Manistebu.com | Judul: Anakku Bertanya tentang LGBT: Panduan Lengkap Orangtua Muslim tentang LGBT; Penulis: Sinyo; Penerbit: Quanta (imprint Elexmedia Komputindo); Tahun: 2014; ISBN 978-602-02-5178-3; Harga: Rp38.800
Singkatan LGBT tiba-tiba menjadi sangat populer meskipun telah digunakan pada awal 1990-an. Singkatan yang dibentuk dari kata lesbian, gay, biseksual, trasgender (terkadang ditambahkan satu kata lagi intersex) memang ditujukan untuk kasus disorientasi seksual seseorang dan juga identitas gender nonheteroseksual yang kini menggejala di berbagai belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Dalam pandaganan Islam, LGBT jelas terlarang dan tidak ditoleransi dengan alasan pun.
Soal LGBT bagi sebagian besar orangtua masih belum terang benar. Banyak orangtua tidak menyadari bahaya tersembunyi dari pergaulan dan interaksi anak-anaknya sehingga kemudian tercipta insan yang disebut LGBT di dalam keluarga mereka. Sebuah buku yang ditulis oleh Sinyo (nama pena Agung Sugiarto) tahun 2014 memberi gambaran yang gamblang tentang apa itu LGBT.
Sinyo memulai pembahasan dari soal istilah yang sangat penting karena salah dalam menerapkan istilah berarti salah juga memahami, menurutnya. Sinyo memulakannya dengan istilah orientasi seksual. Di sini terkuak adanya penelitian yang melahirkan dua pendapat bahwa 1) orientasi seksual seseorang dapat berubah; 2) orientasi seksual seseorang tidak dapat berubah. Namun, keduanya masih menjadi misteri karena di satu sisi ada yang berpendapat bahwa faktor biologis dan pengaruh lingkungan, terutama saat usia dini, memberi andil terhadap orientasi seksual. (hlm.2-3)
Kaum pro LGBT mempertahankan pandangan bahwa orientasi seksual penyandang LGBT terjadi karena faktor biologis genetis. Mereka tidak bisa melawan takdir ketika orientasi seksualnya menjadi bukan heteroseksual–sebagai pandangan umum dan tradisional. Pandangan ini didebat oleh penentang LGBT bahwa LGBT adalah penyakit. Penyebabnya bisa beragam faktor dan yang pasti bisa disembuhkan.
Namun, di luar perdebatan tersebut, ada sinyal dari Rasulullah saw. tentang bahaya berubahnya orientasi seksual kepada sesama jenis. Rasululah saw. bersabda, “Seorang laki-laki tidak boleh melihat aurat sesama laki-laki, dan seorang perempuan tidak boleh melihat aurat sesama perempuan. Seorang laki-laki tidak boleh tidur dengan laki-laki lain dalam satu selimut, dan seorang perempuan tidak boleh tidur dengan perempuan lain dalam satu selimut.” (H.R. Muslim)
Sinyo telah membagi dua pembagian istilah yang besar yaitu orientasi seksual dan tindakan atau aktivitas seksual. Pada aktivitas seksual, penulis memaparkan 13 istilah, seperti same sex-attraction (SSA), gay dan lesbian, homoseks, MSM atau WSW, biseksual, dan LGBT. Terakhir, ada juga istilah dalam bahasa Indonesia (slank) yang dicantumkan, yaitu waria (wanita pria), wadam (wanita adam), dan banci. Istilah Indonesia itu memang lebih merujuk kepada kaum lelaki yang mengambil keputusan transeksual (memutuskan menjadi wanita dengan mengubah jenis kelamin) atapun transgender (memutuskan menjadi wanita, tetapi tidak mengubah jenis kelamin).
Di sinilah kemudian pembaca dibawa memahami bahwa seorang lelaki yang tampak kemayu atau lemah gemulai, belum tentu ia memiliki orientasi seksual ke sesama jenis. Mereka lebih tepat sementara disebut transgender karena berkeinginan tampil berlawanan dengan jenis kelaminnya.
Kesimpulannya, LGBT adalah salah satu istilah dari sekian banyak istilah kasus disorientasi seksual. Benar kata sang penulis ketika memulai Bab II buku ini bahwa LGBT sejatinya adalah fenomena gunung es yang tidak tampak pada permukaan, tetapi telah mengukuh di bawah.
Membaca bab-bab selanjutnya buku ini memang memberikan pemahaman awal yang sangat lengkap tentang LGBT, termasuk pendapat-pendapat yang diusung para pembela dan penentang LGBT. Sinyo berhasil mengungkap dua sisi tersebut. Bab VI dan selanjutnya, Sinyo mulai mengupas berbagai kiat yang dapat dilakukan orangtua untuk mencegah anak-anakya memiliki orientasi seksual seperti homoseksual dan biseksual.
Munculnya Komunitas Unik Muslim SSA
Sinyo bukanlah sekadar mengumpulkan data, fakta, lalu menulis buku ini. Pada Bab VI ia mengungkapkan betapa dirinya terlibat membantu ratusan orang LGBT yang akhirnya dapat mengubah hidupnya dan menikah. Sinyo mengungkap fakta bahwa kaum LGBT yang merasa tersingkir dari kehidupan normal membentuk komunitas-komunitas tersendiri, terutama di internet.
Uniknya, komunitas ini punya orientasi non-heteroseksual, tetapi tidak mau menjalani aktivitas homoseksual. Sinyo memberi contoh milist Hijrah_euy di grup Yahoo.com dan Tobatnya LGBT II di grup Facebook. Mereka menjadi unik karena memiliki orientasi homoseksual dan biseksual, tetapi mereka tidak ingin melanggar perintah Allah dengan melakukan aktivitasnya. Mereka adalah Muslim. (hlm. 103)
Fenomena inilah yang seperti gunung es ketika anak-anak Muslim itu akhirnya membentuk kelompok sendiri dan mencari kebenaran sendiri dengan sesama mereka. Mereka hanya paham bahwa ada satu titik dalam hidup mereka tertarik pada sesama jenis. Namun, mereka, seperti penjelasan Sinyo, tidak tertarik membahas asal usul ketertarikan sesama jenis itu muncul pada diri mereka. Mereka menganggap kasus mereka sebagai cobaan/ujian, sama halnya dengan kemiskinan, kekayaan, ataupun penyakit.
Pengungkapan Sinyo terhadap komunitas ini semestinya menyadarkan lembaga-lembaga besar Islam untuk segera bertindak mengulurkan pertolongan. Jika dalam sebuah berita UNDP yang merupakan lembaga PBB menyiapkan dana ratusan miliar untuk mendukung LGBT, tentunya lembaga-lembaga Islam, kaum ulama, serta seluruh umat Muslim perlu merapatkan barisan untuk menolong anak-anak Muslim yang berusaha “sembuh” ini kembali pada jalannya.
Buku karya Sinyo setebal 184 halaman ini adalah buku penting pada masa kini. Buku yang harus dibaca oleh para orangtua Muslim dan juga orangtua pada umumnya. Daripada ribut-ribut ikut mengecam atau menebarkan meme di media sosial tentang LGBT, lebih arif untuk mendalami dan membaca buku ini terlebih dahulu agar tahu apa tindakan yang tepat untuk dilakukan, terutama untuk penyelamatan di lingkungan keluarga.
Sinyo terasah bakatnya sebagai penulis sehingga buku ini pun menggunakan bahasa yang renyah dan mudah dicerna. Satu kelemahan buku ini adalah miskin visual, bahkan tidak ada visual sama sekali yang boleh jadi akan sangat membantu pemahaman keluarga, terutama tentang simbol-simbol yang banyak digunakan oleh kaum LGBT.
Jika dicetak ulang, tentu penerbit dapat mempertimbangkan penambahan visual ini atau membuat buku menjadi berpenampilan full color. Dengan demikian, buku ini benar-benar pantas menyandang frasa “panduan lengkap”.

Bambang Trim adalah Pendiri Penulis Pro Indonesia (Penprin). Ia telah berpengalaman 30 tahun di dunia penulisan-penerbitan serta telah menulis lebih dari 250 buku (1994–2023). Ia tercatat sebagai perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia. Kini, ia menjadi Ketua Umum Perkumpulan Penulis dan Editor Profesional periode 2022–2026. Bambang Trim aktif di Pusat Perbukuan, Kemendikbudristek sebagai narasumber dan anggota Komite Penilaian Buku Teks.