Kalau diperhatikan penetrasi internet yang melahirkan juga teknologi website, blog, media sosial, dan jejaring sosial, sangat mendorong siapa pun menulis. Hampir setiap hari banyak orang menulis, paling tidak pembaruan status di Facebook ataupun menuliskan isi pikirannya lewat blog pribadi atau juga sebangsa blog jurnalisme warga Kompasiana.
Kita disadari atau tidak sebenarnya telah terbangun menjadi masyarakat menulis. Akan tetapi, ada tetapi-nya. “Tetapi” ini membuat kualitas masyarakat menulis kita belum dapat dikatakan baik.
Berikut ini bukan 9 keajaiban menulis, melainkan 9 kecenderungan masyarakat menulis yang lahir dari rahim zaman digital kini.
- Menulis, tetapi mengutip tulisan orang lain tanpa menyebutkan sumbernya atau lebih parah lagi menjiplak.
- Menulis tanpa menggunakan referensi internal, yaitu pikiran, perasaan, dan pengalaman sehingga cenderung menampakkan kenaifan atau kebodohan diri, bahkan membahayakan diri sendiri.
- Menulis tanpa menggunakan referensi eksternal alias tidak membaca sama sekali sehingga cenderung astul ‘asal tulis’.
- Menulis dengan mengekor cara orang lain menulis sehingga bukan khas dirinya.
- Menulis dengan mengutamakan rating atau klik pembaca sehingga terjebak atau menyenangi hal-hal sepele menjadi besar; hal-hal benar menjadi seolah tidak benar; hal-hal biasa terkesan luar biasa; dan banyak lagi.
- Menulis dengan menyebarkan fitnah, berita bohong, atau hal-hal negatif lainnya demi mengelabuhi massa, menciptakan kegaduhan atau juga kegoncangan (chaos), kesenangan, ataupun karena pesanan berbayar.
- Menulis bebas tanpa tujuan berarti.
- Menulis untuk semata iklan dan iklan.
- Menulis (cuma) PING!
Kita boleh dibilang masyarakat menulis kini dengan produksi tulisan jutaan setiap hari (hitung saja pemilik akun media sosial jika mereka aktif). Masyarakat menulis, tetapi karyanya tidak ada yang berbunyi sejatinya masyarakat menulis.
Oh ya, tambahan lagi. Kita masyarakat menulis, tetapi di negeri ini tidak ada satu pun asosiasi penulis. Kalaupun ada, mungkin sudah lama terkubur. Kita masyarakat menulis, produksi bukunya (berdasarkan pengajuan ISBN ke PNRI 2014) ada 44.327 judul buku setahun atau paling tidak sudah mencapai angka 40.000 judul per tahun, tetapi minat bacanya masih rendah, apalagi minat membelinya; dan pameran buku tidak seramai pameran gadget, apalagi mobil. Wajar karena kita sudah bisa menulis dan membaca di gadget sambil menyetir mobil (hehehe).
Tulisan ini kritik dan otokritik menyambut Hari Menulis Nasional. Kapan? Hari ini dan seterusnya setiap hari.
©2015 oleh Bambang Trim

Bambang Trim adalah Pendiri Penulis Pro Indonesia (Penprin). Ia telah berpengalaman 30 tahun di dunia penulisan-penerbitan serta telah menulis lebih dari 250 buku (1994–2023). Ia tercatat sebagai perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia. Kini, ia menjadi Ketua Umum Perkumpulan Penulis dan Editor Profesional periode 2022–2026. Bambang Trim aktif di Pusat Perbukuan, Kemendikbudristek sebagai narasumber dan anggota Komite Penilaian Buku Teks.
Motivasi yang bagus, setiap hari adalah ‘hari menulis’
wah iya juga ya pak…
berkaitan dengan menulis, banyak buku2 baru setiap bulannya… ketika saya mampir ke web2 yg jualan buku secara online, banyak banget tuh buku2 barunya…
gak tahu yg beli berapa…
hehehe…
Benar juga bang Bambang, secara tidak sadar banyak yang terjebak di salah satu dari 9 kategori di atas…