Jumat, 21 November 2014 adalah jadwal ketiga yang ditentukan untuk kami, tim dari Gerakan Ayo Membaca Indonesia untuk bersua Menteri Anies Baswedan. Dua jadwal sebelumnya diubah lagi.
Lepas Jumatan, kami berlima: saya, Pak Dedi Sjahrir Panigoro, Ikhsan Fauzie, Dewi Utama Fayza, dan Sastri menanti Mas Anis Baswedan–yang memang ogah dipanggil Pak Menteri. Rupanya beliau sedang bersantap siang dulu di kantin Kemdikbud, berbaur dengan pegawai lainnya. Sesuatu yang mungkin jarang, atau bahkan tidak pernah dilakukan menteri-menteri terdahulu.
Ruangan sangat lega menampung kami berlima. Sekitar pukul 14.00, kami pun diterima dengan senyum khas Mas Anis. Mulailah Pak Dedi membuka obrolan langsung tentang rencana Gerakan Ayo Membaca Indonesia sebagai gerakan partisipatif dari rakyat untuk rakyat untuk kepentingan membumikan kemampuan literasi pada generasi selanjutnya.
“Saya sebenarnya tidak terlalu suka dengan karya-karya fiksi berbau mysticism seperti halnya Harry Potter. Namun, yang patut dikagumi bahwa lewat novel itu anak-anak terpacu membaca buku setebal 700-an halaman lebih!” ujar Menteri Anies di sela-sela mendengar penjelasan kami.
Jadi, salah satu upaya menanamkan minat baca memang buku harus dibuat seperti candu. Tentu hal ini bukan semudah membalikkan telapak tangan untuk Indonesia yang sedemikian luas. Faktor orangtua dan guru sangat berperan.
Menteri Anis juga mencontohkan sebuah gerakan yang merupakan turunan dari Gerakan Indonesia Mengajar yaitu Indonesia Menyala dengan cara membuat orang memiliki perpustakaan asuh. Para sukarelawan pun akan berkomitmen untuk “mengasuh” sebuah perpustakaan, termasuk memantau pertambahan koleksi dan promosi minat baca.
Kami menangkap satu pesan segera bergerak dan menyebar untuk promosi minat baca ini. Karena itu, agenda lain segera disusun, termasuk menyiapkan rencana literacy camp bagi para guru dan orangtua yang berminat di beberapa kota di Indonesia.
Ini adalah gerakan kesekian terkait minat baca karena telah banyak gerakan serupa yang didirikan. Namun, tentu perlu ada cara-cara kreatif untuk tetap melakukannya dan tidak berputus asa soal keadaan bangsa Indonesia yang makin jauh dari bacaannya. [BT]

Bambang Trim adalah Pendiri Penulis Pro Indonesia (Penprin). Ia telah berpengalaman 30 tahun di dunia penulisan-penerbitan serta telah menulis lebih dari 250 buku (1994–2023). Ia tercatat sebagai perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia. Kini, ia menjadi Ketua Umum Perkumpulan Penulis dan Editor Profesional periode 2022–2026. Bambang Trim aktif di Pusat Perbukuan, Kemendikbudristek sebagai narasumber dan anggota Komite Penilaian Buku Teks.