulisan-penerbitan serta telah menulis lebih dari 250 buku (1994–2023). Ia tercatat sebagai perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia. Kini, ia menjadi Ketua Umum Perkumpulan Penulis dan Editor Profesional periode 2022–2026. Bambang Trim aktif di Pusat Perbukuan, Kemendikbudristek sebagai narasumber dan anggota Komite Penilaian Buku Teks.
trus tiba2 dapet gelombang inspirasi. makasih banyak pak Bambang! 🙂
Kurang lebih dua pekan lalu ada acara diskusi tentang tema ini di IKAPI Jabar bersama Pak Haidar Bagir dan Mas Hikmat Kurnia. Salah satu kesimpulan dari diskusi tersebut mirip seperti judul tulisan Mas Bambang ini, buku-buku islam masih memiliki prospek yang cerah 🙂
Iya saya tidak sempat hadir pada diskusi tersebut. 🙂