Manistebu.com | Bagi mahasiswa akhir, isu yang selalu aktual untuk mereka adalah menulis atau menyusun skripsi. Waktu, tenaga, dan pikiran harus mereka siapkan untuk itu. Terkadang mereka harus berjuang lebih keras karena “bekal” untuk menulis skripsi sangat minim diperoleh dari bangku kuliah.
Memang beberapa kampus ada yang menyelenggarakan semacam bimbingan teknis untuk menulis skripsi bagi mahasiswanya. Namun, tidak jarang juga masih ada mahasiswa yang kebingungan plus kelimpungan dalam menulis skripsi. Mereka ternyata tidak mendapatkan kiat-kiat yang praktis dan dapat langsung dipraktikkan dalam menulis skripsi tersebut.
Tanggal 24/3 2017 lalu saya diminta berbagi soal penelitian empiris yang menjadi dasar penulisan laporan dalam bentuk skripsi kepada mahasiswa tingkat akhir lintas fakulas di UIN Sumatra Utara. Hal pertama yang saya sampaikan dalam penelitian empiris yaitu penelitian yang berbasis pada pengamatan dan percobaan-percobaan adalah bagaimana mahasiswa dapat menemukan masalah di dalam setiap fenomena.
Dari tanya-jawab yang berlangsung hangat, tampaknya kelemahan utama mahasiswa, dalam hal ini peneliti, adalah tidak mampu membedakan mana fenomena dan mana masalah. Tentu saja seorang mahasiswa akan sulit meneliti (suatu masalah) jika yang ditemukan hanya fenomena. Alhasil, yang muncul dalam laporan penelitian bernama skripsi itu hanya deskripsi dari fenomena yang terjadi. Untuk level mahasiswa memang seharusnya sudah menukik pada pemecahan masalah, tidak seperti D-3 yang lebih banyak melaporkan sebuah fenomena.
Contoh karya tulis ilmiah yang disajikan sebagai laporan yaitu dengan judul seperti ini: Peranan …. atau Tinjauan terhadap …. Jadi, tidak terdapat masalah di dalam laporan tersebut yang memaparkan solusi konkret.
Penelitian empiris sejatinya menggunakan modalitas manusia yaitu pancaindra. Awal dari “desakan” atau “keinginan” meneliti adalah melihat masalah di balik sebuah fenomena. Saya mencontohkannya secara sederhana dengan begini.
Fenomena: Anak-anak usia TK dan SD makin keranjingan pada gawai (gadget).
Masalah: Keranjingan gawai pada anak berpotensi meningkatkan tingkat pelecehan seksual terhadap anak-anak.
Jadi, terlihat sekali beda antara fenomena dan masalah itu. Tidak semua fenomena menyimpan masalah. Namun, setiap masalah pasti didahului oleh sebuah fenomena. Di sinilah insting meneliti itu perlu diasah kepada para mahasiswa dan hendaknya mereka tidak meneliti sesuatu yang sudah diteliti orang lain atau sudah diketahui jawabannya.

Bambang Trim adalah Pendiri Penulis Pro Indonesia (Penprin). Ia telah berpengalaman 30 tahun di dunia penulisan-penerbitan serta telah menulis lebih dari 250 buku (1994–2023). Ia tercatat sebagai perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia. Kini, ia menjadi Ketua Umum Perkumpulan Penulis dan Editor Profesional periode 2022–2026. Bambang Trim aktif di Pusat Perbukuan, Kemendikbudristek sebagai narasumber dan anggota Komite Penilaian Buku Teks.
makasih admin artikelnya sangat membantu, ditunggu artikelnya sangat membantu sekali
Sama-sama terima kasih kembali.