Manistebu.com | Undangan itu disampaikan via WAG. Apakah saya bersedia mengisi materi pelatihan tentang editing untuk guru-guru? Alhasil, saya berangkat ke Semarang tanggal 14 April 2018, lalu di bandara dijemput dan perjalanan diteruskan ke Ambarawa–tempat pelatihan diselenggarakan.
Ada sekira 50 orang guru yang mengikuti pelatihan penulisan buku. Sebagian besar adalah guru perempuan.
Saat melewati tempat acara, saya melihat beberapa buku karya guru dipajang. Sepintas desain kovernya senada. Saya pikir itu khas buku-buku yang memang diterbitkan secara cepat dan massal.
Sesampai di ruangan, saya langsung memberikan materi tentang penyuntingan naskah–sebuah materi penting terkait penyadaran betapa penting melakukan swasunting. Pada kenyataannya, masih banyak ditemukan kelemahan di dalam naskah, bahkan pada buku yang sudah diterbitkan. Kelemahan itu biasanya terkait dengan keterbacaan, konsistensi, kebahasaan, ketelitian penggunaan data dan fakta, serta yang menyangkut legalitas dan kepatutan.
Hampir tiga jam saya memberikan materi dan berbagai pertanyaan pun muncul silih berganti. Saya menjawab satu per satu pertanyaan antusias para guru itu, terutama terkait dengan penerbitan. Di berbagai kelas penulisan-penerbitan yang pernah saya hadiri, persoalan seperti hak cipta, perjanjian penerbitan, dan menerbitkan buku sendiri memang selalu menjadi topik yang hangat.
Sebagian besar para guru itu telah menulis. Namun, sebagian besar buku-buku itu jika harus saya katakan dengan berat hati, sebenarnya kurang layak diterbitkan. Ketidaklayakan itu terlihat dari sisi materi, penyajian, bahasa, dan termasuk juga perwajahan buku. Terkadang terlihat ada kesan dipaksakan atau asal terbit.
Walaupun begitu, para guru yang menulis itu tidak dapat disalahkan begitu saja. Mungkin mereka memang kurang mendapatkan pembekalan yang seharusnya bagaimana menulis buku dengan baik dan benar. Mungkin pula menerbitkan buku disebabkan keterdesakan atau keterburu-buruan sehingga hasilnya tidaklah optimal.
Semangat para guru menulis buku memang harus ditunjukkan dengan jalan yang benar. Semoga pemerintah dalam hal ini Kemdikbud juga turun tangan untuk meningkatkan kapasitas para guru menulis buku, baik buku teks maupun buku nontekspelajaran.

Saya memang berusaha meluruskan, mengajak para guru agar insaf dan menulis buku di jalan yang benar. Tidak ada yang gampang dalam menulis buku; yang ada adalah kecergasan atau ketaktisan dengan memahami dulu teknik-teknik jitu menulis buku.[]

Bambang Trim adalah Pendiri Penulis Pro Indonesia (Penprin). Ia telah berpengalaman 30 tahun di dunia penulisan-penerbitan serta telah menulis lebih dari 250 buku (1994–2023). Ia tercatat sebagai perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia. Kini, ia menjadi Ketua Umum Perkumpulan Penulis dan Editor Profesional periode 2022–2026. Bambang Trim aktif di Pusat Perbukuan, Kemendikbudristek sebagai narasumber dan anggota Komite Penilaian Buku Teks.