Jarang sekali memang buku-buku karya penulis Indonesia mengadakan halaman peringatan (disclaimer). Satu contoh yang pernah dilakukan adalah pada buku pelajaran Kurikulum 2013. Pemerintah dalam hal ini Kemdikbud selaku pemegang hak cipta dan penerbit merasa perlu mengadakan halaman “disklaimer” tersebut.
Disklaimer (padanan kata ini digunakan di buku K-13) tersebut berbunyi: Buku ini merupakan buku siswa yang dipersiapkan Pemerintah dalam rangka implementasi Kurikulum 2013. Buku siswa ini disusun dan ditelaah oleh berbagai pihak di bawah koordinasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan dipergunakan dalam tahap awal penerapan Kurikulum 2013. Buku ini merupakan “dokumen hidup” yang senantiasa diperbaiki, diperbaharui, dan dimutakhirkan sesuai dengan dinamika kebutuhan dan perubahan zaman. Masukan dari berbagai kalangan diharapkan dapat meningkatkan kualitas buku ini. (lihat tulisan saya tentang disklaimer ini).
Jadi, halaman peringatan memang lazim digunakan oleh para penulis atau penerbit terkait dengan konten isi buku. Berikut ini adalah alasan mengadakan halaman peringatan (disclaimer):
- Peringatan demi menghindarkan tuntutan hukum dalam suatu karya. Contoh, dalam karya fiksi kita sering membaca peringatan berikut: fiksi kita pun mafhum ada kata-kata seperti ini: Nama tokoh dan tempat di dalam karya ini adalah khayalan penulis belaka. Jika ada kesamaan nama dan tempat dalan karya ini pada kehidupan nyata, itu hanya kebetula;
- Peringatan bahwa materi dalam buku tidak bisa sepenuhnya atau tidak disarankan menjadi rujukan yang akurat. Penulis juga mengingatkan bahwa penggunaan buku ini tidak dapat sepenuhnya diasumsikan sebagai panduan atau konsultan mandiri tanpa bimbingan orang yang lebih memahami atau ahli, termasuk juga terkait dengan hukum di negara tertentu.
Dalam banyak kasus memang kerap pembaca memercayai konten sebuah buku dengan yakinnya, padahal buku tersebut kadang menggunakan judul bombastis. Contohnya, 30 Hari Mahir Cas-Cis-Cus Bahasa Inggris. Setelah mengikuti saran dalam buku, ternyata pembaca tidak mampu berbicara bahasa Inggris dalam tempo 30 hari.
Adalah tanggung jawab penulis ataupun penerbit untuk memperingatkan pembaca sebagai tindakan sportif sehingga mereka tidak asal membeli buku.
Berikut saya berikan contoh halaman peringatan yang disampaikan Joe Vitalae dalam bukunya Hypnotic Writing, edisi terjemahan diterbitkan Gramedia Pustaka Utama.
Tampak pada peringatan yang dibuatnya, Vitalae hendak menjelaskan lebih dulu tentang hipnosis dan peringatannya agar kemampuan hypnotic writing digunakan untuk jalan kebaikan. Selain itu, ada pula klarifikasi tentang hipnosis sebagai sarana, bukan sebuah “kekuatan” bagaikan dewa bagi seseorang. Penjelasan dan peringatan awal seperti ini cukup fair bagi pembaca agar tidak berpikiran “macam-macam” dulu.
Nah, saya jadi ingat sebuah iklan bombastis pelatihan hipnosis beberapa waktu lalu yang disebarkan via broadcast message. Saya sempat bertanya kepada panitia yang menyebarkan iklan itu karena begitu banyak bumbu bombastisnya. Di satu sisi untuk menarik minat, pelatihannya dijuduli dengan hal berbau spiritual. Di sisi lain dijanjikan peserta akan mampu melakukan hiburan hipnosis sehingga bisa menghipnosis massal. Apa hubungan hipnosis dapat digunakan sebagai hiburan dan meningkatnya daya spiritual–dijanjikan akan lebih khusyu dalam ibadah?
Hal-hal seperti itu jika tidak disertai dengan disclaimer tentu bisa menyebabkan kekeliruan atau sesat pikir bagi orang awam. Begitupun dengan buku-buku berjudul bombastis yang bertebaran kini. Tentu diperlukan sikap fair atau sportif dari penulis untuk mengungkapkan klarifikasinya pada halaman peringatan.

Bambang Trim adalah Pendiri Penulis Pro Indonesia (Penprin). Ia telah berpengalaman 30 tahun di dunia penulisan-penerbitan serta telah menulis lebih dari 250 buku (1994–2023). Ia tercatat sebagai perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia. Kini, ia menjadi Ketua Umum Perkumpulan Penulis dan Editor Profesional periode 2022–2026. Bambang Trim aktif di Pusat Perbukuan, Kemendikbudristek sebagai narasumber dan anggota Komite Penilaian Buku Teks.
kok desainnya berantakan pak?
Desain apa Mas? Itu hasil scan dan cropping, jadi nggak standar.
maksudku desain websitenya hehe. berubah drastis. padahal sebelumnya bagus 🙂
Oh ya, saya kira apa makna “berantakan” soalnya masih terbaca pada desktop maupun hp. Kurang menarik saja mungkin karena terlalu kaku. 🙂
Assalamu’alaikum
Pak Bambang, saya ingin bertanya.
1. Letak Halaman Peringatan ini ada di bagian mana? Bagian setelah endorsement atau sesudahnya?
2. Judulnya menjadi halaman peringatan atau peringatan penulis?
3. Halaman peringatan ini apakah sama dengan “Catatan Editor” yang ada di halaman depan buku?
4. Sebaiknya disklaimer ini menjadi catatan dari penulis atau editor?
Terima kasih.
Wa’alaikum salam,
1. Letak halaman diclaimer setelah prakata penulis di halaman prelims.
2. Judulnya bisa “Peringatan” saja.
3. Yang membuat halaman peringatan adalah penulis bukan editor. Jadi, tidak sama dengan catatan editor, seperti buku-buku bunga rampai atau antologi.
4. Disclaimer bukan catatan, tetapi peringatan penulis terhadap konten isi buku.
Terima kasih kembali.
Baik Pak. Terima kasih atas penjelasannya.