“Pak Hernowo, apakah semua penulis harus memiliki kotak perkakas menulis (writing toolbox)? Apa sesungguhnya manfaat kotak perkakas tersebut untuk seorang penulis?” Tanya seseorang.
Saya menjawab, “Writing toolbox ini tidak harus dimiliki setiap penulis. Sekali lagi, manfaat-utamanya ya untuk memecahkan writer’s block atau problem-problem menulis yang dihadapi penulis.”
Cara bekerjanya writing toolbox ini ya, seperti toolbox yang dimiliki para tukang kayu atau montir. Tukang kayu perlu perkakas atau peralatan seperti obeng, palu, kikir, gergaji, dan beberapa perkakas lain untuk memperbaiki pintu yang rusak. Obeng untuk membuka dan memasang mur dan palu untuk menancapkan paku. Sementara itu, montir perlu perkakas seperti kunci busi, amplas, tang, dan beberapa perkakas lain untuk memperbaiki mobil yang mogok. Kunci busi untuk membuka busi dan amplas untuk membersihkan busi.
Begitulah seorang penulis; ia juga memerlukan “perkakas” yang sudah disiapkan dan disimpan di kotak perkakas menulisnya ketika ia mengalami masalah menulis: kemacetan menulis, misalnya, atau sedang tidak mood menulis, atau bingung dalam membuat judul yang menarik bagi tulisannya. Seperti tukang kayu dan montir, seorang penulis mudah memecahkan hambatan dan problem menulisnya apabila ia memiliki berbagai “perkakas” menulis yang dapat membantunya sebagaimana para tukang kayu dan montir.
Seperti telah saya sebutkan di tulisan sebelum ini, saya memiliki lima “perkakas” yang saya simpan dalam kotak perkakas menulis milik saya. Kelima “perkakas” menulis tersebut adalah bahasa, mengikat makna, free writing, mind mapping, dan AMBAK.
Kali ini, saya akan membahas satu “perkakas” sebagai contoh. “Perkakas” yang saya ambil adalah AMBAK—“perkakas” kelima. AMBAK merupakan akronim dari “Apa Manfaatnya BAgiKu?” (perhatikan huruf-huruf yang saya tebalkan). Saya memperoleh AMBAK ini dari buku Quantum Learning (Kaifa, edisi baru 2015). Menurut Quantum Learning, AMBAK dapat dipakai untuk membangkitkan semangat (motivasi) dalam melakukan sesuatu.
“Sebelum Anda melakukan hampir segalanya dalam hidup Anda,” tulis saya pada Quantum Learning di halaman 46, “baik secara sadar maupun tidak, Anda akan bertanya kepada diri Anda sendiri tentang pertanyaan penting ini, ‘Apa manfaatnya bagiku?’ Mulai dari pekerjaan sehari-hari yang paling sederhana hingga monumental yang mengubah hidup Anda, segala sesuatu harus menjanjikan manfaat pribadi atau Anda tak mempunyai motivasi untuk melakukannya.”
Saya mengeluarkan “perkakas” AMBAK—atau “perkakas” AMBAK ini langsung muncul di dalam pikiran saya—begitu saya menghadapi beban atau beratnya menulis. Kadang-kadang, “perkakas” kelima ini saya gunakan juga ketika saya terlanda kemalasan atau tidak sedang mood menulis. Saya otomatis bertanya kepada diri saya sendiri, “Apa manfaat MENULIS bagiku?” Dengan bertanya seperti itu, pikiran saya pun lantas mencari jawaban dan meneguhkan saya bahwa ada banyak sekali manfaat menulis.
Menulis akan menata pikiran saya yang semrawut. Menulis membuat saya dapat meninggalkan “jejak” yang tidak mungkin terhapus. Menulis memudahkan saya untuk membagikan ilmu. Menulis membantu saya dalam merumuskan pikiran saya yang abstrak. Menulis juga akan memudahkan saya “mengikat” hal-hal bermakna dalam kehidupan saya.
Begitu “perkakas” AMBAK itu saya gunakan, motivasi menulis saya pun bangkit. Beban menulis menjadi hilang—karena beban itu diangkat (dihilangkan) oleh berbagai manfaat menulis—dan saya kemudian diringankan untuk menulis. Bahkan kondisi sedang tidak mood menulis pun tiba-tiba saja dapat berubah menjadi sangat kondusif untuk menulis. Semangat dan gairah saya untuk menulis muncul secara luar biasa berkat “perkakas” bernama AMBAK.[]
Hernowo—di dunia maya dikenal dengan nama “Hernowo Hasim”—adalah penulis 24 buku dalam 4 tahun. Dia punya konsep membaca-menulis bernama “mengikat makna”. Ia mulai menekuni dunia menulis di usia lewat 40 tahun. Buku pertamanya, Mengikat Makna (Kaifa 2001) terbit saat usianya mencapai 44 tahun. Kini sudah 37 buku diciptakannya. Buku ke-37-nya berjudul “Flow” di Era Socmed: Efek-Dahsyat Mengikat Makna (Kaifa, 2016). Kini Hernowo sedang mempersiapkan buku tentang “free writing”, bagaimana membuat buku, dan aplikasi “mengikat makna”.