Editing Membuat Karya Melenting

Manistebu.com | Semakin hari semakin tersedia berbagai media untuk mengekspresikan tulisan. Istilah citizen journalism kini benar-benar dapat dipraktikkan siapa pun yang memiliki gawai canggih, lalu menulis apa yang dilihat, didengar, dirasakan, dan dicatatnya. Tulisan itu kemudian diunggah ke media daring atau media sosial yang kini banyak macamnya.

Namun, memang tidak semua orang menampilkan tulisannya itu layak disebut sebagai penulis. Terkadang tulisan yang diunggah sangat kacau atau masih begitu banyak terdapat kesalahan, baik itu kesalahan berbahasa, ketidakjelasan maksud, atau kesalahan data dan fakta. Belum lagi masalah legalitas (terhindar dari plagiat) dan pelanggaran kepatutan.

Bersamaan dengan keterampilan menulis, satu ilmu atau pengetahuan dan keterampilan yang perlu dikuasai seseorang adalah editing. Mereka yang menulis dan melakukan editing terhadap karyanya sendiri disebut self-editing. Swasunting atau self-editing ini penting untuk melentingkan karya tulis yang bebas dari kesalahan.

Perhatikan teks berikut. Saya kutip dari Kompasiana  sebagai contoh.


Menyadari bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang dijuluki “supermarket bencana”, maka pada tanggal 29 Maret 2013 di Kota Padang, Sumatera Barat, Palang Merah Indonesia (PMI) telah meluncurkan sebuah buku penting berjudul “Panduan Kampus Siaga Bencana”–(KSB).

 

Buku Panduan KSB ini untuk mendukung program berbasis masyarakat yang terus dilakukan oleh PMI dalam rangka menanggapi isu Pengurangan Risiko Bencana (PRB), setelah sebelumnya organisasi kemanusiaan terbesar di Indonesia itu, telah sukses menjalankan program serupa di tingkat sekolah (Sekolah Siaga Bencana/SSB sejak tahun 2004) melalui kegiatan ekstrakurikuler Palang Merah Remaja (PMR), lalu di tingkat masyarakat desa seperti Program Pengurangan Resiko Terpadu Berbasis Masyarakat (PERTAMA), kemudian Program Kesehatan dan Pertolongan Pertama Berbasis Masyarakat (KPPBM), pelatihan dan simulasi tanggap darurat bencana untuk relawan di tingkat desa melalui Tim SIBAD (Siaga Bencana Berbasis Masyarakat), maupun melalui pembinaan Unit Kegiatan Mahasiswa Korps Sukarela (KSR) di Perguruan Tinggi (PT) dengan kegiatan-kegiatan yang mengarah pada adaptasi perubahan iklim (API).

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/irwanlalegit/pengarusutamaan-kampus-siaga-bencana_569136274c7a61010b81c539


Tulisan yang berisikan informasi tersebut menjadi kurang jelas, terutama pada paragraf kedua karena hanya terdiri atas satu kalimat yang panjang. Paragraf hanya mengandung satu topik dan minimal memiliki dua  kalimat, yaitu satu kalimat utama dan satu kalimat penjelas. Paragraf yang panjang mungkin saja sudah mengandung lebih dari satu topik.
Jika penulis meluangkan waktu sejenak untuk mengedit, sebelum mengeposkan tulisan, tentu akan lebih baik. Berikut versi editing dari saya.

Indonesia, negara kepulauan terbesar di dunia ini, dikenal rentan sebagai daerah bencana hingga dijuluki “supermarket bencana”. Berkaca dari hal itu, pada 29 Maret 2013, di Padang, Palang Merah Indonesia (PMI) meluncurkan sebuah buku penting berjudul Panduan Kampus Siaga Bencana (KSB).
Terbitnya buku tersebut guna mendukung program berbasis masyarakat yang terus dilakukan oleh PMI dalam rangka menanggapi isu pengurangan risiko bencana (PRB). Organisasi kemanusiaan terbesar di Indonesia itu, sebelumnya telah sukses menjalankan program serupa di tingkat sekolah (Sekolah Siaga Bencana [SSB] sejak tahun 2004) melalui kegiatan ekstrakurikuler Palang Merah Remaja (PMR).
Selanjutnya, diadakan pula program di tingkat masyarakat desa seperti Program Pengurangan Resiko Terpadu Berbasis Masyarakat (PERTAMA), kemudian Program Kesehatan dan Pertolongan Pertama Berbasis Masyarakat (KPPBM). Selain itu, diadakan juga pelatihan dan simulasi tanggap darurat bencana untuk relawan di tingkat desa melalui Tim SIBAD (Siaga Bencana Berbasis Masyarakat), ataupun melalui pembinaan Unit Kegiatan Mahasiswa Korps Sukarela (KSR) di perguruan tinggi dengan kegiatan-kegiatan yang mengarah pada adaptasi perubahan iklim (API).

Karya tulis tersebut mengalami perbaikan dari segi tanda baca, pilihan kata, kapitalisasi, dan struktur kalimat, termasuk juga perbaikan paragraf. Kepentingan editing dilakukan untuk memudahkan pembaca menangkap maksud dan pesan yang ingin disampaikan si penulis.
Tentu para penulis yang ingin menjadi penulis profesional atau penulis berpengaruh, tidak boleh mengabaikan soal editing di dalam tulisannya meskipun itu masih berupa draf naskah. Hasil tulisan merefleksikan cara berpikir orang tersebut. Apalagi, jika tulisan yang diunggah ke blog umum seperti Kompasiana yang notabene tidak ada editornya, hasil tulisan pun akan terlihat apa adanya.
Di mana Anda dapat mengasah kemampuan editing? Anda dapat mengikuti pelatihan-pelatihan editing yang kini intens saya selenggarakan setiap tahun. Utamanya Anda akan belajar tentang 7 Asas Editing atau Penyuntingan.
Editing memang sebuah keniscayaan untuk membuat sebuah karya melenting. Karena itu, posisi editing atau menyunting adalah seiring sejalan dengan menulis.[]

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.