Berapa sebenarnya pangsa pasar atau market share buku di Indonesia? Jawaban secara tegas masih belum dapat disebutkan oleh para pelaku industri. Jika Anda berada dalam industri buku pelajaran, paling mudah menghitungnya dari jumlah siswa di seluruh Indonesia, kemudian dikalikan dengan jumlah mata pelajaran setiap jenjang. Setelah itu dikalikan lagi dengan harga rata-rata buku pelajaran. Sudah diprediksi angkanya mencapai triliuan rupiah.
Lalu, bagaimana hitungan secara umum. Saya coba membuat asumsi dari jumlah kelas menengah Indonesia. Mengapa kelas menengah? Ciri golongan ini adalah kemampuan daya beli yang tinggi. Selain itu, kesadaran akan pendidikan dan kesehatan juga meningkat yang secara langsung atau tidak langsung bisa mendorong belanja buku sebagai barang kebutuhan sekunder.
Data yang saya kutip dari Buku Pintar Kompas 2011 ada lonjakan jumlah kelas menengah sejak 2003 ke 2010 hingga 53 juta jiwa (66%). Bank Dunia menurunkan laporan ada 56,3% dari 237 juta populasi Indonesia yang termasuk kategori kelas menengah. Artinya, tahun 2010 diperkirakan ada 134 juta warga kelas menengah di Indonesia. Jumlah itu diprediksi meningkat menjadi 150 juta jiwa pada tahun 2014.
Dari sisi nilai uang yang dibelanjakan tahun 2010 tercatat belanja pakaian dan alas kaki mencapai Rp113,4 triliun, belanja barang rumah tangga dan jasa Rp194,4 triliun, belanja di luar negeri Rp59 triliun, dan biaya transportasi Rp238,6 triliun.
hitungan pangsa pasar buku
Buku dapat kita tempatkan pada belanja barang rumah tangga dan jasa. Jika digunakan asumsi 150 juta populasi kelas menengah dan tiap orang membeli 1 buku dengan harga rata-rata Rp47.000,00 (berdasarkan analisis dari harga rata-rata buku di TB Gramedia), pangsa pasar buku di Indonesia adalah Rp7,05 T. Jumlahnya akan melonjak dua kali lipat jika kita katakan kelas menengah Indonesia paling tidak membeli 2 buku dalam setahun. Untuk hal ini, perlu dilakukan survey lebih lanjut.
Pendekatan kedua bisa juga menggunakan data Unesco dari segi minat baca. Data Unesco 2012 menyebutkan bahwa indeks minat baca masyarakat Indonesia adalah 0,001. Artinya, hanya 1 dari 1.000 orang Indonesia yang punya minat baca serius. Jadi, kalau kita hitung dari jumlah penduduk 240 juta, hanya ada 240.000 orang pembaca serius.
Jka diasumsikan 240.000 orang itu membeli buku 12 judul setiap tahun, pangsa pasar buku di Indonesia 240.000 x 12 x Rp47.000 = Rp135,3 miliar. Masih jauh dari angka Rp1 T. Angka ini mungkin menunjukkan kenyataan industri buku Indonesia masih harus berjuang untuk bertahan dan pasar yang menjanjikan masihlah di buku-buku pendidikan, khususnya buku pelajaran dari tingkat TK hingga perguruan tinggi.
Angka potensi pasar itu memang akan bertambah signifikan jika memasukkan pasar buku pelajaran atau buku teks perguruan tinggi karena siswa dan mahasiswa wajib membeli buku bukan disebabkan karena minatnya. Berkaca pada angka penjualan TB Gramedia tahun 2014 yang mencapai Rp1,2 T untuk kategori buku (tidak termasuk alat tulis kantor), angka tersebut jelas jauh melampaui asumsi berdasarkan minat baca.
Pendapatan industri buku
Jika TB Gramedia menguasai pasar buku diasumsikan 50% di seluruh Indonesia, angka yang kita peroleh revenue buku umum secara total adalah sekira Rp2,4 T. Sebagai catatan, buku pelajaran di tingkat toko buku seperti TB Gramedia hanya menyumbang 0,02% dari total pendapatan.
Penerbit buku pelajaran memang tidak menggunakan saluran penjualan toko buku sebagai salurah utama. Jadi, kita dapat menyebut revenue buku umum itu kira-kira Rp2,4 T. Jumlah reveneu itu tinggal ditambahkan dengan angka penjualan buku pelajaran dari TK hingga perguruan tinggi, tidak termasuk angka pembelian buku dari APBN atau APBD pemerintah.
Kecenderungan saya
Saya lebih cenderung menggunakan pendekatan angka kelas menengah daripada angka minat baca versi Unesco untuk menghitung potensi pangsa pasar (market share) buku di Indonesia. Angka Rp7,05 T lebih masuk akal dengan perolehan data bahwa ada pendapatan sekira Rp2,4 T di pasar buku umum dan pendapatan lebih besar lagi di pasar buku pelajaran.
Saat ini saya memang belum menghitung pangsa pasar buku pelajaran. Jumlahnya pasti melonjak jauh dari pangsa pasar Rp7,05 T dengan basis hitungan populasi siswa dan mahasiwa di Indonesia.
Meskipun demikian, kita ketahui bahwa industri buku kini mengalami stagnasi, bahkan ada indikasi penurunan pendapatan. Asumsi yang disorongkan juga bisa bermacam-macam seperti teralihkannya perhatian kelas menengah ke gadget daripada membaca buku (cetak). Di sini pula ada peluang pengembangan buku ke format digital yang lebih ekspresif, contohnya buku-buku berbasis multimedia. Alhasil, penerbit memang dihadapkan pada tantangan tidak mudah kini seiring lahirnya generasi digital dan generasi internet.
Sisi lain bisa jadi juga buku cetak kehilangan pesonanya, baik pesona fisik maupun pesona konten. Terlalu banyak buku yang membanjiri pasar dan terlalu banyak pula buku yang dari sisi kualitas masih rendah dan tidak layak baca jelas akan memengaruhi minat untuk membeli meskipun daya beli tinggi.
Bagaimanapun angka-angka yang saya sebutkan hanyalah asumsi sebagai praktisi di dunia penerbitan. Angka ini perlu penelusuran lebih jauh melalui survey dan penelitian. Namun, tampaknya memang ada kesulitan ketika bicara soal revenue. Mungkin seperti halnya beberapa industri lain di Indonesia, tidak banyak penerbit yang mau membuka diri terhadap angka pendapatannya.
©2015 oleh Bambang Trim
Founder Uwritinc.com | Praktisi penulisan-penerbitan Indonesia

Bambang Trim adalah Pendiri Penulis Pro Indonesia (Penprin). Ia telah berpengalaman 30 tahun di dunia penulisan-penerbitan serta telah menulis lebih dari 250 buku (1994–2023). Ia tercatat sebagai perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia. Kini, ia menjadi Ketua Umum Perkumpulan Penulis dan Editor Profesional periode 2022–2026. Bambang Trim aktif di Pusat Perbukuan, Kemendikbudristek sebagai narasumber dan anggota Komite Penilaian Buku Teks.
Reblogged this on Ning Kene Bae.
Terimakasih artikelnya Mas..
Ohya, Mas, saya mau nanya, apakah ada data valid soal perbandingan ekspor/impor buku setiap tahun? Misalnya berapa banyak buku dari Amerika atau Eropa yang masuk ke Indonesia dan perbandingannya dengan buku kita yang dikirim ke luar negeri. Terimakasih.
Apakah yang dimaksud ekspor/impor fisik buku atau pembelian hak cipta terjemahan? Kalau fisik, pasti jomplang karena bahasa buku kita hanya bisa diterima di Malaysia atau negara yang ada komunitas orang Indonesia. Kalau buku berbahasa Inggris yang masuk ditampung di TB Gramedia, Kinokuniya, atau beberapa yang lain. Kita tidak memiliki data, termasuk juga soal penerjemahan karena harus dilakukan riset.