Meneroka Sertifikasi Penulis dan Editor Buku

Awalnya cuma angan saya bahwa penulis buku dan editor buku selayaknya tersertifikasi di Indonesia. Lalu, ada momentum lahirnya regulasi UU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan. Kebetulan saya dilibatkan membantu sebagai anggota tim pendamping ahli di Komisi X DPR-RI.

Di dalam UU tersebut, pelaku perbukuan mendapat perhatian sebagai profesi yang harus diberi jalan untuk berkembang dan diberi penghargaan. Ada 10 pelaku perbukuan yang disebutkan memiliki peran stragegis dalam pembangunan perbukuan di Indonesia.

Angan-angan saya tadi menampakkan peluang untuk diwujudkan. Saya pun bersama teman-teman menyusun sebuah rencana sistematis dan taktis menyusun standar kompetensi dan senyampang itu, pendirian LSP Penulis dan Editor Profesional pun dirintis.

Penulis dan editor tidak diragukan sebagai sebuah profesi. Di balik profesi ini tentu ada filosofi, ilmu, dan keterampilan yang melatarinya. Ada standar, kaidah, dan kode etik untuk menjalankannya. Karena itu, penulis dan editor telah lebih dari memenuhi syarat untuk disertifikasi dan diakui sebagai profesi.

Saat ini sebagai acuan sertifikasi di bidang penulisan-penerbitan ada dua SKKK (Standar Kompetensi Kerja Khusus) dan dua SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) yang telah disusun, yaitu

  1. SKKK Penulis Buku Nonfiksi Penpro;
  2. SKKK Editor Buku Penpro;
  3. SKKNI Penulis Sejarah; dan
  4. SKKNI Penerbitan Buku.

Tahun 2019 akan tercatat, paling tidak bagi saya pribadi, berdirinya LSP Penulis dan Editor Profesional (PEP) yang dilisensi oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). LSP PEP menjadi LSP pertama dan satu-satunya yang menyelenggarakan sertifikasi di bidang penulisan-penerbitan.

LSP PEP langsung mendapat kepercayaan melaksanakan program Pelaksanaan Sertifikasi Kompetensi Kerja (PSKK) yang disubsidi oleh BNSP untuk 2.000 orang. Kini, lebih dari 1.900 orang telah memegang sertifikat penulis buku nonfiksi dan editor di Indonesia.

Tentu jumlah itu masihlah kecil dibandingkan jumlah penulis dan editor di seluruh Indonesia. Sampai saat ini saja dari data ISBN 2017, terdapat lebih dari 59 ribu judul buku terbit di Indonesia. Namun, tidak ada jaminan bahwa buku ber-ISBN itu adalah buku yang bermutu.

Bambang Trim dalam Pelatihan Asesor Kompetensi Angkatan IV

Upaya menjaga mutu buku yang sangat berkorelasi dengan daya literasi bangsa ini adalah dengan membina artisan atau pelaku perbukuan yang terlibat, terutama penulis dan editor. Setelah itu tentu perlu menguji kompetensi mereka dalam menulis dan menerbitkan buku secara saksama.

Saya mengungkit soal mutu bukan sekadar mengigau. Sepanjang menjadi anggota Panitia Penilaian Buku Nonteks di Pusat Perbukuan (dulu Puskurbuk), jumlah buku tidak layak itu masih tinggi. Tampak sekali penulis, editor, dan pelaku perbukuan lainnya asal saja menulis dan menerbitkan buku. Syukur-syukur bukunya dinyatakan layak.

Jalan sebenarnya masih panjang. Penulis dan editor di Indonesia masih memerlukan pembinaan secara intens dengan melibatkan tenaga-tenaga profesional di bidang penulisan-penerbitan. Saya yakin pemerintah akan turun tangan karena ada dorongan dari UU dan sebentar lagi PP tentang Pelaksanaan Sistem Perbukuan.

Dalam salah satu pasal di RPP tentang Pelaksanaan Sistem Perbukuan juga disebutkan dukungan pemerintah terhadap pengembangan SKKNI dan pelaksanaan sertifikasi profesi pelaku perbukuan. Jadi, sertifikasi penulis dan editor telah menjadi sebuah keniscayaan.[]

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: